Sampingan

wisata Lombok makanan dan pantai

menjelajahi wisata lombok mulai dari pantainya dn khas makanannya

Pantai Elak-Elak dan Gili Penyu, Sekotong - Lombok Barat

Pantai Elak-Elak dan Gili Penyu, Sekotong – Lombok Barat

Pantai Elak-Elak dan Gili Penyu, Sekotong – Lombok Barat bisa di tempuh melalui pelabuhan lembar+bandara Internasional Lombok yang mmebuat pantai ini lebih kelihat asri karna dia are tersebut selalu di jaga kebersihannya dan kenyamanannya. beda dengan pantai senggi pantai ini berada di sebelah selatan wilayah Lombok barat dekat dengan pelabuhan Lembar Lombok barat . kl pantai senggi areanya ada di sebelah Utara Lombok barat dekat dengan kota mataram.

Splash Kerandangan Lombok barat

Splash Kerandangan Lombok barat

Splash Kerandangan Lombok barat

Kerandangan Lombok barat pantai ini berada di sebelah utara dekat dengan pantai senggi lombok barat 1 jalur dan area 1 arah bisa juga langsung ke gili terawangan dan gili-gili lainya di Lombok melalui jalur senggigi.  jarak tempuh antara pelabuhan Lembar Lombok sam Bandaa Internasional Lombok tdk begitu lama dan mancet seperti yang ada kt lihat di Pulau-pulau lain karna jalur yang di pake bebas hambatan mancet dll dn jalur menuju wisata di Lombok di jamni aman dan cepat nayampai tampa harus menunggu lama.

Sunset from puri malimbu pantai senggi Lombok barat

from puri malimbu Lombok barat di sore hari dan pagi hari

from puri malimbu Lombok barat di sore hari dan pagi hari

pantai sekotong di Lombok barat

pantai sekotong di Lombok barat

pantai sekotong di Lombok barat

Pantai Elak-Elak dan Gili Penyu,sama jalurnya sama dengan pantai di samping gambar ini  Sekotong – Lombok Barat bisa di tempuh melalui pelabuhan lembar+bandara Internasional Lombok yang mmebuat pantai ini lebih kelihat asri karna dia are tersebut selalu di jaga kebersihannya dan kenyamanannya. beda dengan pantai senggi pantai ini berada di sebelah selatan wilayah Lombok barat dekat dengan pelabuhan Lembar Lombok barat . kl pantai senggi areanya ada di sebelah Utara Lombok barat dekat dengan kota mataram.

sate bulayak di surenadi Lombok barat dan khas makanan Lombok yakni Ayam Taliwang

sate bulayak khas lOmbok di surenadi Lombok barat_

sate bulayak khas lOmbok di surenadi Lombok barat_

khas makanan Lombok yakni Ayam Taliwang

khas makanan Lombok yakni Ayam Taliwang

LOMBOK BARAT BANGKIT G USAH KE LUAR NEGERI MAU LIHAT SUASANA GEDUNG PUTIH CUKUP J KE CAMaTAN GERUNG LOBAR GIRI MENANG KM BS PHOTO2 DIDEPAN KANTOR PEMERINTAHAN BUPATI LOBAR

dengan semngat dalam pembanggunan dengan kalimat Lombok Barat Bangkit

dengan semngat dalam pembanggunan dengan kalimat Lombok Barat Bangkit

SEKRIPSI KORELASI ANTARA KEPEMIMPINAN ORANG TUA DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DI RUMAH

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Manusia merupakan karya Allah yang terbesar dan satu-satunya makhluq yang paling sempurna dibadingkan dnegan makhluq yang lainnya. Disamping itu pula dia sebagai kholifah Allah yang bertugas mengatur bumi dengan segala isinya, dengan demikian nyatalah bahwa manusia memiliki peran utama bila dibandingkan dengan makhluq lain.

Dengan demikian manusia diberi beban untuk memikul tanggung jawab dihadapan Allah, terutama tanggung jawab orang tua dalam memimpin keluarga yang nantinya akan diminta pertanggung jawaban dihadapan Allah.

Firman Allah dalam Q.S. Al Tahrim ayat 6 :

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Depag RI., 1998:951).

Dari ayat tersebut menunjukkaan bahwa tanggung jawab orang tua itu tidak ringan dihadapan Allah SWT. Karena tanggung jawab seperti itu tidak hanya terbatas pada masalah akhirat saja, namun orang tua juga harus mengantarkan seluruh keluarganya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat (dari siksa api neraka).

Sebab keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan paling utama yang menjadi pangkal atau dasar hidup dikemudian hari. Disamping itu juga keluarga merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bersifat informal. Dimana dalam keluarga tersebut sebagai dasar pembentukan sikap atau kebiasaan siswa pada hari berikutnya. Hal ini juga dibenarkan oleh ajaran Islam bahwa hitam putihnya seorang anak banyak ditentukan oleh tangan kedua orang tuanya.

Hal ini disebutkan dalam hadits Bukhari yang berbunyi :

Artinya :

Abu Hurairah r.a. menceritakan, bahwa Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda “Tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan, malainkan ia dilahirkan dalam keadaan suci bersih, maka ibu bapaknya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan atau Majusi. Sama halnya sebagai seekor hewan ternak, maka ia dilahirkan ternak pula dengan sempurna, tiada kamu dapati kekurangannya.

(HR. Bukhari)

Berdasarkan hadits tersebut, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa keluarga itu merupakan lembaga informal, yang mempunyai peranan sangat penting dan merupakan wahana yang paling dasar dalam rangka pembentukan sikap, watak atau kebiasaan aktivitas belajar siswa di rumah.

Menurut Zakiyah Darajat (1993:90) “Pembinaan terhadap pendidikan di lingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan pendidikan prasekolah, disamping sebagai wahana sosialisasi awal sebelum pendidikan dasar, dikembangkan agar lebih mampu meletakkan landasan pembentukan watak dan kepribadian, penanaman dan pengenalan agama, dan budi pekerti serta dasar pergaulan, dalam hal ini perlu keteladanan dan pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan juga daya cipta”.

Maka jelaslah bahwa di dalam keluarga harus ada yang memimpin yaitu ayah, walaupun ayah sibuk dengan pekerjaannya tapi harus disediakan waktu yang cukup untuk bertemu dengan anak-anaknya untuk menciptakan suasana ramah tamah, kekeluargaan yang penuh rasa kasih sayang, sehingga akan lebih mudah di dalam berkomunikasi tanpa ada rasa takut. (Suwarno, 1992:91).

Sebab masih banyuak seorang ayah yang masih kurang memperhatikan terhadap anak dalam aktifitas belajarnya di rumah disebabkan kesibukan dengan pekerjaannya sendiri, oleh karena itu ayah di dalam memimpin harus mempunyai cara-cara atau model kepemimpinan yang tepat sebab itu sendiri yang menyebabkan sukses atau gagalnya dalam memimpin.

Walaupun dalam setiap orang mempunyai cara yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun sebagai seorang pemimpin harus mempunyai cara-cara tertentu yang dapat mempengaruhi siswa dalam aktifitas belajar sesuai dengan jiwa siswa itu sendiri agar tidak terjadi kesalahan dalam memimpin.

Walaupun tidak ada pemimpin yang sempurna, setiap orang mempunyai kesalahan, demikian pula tidak ada pemimpin yang memiliki kepribadian yang baik saja, namun banyak pemimpin yang berhasil mencapai tujuan dengan sukses. Dan juga sebaliknya ada pula yang memiliki model yang baik tidak menjadi pemimpin, jadi pola kepemimpinan sukar untuk diperinci, namun pola-pola tersebut hanya sekedar pedoman dan sedapat mungkin untuk dimiliki oleh seorang pemimpin. (Bayu Suryaningrat, 1982:62).

Kiranya berpijak dari permasalahan, pengalaman serta kesan itulah yang menyadari sekaligus melatar belakangi untuk mengkaji dan meneliti tentang korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di rumah (studi kasus di MI. Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo).

B.     Perumusan Masalah

Masalah merupakan obyek penelitian yang menuntut seseorang untuk memecahkannya. Menurut pendapat Suharsimi Arikunto, “Masalah mesti merupakan bagian dari “kebutuhan” seseorang untuk dipecahkan. Orang ingin mengadakan penelitian, karena ia ingin mendapatkan pemecahan dari masalah yang dihadapi.” (1993:22)

Sedangkan menurut Sutrisno Hadi dalam buku Statistik II, menyatakan bahwa, “Suatu penelitian khususnya dalam ilmu pengetahuan pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan” (1983:51).

Jadi jelaslah bahwa tujuan penelitian adalah untuk menemukan suatu bukti kebenaran ilmu pengetahuan sesuai dengan problematika penelitiannya.

Berpijak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka permasalahan yang diajukan dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Apakah ada korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di MI. Bustanul Abidin Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.
  2. Sejauhmana korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di MI. Bustanul Abidin Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.

C.    Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian itu akan sangat menentukan terhadap pencapaian hasil yang optimal dan dapat memberikan arah terhadap kegiatan yang dijalankan. Dalam hal ini tujuan disesuaikan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran teori yang telah dikemukakan dalam hal ini Sutrisno Hadi menerangkan bahwa: “Suatu research khususnya dalam ilmu-ilmu pengetahuan empirik pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan.

Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

  1. Ada dan tidaknya korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di MI. Bustanul Abidin Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.
  2. Tingkat korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di MI. Bustanul Abidin Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.

D.    Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut :

  1. Sebagai sumbangan informasi tentang salah satu problematika ayah sebagai pemimpin dalam keluarga, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi segenap ayah dalam rangka meningkatkan kualitas kepemimpinannya.
  2. Diharapkan dapat memberi manfaat bagi segenap mahasiswa, yang pada gilirannya mereka akan menjadi calon pemimpin dalam keluarga, sehingga akan meningkatkan kepemimpinannya untuk mempengaruhi siswa dalam aktivitas belajar di rumah.
  3. Sebagai acuan bagi pembaca yang ingin memperoleh gambaran bagaimana mengembangkan bentuk kepemimpinan yang baik dalam keluarga.

E.     Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah, dia akan ditolak jika salah atau palsu dan akan diterima jika fakta-faktanya membenarkan. Berdasarkan kajian tersebut di atas, maka hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut :

  1. Hipotesis Kerja (H1)
    1. Ada korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di rumah pada siswa MI. Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.
    2. Korelasi yang tinggi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di rumah pada siswa MI. Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.
      1. Hipotesis Nihil (Ho)
      2. Tidak ada korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di rumah pada siswa MI. Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.
      3. Korelasi yang rendah antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di rumah pada siswa MI. Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.
  1. F.     Keterbatasan Penelitian

Berhubungan dengan penelitian ini penulis memberikan keterbatasan sebagai berikut :

  1. Internal

Keterbatasan internal merupakan beberapa kelemahan dan ketidakmampuan penelitian dalam melaksanakan penelitian, antara lain mencakup minimnya dana, waktu dan tenaga.

  1. Ekternal

Merupakan keterbatasan penelitian yang dikarenakan adanya beberapa hal yang ada pada obyek penelitian, yakni letak obyek yang agak jauh dari tempat peneliti dan heterogenitas obyek.

G.    Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari adanya penafasiran yang berbeda-beda di antara pembaca, maka perlu diberikan batasan-batasan pengertian pada beberapa istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini. Adapun beberapa istilah yang perlu dijelaskan pengertiannya, antara lain : 1) korelasi, 2) kepemimpinan, 3) aktifitas belajar

1)      Hubungan

Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa : “Hubungan adalah 1) keadaan berhubungan; 2) kontak; 3) paut; 4) ikatan, penelitian (keluarga, persahabatan, dsb) jaringan yang terwujud karena interaksi antara satuan-satuan yang aktif (1989:313).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan merupakan suatu rangkaian antara satu dengan yang lain yang saling pengaruh mempengaruhi dan saling isi mengisi sebagai satu kesatuan yangtidak dapat dipisahkan atau satu sama lain. Adapun hubungan dalam penelitian ini adalah hubungan atau ikatan antara dua variabel, yaitu variabel kepemimpinan orang tua dan variabel prestasi belajar siswa.

2)      Kepemimpinan

Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpin itu.” (1989:433).

3)      Aktivitas belajar

Menurut W.J.S. Poerwadarminta bahwa yang dimaksud aktivitas adalah “kegiatan ; kesibukan”. (1984:26). Sedangkan  menurut kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan aktivitas adalah : 1. Keaktivan ; kegiatan ; 2. Kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian didalam perusahaan. (Dep. Dik.Bud., 1990:20)

Berdasarkan kedua pendapat tersebut diatas maka yang disebut dengan aktivitas secara etimologi (lughot) adalah suatu kegiatan atau kesibukan.

Adapun pengertian belajar menurut Slameto adalah : suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya:. (1991:2)

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara rutin oleh siswa yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman dan latihan yang sungguh-sungguh dan mengacu pada tujuan belajar.

H.    Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan rangkuman sementara dari isi skripsi, yakni suatu gambaran tentang isi skripsi secara keseluruhan dan dari sistematika itulah dapat dijadikan satu arahan bagi pembaca untuk menelaahnya. Secara berurutan dalam sistematika ini adalah sebagai berikut :

BAB I       PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

BAB II      KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab kajian pustaka ini dikemukakan kajian kepemimpinan orang tua, serta kajian tentang aktivitas belajar siswa.

BAB III    METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dikemukakan tentang rancangan penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, dan teknik pengumpulan data.

BAB IV    HASIL PENELITIAN

Dalam bab hasil penelitian akan dipaparkan tentang penyajian data yang berkaitan dengan hasil yang didapat di lapangan penelitian, serta analisa data.

BAB V      KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab terakhir ini akan disajikan tentang kesimpulan sebagai hasil dari penelitian dan dilanjutkan dengan saran-saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan pemikiran bagi yang berkepentingan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.    Kajian tentang Kepemimpinan Orang Tua

Kepemimpinan itu sendiri adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak-kehendak pimpinan itu.

Memahami tentang kepemimpinan orang tua ini adalah : bahwa setiap manusia itu mempunyai potensi untuk menjadi kholifah atau menjadi pimpinan dalam keluarga lebih-lebih sebagai pimpinan bagi putra-putrinya di rumah. Sebab keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan yang paling utama bagi anak-anak. Dan keluarga ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak.

Peran-peran dalam keluarga dalam keluarga jika diperhatikan di sana ada yang disebut bapak, ibu dan anak, sehingga dalam kehidupan sehari-hari dapat diistilahkan sebagai kehidupan yang familier, dalam kehidupan keluarga akan nampak sebagai kesatuan hidup dan oleh karena itu dalam keluarga terjadi struktuarlisasi serta deferensiasi kerja.

Pembagian tugas dan peran dalam keluarga membawa konsekwensi dan tanggung jawab pada masing-masing peran itu dalam keluarga tersebut pengertian bapak dan ibu sebagai pimpinan.

Pengertian ibu dan bapak dalam keluarga akan nampak, peran ibu dan bapak sebagai orang yang memiliki ketrampilan untuk mendidik, mengajar dan melatih anak, ketrampilan bapak dan ibu dalam menyampaikan nilai-nilai kepada anak berpusat pada dua kutub yang dipengaruhi oleh gaya orang tua itu sendiri.

Sebagi pemimpin keluarga orang tua wajib mempunyai pedoman hidup yang mantap agar jalannya rumah tangga dapat berjalan dengan lancar menuju tujuan yang dicita-citakan. Demikian juga orang tua harus mempunyai dasar-dasar atau pola dalam mengasuh keluarga, terutama mengasuh anak-anaknya, sehingga orang tua harus memahami macam-macam pola asuh dalam keluarga.

  1. 1.      Pola Asuh Otoriter

Pola asuh yang otoriter akan terjadi komunikasi satu demensi atau satu arah. Orang tua menentukan aturan-aturan dan mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku anak yang boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. (Suryaningrat, 1982:23)

Anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya, anak tidak mempunyai pilihan lain. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakan itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.

Orang tua memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan anak, keadaan khusus yang melekat paad individu anak yang berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang lain. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua. Sebab tanpa sikap keras ini anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya.

  1. 2.      Pola Asuh Bebas

Pola asuh bebas berorientasi bahwa anak itu makhluk hidup yang berpribadi bebas, anak adalah subyek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Pada pola ini anak dipandang sebagai subyek yang diperbolehkan berbuat menurut pilihannya sendiri. Segala tugas diserahkan sepenuhnya pada anak.

Pola asuh bebas memang memandang anak sebagi subyek, anak bebas menentukan pilihannya sendiri. Akan tetapi anak justru menjadi berbuat semau-maunya, ia berbuat dengan menggunakan ukuran diri sendiri. Padahal anak berada dalam dunia anak dan ia harus masuk pada dunia lain dari dunia anak. Oleh karena itu anak akan kebingungan ibarat anak ayam yang ditinggalkan induknya. Akhirnya anak akan lari kesana kemari tanpa arah. (Suryaningrat, 1982:25)

  1. 3.      Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis berpijak pada dua kenyataan bahwa anak adalah subyek yang bebas dan anak sebagai makhluk yang masih lemah dan butuh bantuan untuk mengembangkan diri. Manusia sebagai subyek harus dipandang sebagai pribadi.

Anak sebagai pribadi yang masih perlu mempribadikan dirinya, dan terbuka untuk dipribadikan. Proses pembribadian anak akan berjalan dengan lancar jika cinta kasih selalu tersirat dan tersurat dalam proses itu. Dalam suasana yang diliputi oleh rasa cinta kasih ini akan menimbulkan pertemuan sahabat karib, dan pertemuan dua saudara. (Suryaningrat, 1982:27)

Dalam pertemuan ini dua pribadi bersatu padu. Dalam pertemuan yang bersatu padu akan timbul suasana keterbukaan. Dalam suasana yang demikian ini maka akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan bakat-bakat anak yang dimiliki oleh anak dengan subur.

B.     Kajian tentang Aktivitas Belajar Siswa

  1. Pengertian Aktivitas Belajar

Menurut W.J.S. Poerwadarminta bahwa yang dimaksud aktivitas adalah “kegiatan ; kesibukan”. (1984:26). Sedangkan  menurut kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan aktivitas adalah : 1. Keaktivan ; kegiatan ; 2. Kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian didalam perusahaan. (Dep. Dik.Bud., 1990:20)

Berdasarkan kedua pendapat tersebut diatas maka yang disebut dengan aktivitas secara etimologi (lughot) adalah suatu kegiatan atau kesibukan.

Adapun pengertian belajar menurut Slameto adalah : suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya:. (1991:2)

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara rutin oleh siswa yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman dan latihan yang sungguh-sungguh dan mengacu pada tujuan belajar.

  1. Macam-macam Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah (di rumah). Adapun macam-macam aktivitas belajar menurut Sardiman dalam buku Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar menjelaskan Paul B. Diendrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan murid di sekolah antara lain :

  1. Visual activities (13), seperti membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
  2. Oral activities (43), seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, diskusi, mengadakan interview, instruksi dan lain sebagainya.
  3. Listening activities (11), seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi , musik, pidato dan sebagainya.
  4. Writing activities (22), seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes angket, menyalin dan sebagainya.
  5. Dawing activities (8), seperti melakukan percobaan, membuat grafik, peta diagram, pola dan sebagainya.
  6. Motor activities (4), seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan dan sebagainya.
  7. Emotional activities (23), seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, tenang, gugup dan sebagainya.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa macam-macam aktivitas tersebut merupakan aktivitas global atau menyeluruh maksudnya baik mengenai aktivitas disekolah maupun di rumah.

Adapun bentuk-bentuk aktivitas dirumah antara lain :

  1. Membaca buku pelajaran

Dengan membaca buku pelajaran merupakan jembatan dalam mencapai dan memperoleh ilmu yang diharapkan dari apa yang dibacanya dan menambah pengetahuan dan wawasan ilmu yang dimiliki. Karena bagimana mungkin akan memperoleh ilmu yang ada dalam buku pelajaran bila tanpa dibacanya.

Secara sederhana membaca buku bukanlah yang sulit dilakukan oleh seseorang bila ia telah menguasai huruf demi huruf yang ada, namun membaca dengan hasil yang baik dan efisien tentunya tidaklah mudah dilakukan, tetapi harus melalui prosedur dan tata cara yang baik pula. Ciri-ciri khusus membaca yang efisien antara lain adalah :

1)      Mempunyai kebiasaan yang baik dalam membaca

2)      Mengerti betul isi buku yang dibacanya

3)      Sehabis membaca dapat mengingat sebagian besar atau pokok-pokok dari apa yang dibacanya.

4)      Dapat membaca dengan cepat. (The Liang Gie, 1985 : 93)

Dengan demikian, dengan kebiasaan-kebiasaan membaca yang tidak baik inilah, siswa akan menganggap membaca itu merupakan kesenangan atau hobby, karena yang demikian itu akan menjamin keberhasilannya didalam studi-studi yang selanjutnya.

  1. Menghafal Pelajaran

Kadang-kadang dalam proses belajar mengajar, ada hal yang tertentu yang tidak bisa dimengerti begitu saja kecuali harus dihafal sampai bisa, sehingga dengan begitu pengetahuan yang diperoleh dapat diungkap kembali dengan lancar saat menghadapi pertanyaan atau menjawab soal-soal ujian.

Selanjutnya, akan dikemukakan terlebih dahulu tentang definisi mengenai menghafal sebagai berikut :

Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya mengungkapkan bahwa menghafal adalah pada garis besarnya proses menghafal itu dimulai dengan penerimaan atas sejumlah perangsang dari luar oleh alat-alat indera kita. Kemudian disimpan dalam ingatan dalam bentuk tanggapan-tanggapan (1990:66)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menghafal adalah sebuah kegiatan yang sengaja dilakukan oleh siswa untuk menyimpan pelajaran diotak dengan memahami secara sempurna, sehingga sewaktu-waktu bisa dikeluarkan atau diungkapkan kembali dengan baik. Sebab dengan menghafal juga kita dapat mengingat banyak hal.

Dengan demikian, maka menghafal tersebut juga diperlukan adanya syarat-syarat dan metode-metode menghafal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh The Liang Gie adalah sebagai berikut :

  1. Syarat-syarat menghafal

Sebelum siswa mulai menghafal, ia harus mempunyai tujuan tertentu yang jelas. Ia harus mengerti betul-betul pelajaran itu sebelum ia mulai menghafalkannya. Bertanya itu tidak menunjukkan bahwa mahasiswa atau siswa itu bodoh, melainkan menandakan bahwa menaruh perhatian pada pelajarannya dan mempunyai hasrat untuk maju. Usaha menghafal sebaiknya jangan dipadatkan setelah dekat dengan ujian, melainkan jauh di muka, siswa sudah membagi-bagi dan mengatur waktunya untuk keperluan menghafal bahan pelajaran secara teratur. Kemudian diantara bahan-bahan itu sedapat-dapatnya dipertalikan satu sama lain menurut kerangka yang sistematis atau urutan yang logis (The Liang Gie, 1985: 131-135)

  1. Metode Menghafal

Untuk lebih memudahkan siswa dalam menghafal pelajaran, tentunya diperlukan metode-metode menghafal yang baik dan sesuai dengan selera dan juga kemauannya sendiri. Pada prinsipnya dibedakan menjadi tiga kelompok menghafal yaitu :

  1. Menghafal dengan melalui pandangan mata saja. Bahan pelajaran itu dipandang atau dibaca dalam batin dengan penuh perhatian sambil otak bekerja dengan mengingat-ingat.
  2. Menghafal dengan terutama melalui pendengaran telinga. Dalam hal ini bahwa pelajaran itu dibaca dengan suara yang cukup keras untuk dimasukkan kedalam kepala melalui telinga.
  3. Menghafal dengan melalui gerak-gerik tangan, yaitu dengan jalan menulis-nulis diatas kertas dengan pensil atau menggerak-gerakkan ujung jari atas meja sambil pikiran berusaha menanamkan bahan pelajaran itu. (The Liang Gie, 1985 : 15-136)

Jika metode menghafal seperti ini diterapkan sesuai dengan bahan pelajaran, yang sesuai dengan kemampuan dan selera yang dianggap sesuai dengan siswa. Sehingga apabila siswa dapat menggunakan metode tersebut dengan tepat atau dengan mengkombinasikan bila perlu, maka ia akan dapat menghafal bahan pelajaran dengan baik.

  1. Membuat ringkasan

Yaitu “suatu proses resitasi dan refleksi secara tertulis” (Hasbullah Tabrany, 1994:92). Maka yang dimaksud membuat ringkasan adalah merupakan cara untuk membedakan atau memadatkan suatu pelajaran melalui catatan yang telah disediakan dengan maksud bahwa ia telah mengerti dan memahami persoalan atau masalah yang dibaca serta akan lebih meresapi apa yang telah dipelajari.

Dalam membuat suatu ringkasan itu seorang siswa berusaha untuk mengambil intisari suatu uraian atau pokok pikiran, kemudian intisari itu dituliskan dengan singkat dalam kata-katanya sendiri, yang telah dihubung-hubungkan dengan poko-pokok pikiran yang lainnya yang telah  diringkas juga. (The Liang Gie, 1985:114)

Maka dengan demikian dengan membuat suatu ringkasan banyak manfaatnya, antara lain :

  1. Dengan ringkasan pelajaran yang diberikan hari ini selama dua jam, anda dapat mengulangnya dalam waktu kurang dari 10 menit, hemat waktu.
  2. Anda tidak akan bisa membuat ringkasan jika anda belum mengerti materinya, oleh karena anda dapat berusaha mengerti suatu konsep.
  3. Dengan membuat ringkasan, anda akan dipaksa belajar secara efektif, ingin menghindari rasa bosan dan mengantuk.
  4. Pada saat-saat ujian akhir dimana materi yang akan diuji begitu banyak, anda tidak akan sanggup mengulang (Review) dengan membaca semua pelajaran. (Hasbullah Tabrany, 1994 : 92)

Adapun bentuk daripada ringkasan itu juga bermacam-macam, yang penting bentuk ringkasan itu sesingkat mungkin. Ringkasan semua garis besar dari pokok-pokok pikiran dan perincian-perincian yang saling bertalian.

The Liang Gie menyatakan sebagai berikut :

Sebaiknya ringkasan itu dicatat pula pada lembaran kertas yang terlepas untuk tiap-tiap pokok persoalan baru dipergunakan halaman yang baru pula. Demikian pula catatan itu dapat ditulis dengan kata-kata singkat atau tanda-tanda lainnya misalnya : untuk ganti perkataan “karena itu”, tanda = untuk adalah, ialah atau sama dengan, dan lain-lainnya. (the Liang Gie,1985 : 115

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk ringkasan itu dapat dibentuk lembaran-lembaran dan bisa berbentuk sebuah buku, bila bentuk lembaran-lembaran maka setiap satu lembar hanya memuat satu persoalan saja.

  1. Mengerjakan tugas

Setiap apa yang diperintah guru itu merupakan suatu masalah yang harus dikerjakan atau diselesaikan oleh setiap siswa. Perintah atau tugas tersebut dapat berupa pekerjaan rumah (PR), mengerjakan dipapan tulis, ulangan, hafalan dan sebagainya. Tugas tersebut bisa berupa individu maupun kelompok.

Menurut pendapat Ahmadi dalam bukunya Didaktik Metodik sebagai berikut : “Tugas guru disamping mendidik dan mengajar adalah membuat penilaian terhadap murid diatas bahkan yang telah diterimakan. Pelaksanaannya dengan jalan memberikan ulangan terhadap murid”. (1978:39)

Dari pendapat tersebut di atas, dipahami bahwa beberapa fase dalam aktivitas belajar, yaitu mengerjakan tugas, fase pertama siswa menerima tugas, dan tugas tersebut bisa dari guru ataupun siswa itu sendiri sebagai hasil kerjasama antar siswa. Fase kedua siswa mengerjakan tugas, fase ketiga yaitu mempertanggung jawabkan dari hasil tugas yang dilaksanakan tersebut untuk dinilai guru.

Dengan demikian pada akhir aktivitas siswa mengerjakan tugas, guru memberikan penilaian dari tugas yang telah dikerjakan siswa. Dipergunakan sebagai motivasi bagi murid dan juga sebagai salah satu pertimbangan nilai akhir mata pelajaran dari guru yang mengajar mata pelajaran tersebut.

  1. Belajar kelompok

Belajar kelompok itu merupakan suatu kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa secara bersama yang anggotanya sekurang-kurangnya tiga sampai lima orang. Menurut pendapat Hasbullah Tabrany yaitu : “Sebagian para ahli juga berpendapat bahwa belajar kelompok (Group Study) banyak membantu proses belajar. Memang ada orang yang tidak bisa belajar kelompok tetapi hasilnya juga bagus. (1994:96)

Maka belajar kelompok itu merupakan suatu hal yang sangat penting, sebab dapat membantu siswa untuk bertanya jawab dengan temannya untuk saling bertukar pendapat atau dengan belajar kelompok itu sendiri akan mempunyai semangat tinggi untuk belajar.

Adapun dengan belajar kelompok ada beberapa hal yang dapat dicapai yaitu :

  1. Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana mengemukakan pendapatnya dengan menerima pendapat dari teman yang lain.
  2. Dengan belajar secara kelompok turut pula merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran.
  3. Untuk belajar mengatasi kesulitan terutama dalam hal pelajaran secara bersama-sama.
  4. Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung didalam masyarakat yang lebih leluasa.
  5. Memupuk rasa kegotong royongan. (Bimo Walgito, 1993 : 104)

Namun setiap sesuatu hal itu tidak luput dari kekurangan dan kelebihan, demikian juga dengan belajar kelompok ini juga ada kelebihan dan kekurangannya yaitu : menurut pendapat Hasbullah Thabrany adapun kelebihan atau keuntungan dari belajar kelompok adalah sebagai berikut :

  1. Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding sendiri. Jika belajar sendiri, seringkali rasa bosan timbul  dan rasa kantuk pun resitasi. Kita menjelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Dapat membantu datang. Apalagi jika kita mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian kita atau pelajaran yang sulit buat kita.
  2. Dapat merangsang motivasi belajar, kalau ada lawan jenis dikelompok itu, sering bisa menambah semangat, tetapi jangan buat kelompok belajar berdua dengan pacar anda, hasilnya akan lain. Dengan belajar bersama akan tumbuh perasaan anda saingan.
  3. Ada tempat bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan kita …… dalam belajar kelompok, seringkali kita dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa kita pecahkan sendiri.
  4. Kesempatan melakukan resitasi oral. Dalam belajar bersama, sering kita harus berdiskusi dengan menjalankan suatu teori kepada teman belajar kita. Inilah saat resitasi, kita menjelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri.
  5. Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
  6. Yang terakhir tentu saja ada kenangan tersendiri dan punya teman akrab, jika kita dapat membuat kelompok belajar yang tetap. (1994:94-96)
    1. Membagi waktu belajar

Waktu adalah merupakan hal yang penting dan sangat berharga bagi manusia, sudah sepatutnya manusia memperhatikan waktu dan mempergunakannya dalam hal-hal yang dianjurkan oleh syari’at Islam.

Di dalam belajar siswa harus dapat menentukan sendiri waktu yang sangat efektif untuk belajar dan juga sebaiknya siswa membagi waktunya untuk bermacam-macam keperluan dan harus mempunyai rencana belajar dengan waktu yang tepat. Oleh sebab itu perlu adanya pedoman untuk mengatur waktu yang baik bagi siswa adalah sebagai berikut :

  1. Kelompokkan waktu sehari-hari untuk keperluan tidur, belajar, makan, mandi, olah raga dan urusan pribadi lainnya.
  2. Selidiki dan tentukanlah waktu yang tersedia untuk belajar setiap hari
  3. Setelah mengetahui waktu yang tersedia tiap siswa hendaknya merencanakan penggunaan waktu itu dengan jalan menetapkan macam-macam mata pelajaran berikut urutannya yang harus dipelajari setiap hari.
  4. Setiap siswa perlu pula menyelidiki bilamana dirinya dapat belajar dengan hasil yang terbaik.
  5. Bila waktu agak terbatas berilah waktu tertentu bagi setiap mata pelajaran. Dan kemudian belajarlah dengan penuh konsentrasi dalam batas waktu yang telah ditentukan itu.
  6. Berhematlah dengan waktu. Setiap siswa hendaknya jangan ragu-ragu untuk memulai apa yang perlu dilakukannya. Dalam belajar mulailah dengan seketika dan selesaikanlah secepat mungkin.
  7. Bagi mereka yang bekerja biasanya waktu antara jam 05.00-07.00 pagi merupakan waktu yang tebaik untuk belajar secara intensif. (The Liang Gie, 1985 : 69-70)

Dengan menggunakan mengatur waktu di atas, maka seorang siswa akan lebih mudah untuk mengatur waktu belajarnya dengan baik. Karena setiap waktu dan saat sudah mengetahui apa yang harus dilakukan dan dikerjakan, maka tidak akan bingung apa yang harus dikerjakan, maka tidak akan bingung apa yang harus dikerjakan dan diperbuat dalam saat tertentu, pelajaran apa yang harus dibaca, dihafal dan diulangi. Dengan demikian tidak ada waktu yang terbuang dengan sia-sia.

  1. 3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Agar supaya pendidikan atau proses belajar itu berhasil sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai maka, perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar tersebut.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, menurut pendapat Slameto yaitu adalah “Faktor Intern dan Faktor Ekstern”. (1991:56)

  1. a.      Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam diri individu, faktor ini dibagi menjadi tiga, yaitu : faktor jasmani, faktor psikologi, dan faktor kelelahan.

  1. Faktor Jasmani

a)      Faktor Kesehatan

Setiap seseorang melakukan kegiatan belajar itu harus mempunyai kesehatan jasmani yang cukup untuk mendapatkan hasil belajar yang baik. “sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagian atau bebas dari penyakit”. (Slameto, 1991:56)

Sedangkan kronis yang dapat mengganggu belajar adalah penyakit pilek, sakit gigi, batuk dan yang sejenisnya yang biasanya diabaikan karena dipandangnya bukan penyakit yang serius, akan tetapi penyakit-penyakit seperti ini sangat mengganggu aktivitas belajar. (Sumadi Suryabrata, 1971:56)

Proses belajar itu akan terganggu jika terkena penyakit tersebut, selain itu juga menyebabkan akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk dan lain sebagainya yang termasuk gangguan fungsi alat inderanya (Slameto, 1991:56)

Dengan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang atau siswa harus selalu menjaga kesehatannya dengan baik agar dapat melakukan aktivitas belajar dengan baik.

b)      Cacat Tubuh

“Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan”. (Slameto, 1991:57)

Dengan demikian cacat tubuh itu bisa mempengaruhi proses belajar, dan jika hal itu terjadi maka hendaknya siswa bisa belajar pada lembaga yang khusus yang bisa membantu atau mengusahakan dengan alat bantu untuk mengurangi kecacatan itu demi kelancaran belajarnya.

  1. Faktor Psikologi

Faktor psikologi ini biasanya besar pengaruhnya dalam aktivitas belajar siswa terutama adalah cita-cita. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Sumadi Suryabrata sebagai berikut :

Cita-cita merupakan pusat dari bermacam-macam kebutuhan,  artinya kebutuhan biasanya disentralisasikan disekitar cita-cita itu, sehingga dorongan tersebut mampu memobilisasikan energi psikis untuk belajar. (1971 : 257)

Sedangkan yang tergolong faktor psikologis menurut pendapat Slameto adalah “Intelegensi, perhatian, minat, motif, kematangan dan kelelahan” (1991 : 57)

a)      Intelegensi

Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan di dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif mengetahui realisasi dan memperlajarinya dengan cepat. (Slameto, 1991 : 57)

Dari pendapat tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dari hal tersebut adalah kecerdasan atau bisa disebut dengan kepandaian yang dimiliki seseorang, sehingga dengan kecerdasannya itu akan lebih mudah untuk belajar.

Siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih mudah dalam belajar, dan akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai intelegensi yang rendah. Sebagai contoh misalnya, siswa yang dapat mengerjakan soal-soal fisika ataupun matematika, kalau siswa mempunyai intelegensi yang tinggi dan kepandaian serta kreativitas yang tinggi maka akan mudah untuk mengerjakannya.

Dari uraian di atas sudah jelas kalau intelegensi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kemajuan belajar siswa.

b)      Perhatian

Menurut pendapat ghozali yang dikutip oleh Slameto adalah : “Keaktifan jiwa yang tinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekelompok obyek ”. (1991 : 58).

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perhatian itu adalah suatu keaktifan yang semata-mata tertuju pada suatu kegiatan belajar.

Dengan demikian setiap siswa untuk menghasilkan belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang sedang dipelajarinya, jika bahan pelajaran itu tidak diperhatikan, maka timbulah kebosanan, sehingga ia tak suka dan akan malas untuk belajar. (Slameto, 1991 : 58).

Karena itu siswa harus dapat menyesuaikan atau mengusahakan bahan itu menarik perhatian dengan cara mengusahakan bahan pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya, dengan begitu siswa akan dapat belajar dengan baik.

c)      Minat

Menurut pendapat Slameto antara perhatian dan minat itu berbeda, kalau perhatian bersifat sementara (tidak dalam waktu yang lama), sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang. (1991 : 29).

Adapun pengertian minat menurut Slameto sebagai berikut: “Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. (1991:59).

d)     Bakat

Bakat menurut pendapat Slameto, adalah kemampuan untuk belajar (1991:59). Seseorang yang mempunyai kemampuan untuk belajar dengan kemampuan itulah maka akan terealisasi dengan kecakapan sesudah ia belajar dan berlatih. Misalnya kalau siswa bakat main bola, maka siswa bermain bola dengan baik. Demikian juga degnan belajar, kalau siswa mempunyai bakat terhadap pelajaran itu, maka hasilnya akan lebih baik daripada yang tidak mempunyai bakat.

Dari uraian di atas, maka bakat itu juga mempengaruhi terhadap belajar siswa, oleh sebab itu memilih jurusan atau sekolah sesuai dengan bakatnya.

e)      Motif

Motifasi adalah merupakan hal yang sangat penting bagi proses belajar, karena motifasi itu menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan untik melakukan aktifitas belajar. Sejalan dengan itu Slameto mengungkapkan bahwa : “dalam proses belajar mengajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berfikir dan memusatkan erhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar”. (1991:60).

Maka dengan demikian bahwa motifasi itu mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kelancaran atau kemajuan bagi aktifitas belajar siswa, sebab dengan motifasi tersebut siswa akan merasa senang untuk melakukan aktifitas belajarnya.

f)       Kematangan

“Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertimbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru”. (Slameto, 1991:60).

Dari pendapat di atas dapat diambil suatu penjelasan bahwa siswa yang mempunyai kematangan atau kesiapan untuk melaksanakan aktifitas belajar, maka belajarnya akan lebih berhasil daripada siswa yang tidak mempunyai kesiapan untuk belajar.

  1. Faktor Kelelahan

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : kelelahan jasmani dan rohani.

“Kelelahan jasmani timbul atau terlihat dari lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dari adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan suatu hilang”. (Slamet, 1991:61)

Dengan demikian, siswa mejalankan study harus menghindar jangan sampai terjadi kelelahan itu dapat mengganggu semangat untuk belajar. Untuk menghindari kelelahan itu dapat di lakukan sebagai berikut :

  1. Tidur
  2. Istirahat
  3. Mengusahakan variasi dalam belajar
  4. Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah.
  5. Reaksi yang teratur
  6. Olah raga secara teratur
  7. Mengimbangi makan dengan makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
  8. Jika kelelahannya sangat serius cepat-cepat hubungi Dokter. (Slameto, 1991 : 62)
  1. b.      Faktor Ekstern

Faktor ekstern ini adalah faktor ada di luar individu. Yang termasuk faktor ekstern ini adalah :

1)      Faktor Keluarga

a)      Cara orang tua mendidik

Cara orang tua  mendidik anaknya sangat besar sekali pengaruhnya terhadap belajar siswa, hal ini jelas bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan yang paling utama, oleh sebab itu maka pendidikan juga ditentukan oleh orang tua tergantung bagaimana cara mendidik siswa tersebut.

Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan siswa, misalnya orang tua acuh tak acuh terhadap aktivitas belajar siswadi rumah, dan tidak memperhatikan sama sekali terhadap kepentingan dan kebutuhan siswanya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat perlengkapan untuk belajar, dan tidak memperhatikan apakah siswa belajar atau tidak, dan tidak mau tahu akan kemajuan belajar siswanya dan kesulitan apa yang sedang dialami, maka dapat menyebabkan siswa kurang berhasil dalam belajarnya karenam merasa dirinya kurang atau tidak diperhatikan. (Slameto, 1991 : 63).

Demikian juga orang tua juga tidak boleh terlalu memanjakan anak, dan juga jangan terlalu keras, sebab akibatnya akan fatal.

Maka dengan demikian, dari uraian diatas bahwa peranan orang tua disini adalah pemimpin atau membimbing kalau siswa mengalami kesulitan-kesulitan dalam hal yang berkaitan dengan belajar siswa.

b)      Relasi antara anggota keluarga

Relasi antara anggota keluarga ini adalah yang terpenting yaitu relasi antara orang tua dengan siswa. Demikian juga relasi antara saudaranya dengan yang lain juga mempengaruhi belajar siswa.

Oleh sebab itu maka sebaiknya di dalam keluarga tersebut diusahakan suatu hubungan yang baik yang penuh dengan rasa kasih sayang dan disertai dengan bimbingan, dan bila perlu diberi hukuman bila melakukan kesalahan, semua itu hanya demi keberhasilan dan kesuksesan siswa itu sendiri dalam belajar. (Slameto, 1991 : 64).

c)      Suasana rumah

Suasana rumah harus dibuat sedemikian rupa dan senyaman mungkin untuk menciptakan keluarga yang rukun, sehingga menyebabkan siswa betah dirumahdan merasa nyaman dalam belajarnya.

Tetapi sebaliknya kalau suasana rumah yang gaduh dan ramai, tegang dan sering ribut, cekcok antara anggota keluarga, maka menyebabkan siswa bosan dirumah akibatnya belajarnya akan kacau. (Slameto, 1991 : 65).

d)     Keadaan ekonomi keluarga

Siswa dalam belajar itu memerlukan sarana-sarana atau alat-alat untuk belajar, yang kadang-kadang mahal harganya. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan, maka dapat menghambat siswa untuk melakukan belajar, tetapi sebaliknya jika ekonomi keluarga terpenuhi, maka sarana-sarana yang dibutuhkan untuk belajar juga dapat dipenuhi, sehingga siswadapat belajar dengan senang dan semangat yang tinggi.

Sehingga kalau demikian siswayang hidup dalam keluarga yang miskin, maka kebutuhannya kurang terpenuhi, maka belajarnya akan terganggu. Dan sebaliknya juga siswa yang hidup dilingkungan yang kaya orang tua mempunyai kecenderungan untuk memanjakan ana.k (siswa) sehingga mereka akan berfoya-foya, sehingga akibatnya siswa tidak akan memperhatikan belajarnya.

e)      Latar belakang kebudayaan

Orang tua harus bisa menanamkan kebiasaan yang baik yang bisa mendorong siswa untuk belajar. Misalnya, sepulang sekolah siswa disuruh tidur dan setelah tidur disuruh belajar dan sebagainya.

Dengan demikian siswa akan terbiasa dengan belajar secara teratur. Dan belajar tidak menyia-nyiakan waktu secara percuma, sehingga digunakan untuk belajar.

2)      Faktor Sekolah

Sekolah sendiri adalah merupakan lanjutan dari pendidikan yang telah diberikan oleh orang tua didalam lingkungan keluarga. Oleh sebab itu sekolah juga mempunyai pengaruh terhadap aktivitas belajar siswa. Sebab sekolah sendiri tempat menambah ilmu yang sudah diperoleh dirumah.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai berikut :

(a)    Metode mengajar

Menurut Slameto belajar adalah suatu cara untuk jalan yang harus dilalui dalam mengajar. (1991 : 67). Dengan demikian, dalam sekolah guru didalam mengajar harus dapat meanggunakan metode yang sesuai dengan bahan yang akan diajarkan, sebab kalau tidak cocok dengan metodenya, maka siswa akan malas untuk mengikuti atau untuk belajar dan siswa tidak dapat menguasai bahan yang diajarkan.

(b)   Kurikulum

Pengertian kurukulum menurut Slameto “Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa”. (1989 : 67). Karena itu guru harus dapat memahami siswa agar dapat melayani siswa dengan baik dan mempunyai perencanaan dengan baik agar siswa dapat belajar dengan baik pula.

(c)    Relasi guru dengan siswa

Guru dan siswa harus dapat menciptakan suasana yang baik, dan guru harus dapat berinteraksi dengan siswa, agar siswa merasa dekat dengan gurunya dan tidak merasa canggung dalam mengungkapkan suatu pendapat sehingga terjadi interaksi belajar mengajar yang lancar.

Adanya persaingan antara grup-grup antar siswa dengan yang lainnya, maka ia akan mempunyai rasa rendah diri atau akan mengalami tekanan-tekanan batin dan disaingkan dari kelompok.

Maka akibatnya akan mengganggu terhadap aktivitas belajar. Lebih-lebih maka siswa malas untuk sekolah, karena ia di sekolah menerima perlakuan yang tidak baik dari teman-temannya.

Maka dengan demikian menciptakan relasi yang baik antara siswa adalah perlu, agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.

(d)   Disiplin sekolah

Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga mempengaruhi siswa dalam belajar. Kalau disiplin di sekolah baik, secara otomatis siswa akan disiplin dengan sendirinya, sebab kalau tidak disiplin takut akan diberi sangsi atau hukuman.

(e)    Alat pelajaran

Alat pelajaran merupakan suatu yang sangat diperlukan untuk memperlancar aktivitas belajar. Sebab kalau alat pelajaran itu lengkap maka guru akan mudah untuk mengajar kepada murid dan murid juga mudah untuk menerima pelajaran. Dengan demikian akan lebih mudah untuk mencapai tujuan belajar.

(f)    Waktu sekolah

Waktu sekolah ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa “waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah”. (1991:70)

Biasanya waktu sekolah yang dipergunakan yang baik adalah pagi hari, karena pada pagi hari pikiran masih segar dan jasmani dalam kondisi yang baik. Kalau siang hari, maka siswa sebagian besar tidak memperhatikan pelajaran, karena kondisi pada siang hari badan sudah lelah dan waktunya istirahat. Karena terpaksa harus sekolah maka siswa mendengarkan pelajaran sambil ngantuk akhirnya tidak berkonsentrasi menerima pelajaran.

(g)   Keadaan gedung

Dengan jumlah siswa yang luar biasa banyaknya, keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk berjejal-jejal didalam setiap kelas. Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan enak, kalau kelas itu terpaksa diisi 50 orang sisw. (Slameto, 1991 : 71).

(h)   Metode belajar

Siswa harus dapat membagi waktu belajarnya dengan baik, dengan cara belajar yang efektif dan efisien. Sebab metode belajar itu juga mempengaruhi terhadap hasil atau prestasi belajar siswa.

(i)     Tugas rumah

Tugas rumah merupakan tugas yang harus dikerjakan di rumah untuk melatih agar anak kebiasaan dengan mengerjakan pekerjaan dengan disiplin. Tapi tugas tersebut jangan terlalu banyak sehingga siswa tidak mempunyai waktu untuk yang lain. Sebab tugas yang banyak juga akan mempengaruhi terhadap aktivitas belajar siswa.

3)      Faktor Masyarakat

Masyarakat sendiri merupakan faktor ekstern yang berpengaruh. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor-faktor masyarakat yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa antara lain adalah :

(a)    Kegiatan siswa dalam masyarakat

Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan siswa untuk mengembangkan perkembangan pribadinya. Tapi siswa jangan terlalu banyak mengikuti kegiatan dalam masyarakat, sebab nanti akan terganggu belajarnya lebih-lebih bagi siswa yang tidak bisa membagi waktu untuk belajar.

Karena itu siswa harus dapat membatasi kegiatannya di masyarakat agar tidak mengganggu aktivitas belajarnya, dan jika mungkin dapat memilih kegiatan yang mendukung terhadap belajar. Misalnya kursus bahasa inggris, melakukan diskusi kelompok dan lain sebagaiya.

(b)   Mass media

Yang termasuk mass media menurut Slameto adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku-buku, komik dan lain-lain.(1991 : 72)

Mass media ini  sangat berpengaruh sekali terhadap belajar siswa, jadi kalau mass media itu jelek, maka pengaruhnya juga jelek, begitu juga sebaliknya kalau mass media itu baik, maka akan baik juga pengaruhnya.

Dengan demikian ayah sebagai pemimpin dalam keluarga harus pandai-pandai menyeleksi bacaan-bacaan yang dibaca oleh siswa. Kadang-kadang karena asyiknya membaca buku yang bukan pelajaran, sehingga buku pelajaran itu tidak dibaca.

(c)    Teman bergaul

Menurut pendapat Slameto “teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap dirinya, begitu juga sebaliknya teman bergaul yang jelek pasti akan mempengaruhi sifat yang buruk juga”. (1992 : 73)

Karena itu sebaliknya memilih teman bergaul yang baik, kalau bisa juga teman yang pandai, karena teman tersebut akan bersedia membantu menyelesaikan pekerjaan belajar. Karena itu sebagai ayah harus pandai-pandai memberikan pembinaan dan pengawasan kepada siswa agar tidak bergaul dengan teman yang tidak baik.

(d) Bentuk kehidupan masyarakat

Lingkungan masyarakat yang ada disekitar rumah itu juga mempengaruhi aktivitas belajar siswa, jika siswa belajar dilingkungan yang terpelajar dan rajin, secara tidak langsung akan rajin belajar walaupun tanpa disuruh.tetapi sebaliknya kalau siswa berada disekitar lingkungan yang tidak terpelajar bahkan dilingkungan pencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, maka siswa akan terpengaruh ingin melakukan hal-hal yang sama, maka akibatnya belajarnya terganggu bahkan siswa kehilangan semangat untuk belajar.

Karena itu sangat penting untuk mengusahakan lingkungan yang baik agar mempunyai pengaruh yang positif terhadap siswa dan dapat belajar yang sebaik-baiknya.

C.    Korelasi antara Kepemimpinan Orang Tua dengan Aktivitas Belajar Siswa

Untuk mengetahui bagaimana korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa. Disini keluarga sendiri merupakan lingkungan yang dapat mempengaruhi siswa dalam segala tingkah laku dan perbuatannya, dalam hal ini aktivitas belajar di rumah.

Lingkungan keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan pertama dalam kehidupan siswa dan tempat belajar yang menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam hal ini dijelaskan oleh Kartini Kartono bahwa “dalam keluarga umumnya ada hubungan interaksi yang intim dan segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarganya dan sebaliknya keluarga memberikan dasar tingkah laku, watak moral dan pendidikan anak”. (1986 : 19)

Dari pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan kalau lingkungan keluarga itu tidak seperti pengaruh yang diberikan pendidik disekolah, sebab pengaruh lingkungan sekolah hanya berusaha dengan sadar, dan tanggung jawab dalam mengantarkan siswa untuk mencapai kedewasaan secara jasmani maupun rohani. Karena itu keluarga adalah lingkungan yang sangat berperan paling utama dalam aktivitas belajar siswa yang baik.

Karena itu didalam keluarga harus ada pemimpinnya yaitu ayah, setiap pemimpin mempunyai cara-cara tersendiri dalam kepemimpinannya. Karena keberhasilan ini juga sangat tergantung dengan cara yang diterapkan oleh ayah.

Oleh sebab itu walaupun ayah sibuk dengan pekerjaannya, setidak-tidaknya pada saat berkumpul dengan keluarganya bisa dimanfaatkan dengan baik untuk memberikan bimbingan, nasehat, juga teladan kepada anak (siswa). Sebab ayah disamping mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan anaknya.

Marwah Daud memberikan kisi-kisi sifat yang harus dikembangkan dalam kaitannya dalam pendidikan siswa dikutip dalam mimbar pembangunan agama September adalah sebagai berikut :

  1. Orang tua harus mampu memberikan sebagai indikator dan ore model, orang tua menjadi Pendidik inti dari anak-anaknya.
  2. Orang tua harus mampu sebagai motifator, dalam hal ini misalnya orang tua memotivasi pada anak didiknya untuk mempelajari alam sekitarnya, maka ibu dan bapak harus dapat memotivasi bahwa belajar bukan hanya sebatas untuk pengetahuan saja namun lebih jauh dari itu juga untuk beribadah pada-Nya, dalam demensi-Nya dalam demensi ibbadah yang luas.
  3. Orang tua sebagai fasilisator, saat ini orang tua tidak bisa dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, jadi orang juga harus menyediakan beberapa bacaan lainnya.
  4. Orang tua sebagai selektor, dalam hal ini orang tua harus mampu menyeleksi semua informasi yang diterima oleh anak. (1995 : 69).

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagai pemimpin dalam keluarga (ayah) maka harus mampu atau dapat berperan sebagai indikator, motivator, fasilisator, dan sebagai selektor terhadap anak (siswa). Dengan demikian jika hal itu dilakukan maka akan lebih mudah untuk memimpin siswa untuk mencapai tujuan yang baik.

Dalam hal ini juga tidak terlepas hubungannya dengan cara orang tua dalam menerapkan kepemimpinannya. Karena bagaimanapun lingkungan keluarga memberikan dorongan atau motivasi dalam memberikan pengarahan belajar anak (siswa) dalam keseluruhan proses aktivitas belajar, hal ini merupakan dasar yang menduduki peranan yang sangat penting bagi terdidik, faktor yang sangat terpenting dalam mendukung terhadap jasmaniah atau rohaniah, adalah belajar yang terarah yang sesuai tujuan yang hendak dicapainya. Dan untuk mencapai hal tersebut banyak dipengaruhi berbagai faktor seperti faktor lingkungan keluarga, yaitu bagaimana lingkungan seorang ayah memimpin anak atau siswa dalam memberikan bimbingan atau motivasi terohadap diri sendiri maupun kepada anak (siswa).

Dengan demikian pada dasarnya ayah itu mempunyai cara-cara atau model sendiri-sendiri dalam memimpin keluarga, seperti otoriter, demokrasi, kaisez faire ketiga kepemimpinan tersebut yang dapat mempengaruhi sangat besar terhadap aktivitas belajar siswa dan juga yang menyebabkan berhasil atau gagalnya dalam memimpin.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

  1. D.    Rancangan Penelitian

Dalam sebuah penelitian penulis diharuskan merangcang dan menyusun rencana pelaksanaan kegiatan penelitian agar dalam realisasinya dapat berjalan denga lancar dan sukses.

Untuk mendapatkan data mengenai kememimpinan orang tua dan aktivitas belajar siswa di rumah penulis mendatangi langsung obyek penelitian dan mengambil data-data yang diperlukan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain observasi, angket, dan wawancara.

Lebih detail rancangan penelitian yang penulis laksanakan adalah sebagaimana di bawah ini.

1)      Preparing (persiapan)

Sehubungan dengan judul dan rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab terdahulu, maka perencanaan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a)      Menyusun rencana, antara lain dengan menetapkan beberapa hal sebagai berikut :

1)      Judul penelitian

2)      Alasan penelitian

3)      Problema penelitian

4)      Tujuan penelitian

5)      Obyek penelitian

6)      Metode yang dipergunakan

b)      Ijin melaksanakan penelitian

Dengan surat pengantar dari Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo, penulis dimohonkan ijin ke Kepala MI Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo. Dengan demikian penulis telah mendapatkan ijin untuk mengadakan untuk melakukan penelitian di tempat tersebut.

2)      Actuating (pelaksanaan)

Setelah perencaan dianggap matang, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan penelitian. Dalam pelaksanaan tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan menggunakan beberapa metode, antara lain :

a)      Observasi

b)      Angket

c)      Wawancara / interview

3)      Finishing (penyelesaian)

Setelah kegiatan penelitian selesai, penulis mulai menyusun langkah-langkah berikutnya, yaitu :

  1. Menyusun kerangka laporan hasil penelitian dengan mentabulasikan dan menganalisis data yang telah diperoleh, yang kemudian dikonsultasikan kepada Dosen Pembimbing dengan harapan apabila ada hal-hal yang perlu direvisi, akan segera dilakukan sehingga memperoleh suatu hasil yang optimal.
  2. Laporan yang sudah selesai kemudian akan dipertaruhkan di depan Dewan Penguji, kemudian hasil penelitian ini digandakan dan disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait.

E.     Populasi dan Angket Penelitian

Populasi menurut Sutrisno Hadi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel yang hendak digeneralisasikan. Sedangkan pengertian sampel adalah sebagian individu yang diselidiki” (1994:70).

Dari sini yang akan dijadikan populasi yaitu semua siswa dan orang tua siswa MI Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo kelas IV sampai kelas VI tahun pelajaran 2003/2004. Dan sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti secara mendalam sebagai wakil dari populasi.

Metode ini digunakan dalam pengambilan sampel, dalam penelitian ini ditetapkan 40 responden sebagai sampel dari populasi siswa dan atau orang tua siswa MI Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo dari kelas IV sampai dengan kelas VI, yakni :

  1. Siswa dan orang tua siswa kelas IV sebanyak 20
  2. Siswa dan orang tua siswa kelas V sebanyak 10
  3. Siswa dan orang tua siswa kelas VI sebanyak 10

Kemudian dari penelitian yang diambil sebagai sampel adalah kelas IV sampai dengan kelas VI, maka dalam pengambilan sampel digunakan teknik sampling yaitu random sampling atau tanpa pandang bulu.

Dalam random sampling, semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dengan demikian anggota populasi dari setiap strata atau tingkatan mempunyai kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

F.     Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga data yang diperoleh itu benar-benar valid, maka dalam setiap penelitian terlebih dahulu harus menentukan metode apa yang akan dipakai untuk mendapatkan serta mengumpulkannya. Sebab metode merupakan kunci keberhasilan dalam suatu penelitian.

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Metode Observasi

Metode observasi adalah suatu teknik untuk memperoleh data dengan menggunkan pengamatan (gejala-gejala) yang diselidiki (Hadi, 1991:36).

Berdasarkan pendapat-pendapat dapat dikemukakan bahwa Observasi adalah merupakan tekhnik atau metode untuk mengadakan penelitian dengan cara mengamati langsung terhadap kejadian, baik di sekolah maupun di luar sekolah dan hasilnya dicatat secara sempurna.

Dengan metode ini peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian, dalam hal ini yang diamati adalah lokasi atau letak penelitian, yakni MI Bustanul Abidin Desa Jabungsisir Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo sebagai pusat pembelajaran dan pendidikan bagi para siswanya. Dari sana dapat diketahui beberapa data yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian ini.

  1. Metode Wawancara/interview

Menurut Bakrun dan Nasruddin (1990:47), menyatakan bahwa, “Wawancara merupakan teknik pengumpul data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara yang bersifat tidak langsung, yaitu wawancara dengan Kepala Madrasah MI Bustanul Abidin, yakni untuk mendapatkan data mengenai madrasah  yang menjadi obyek penelitian.

  1. Angket

Metode angket dapat dilakukan dengan adanya sejumlah pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. (Arikunto, 1993:188)

Dalam hal ini sumber data yang diberi angket adalah 40 orang tua siswa untuk memperoleh data mengenai kepemimpinan orang tua dan kepada 40 orang siswa mengenai aktivitas belajar siswa di rumah.

G.    Metode Analisis Data

Sesuai dengan jenis data yang diperoleh, maka dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data deskriptif kuantitatif, karena ingin mengetahui ada tidaknya korelasi antara kepemimpinan orang tua dengan aktivitas belajar siswa di rumah.

Sesuai dengan kebutuhan tersebut, maka digunakan rumus analisis karelasi Product Moment dengan rumus sebagai berikut :

                   Sxy

rxy

              (SX 2) (SY 2 )

Keterangan :

rxy        : koefisien korelasi antara X dan Y

xy        : product dari x kali y

x2         : product dari x dikuadratkan

y2         : product dari y dikuadratkan

(Sutriso Hadi, 1997:293)

PERANAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN DALAM MENANGGULANGI KESULITAN BELAJAR SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan perlu diberikan kepada anak sejak lahir, karena anak adalah makhluk yang berkembang menuju kedewasaannya atau kesempurnaannya setingkat demi setingkat dalam perkembangannya selain memiliki pembawaan sejak lahir juga sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Menurut Arifin sesuai dengan pendapatnya ia mengatakan sebagai berikut :

“Perkembangan anak adalah perkembangan fungsi-fungsi jiwanya secara integral, yang berhubungan satu sama lain dan masing-masing tingkat tersebut memerlukan bimbingan atau pimpinan yang tepat sesuai dengan apa yang dibutuhkan bagi persiapan hidup anak di masa akan datang”. (Arifin, 1977:75)

Anak yang lahir sudah dilengkapi oleh Allah berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang. Pikiran, perasaan dan kemampuan berbuat merupakan komponen dari fitrah itu. Dalam hal ini para pendidik hendaknya siap mengisi atau mempengaruhi dengan memberikan arahan dan nasehat agar anak dapat berkembang menjadi orang yang mandiri berguna bagi dirinya sendiri dan juga orang lain.

Sesuai dengan firman Allah SWT yang ada di dalam Al Qur’an surat Al Rum ayat 30 yang berbunyi :

Artinya :

……………Fitrah Allah yang menciptakan manusia berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah itu…… (Depag. RI., 1974:645)

Fitrah Allah inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk yang lainnya dan fitrah ini pulalah yang membuat manusia itu istimewa atau lebih mulia, tetapi ia akan tetap mulia apabila mau beriman dan beramal shaleh sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulnya. Di antara yang menjadi petunjuk Allah yaitu menurut Al Qur’an surat Ali Imron ayat 102 yang berbunyi :

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu mati melainkan kamu menyerahkan diri kepada Allah. (Depag RI, 1974:92)

Allah SWT memang telah menciptakan semua makhluk-Nya ini berdasarkan fitrah-Nya. Tetapi fitrah Allah yang untuk manusia diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan dapat mendidik memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat.

Teori konvergensi oleh William Stern ikut membuktikan bahwa :

“Manusia itu adalah makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Dengan pendidikan dan pengajaran potensi itu dapat dikembangkan. Manusia meskipun dilahirkan seperti kertas putih, bersih belum berisi apa-apa dan meskipun ia lahir dengan pembawaan yang dapat berkembang sendiri, namun perkembangan itu tidak akan maju kalau tidak melalui proses pendidikan.” (Darajat, 1996:17)

Setiap umat Islam harus beriman dan beramal yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, untuk memperoleh petunjuk itu harus melalui usaha dan kegiatan atau pendidikan. Pendidikan untuk membina pribadi agar beriman dan beramal itu suatu kewajiban. Pendidikan Islam itu berarti pembentukan pribadi muslim. Pribadi muslim itu adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya.

Menurut Muchtar Yahya merumuskan tentang tujuan pendidikan Islam yaitu :

“Memberikan pemahaman-pemahaman ajaran Islam pada anak didik dan membentuk kelahiran budi pekerti sebagaimana misi Rasulullah SAW sebagai pengemban pemerintah menyempurnakan akhlak manusia untuk memenuhi kerja.” (Yahya, 1977:40-43)

Dengan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan Islam tersebut maka anak diharapkan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam itu sangat penting bagi anak didik terutama pendidikan agama Islam.

Maka untuk mengupayakan agar anak memperoleh pendidikan yang berkwalitas, maka harus ada peningkatan perhatian siswa terhadap pendidikan agama Islam dan juga turut berperan dalam pendidikan. Tugas guru adalah mengajar dan mendidik, mendidik adalah tugas yang amat utama, karena mendidik dapat dilakukan dengan memberi motivasi, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan sebagainya.

Untuk mengetahui secara pasti perhatian siswa terhadap pendidikan agama Islam dan faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian siswa terhadap pendidikan agama Islam, maka penulis bermaksud akan mengadakan penelitian secara langsung di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam kegiatan penelitian, sebab masalah merupakan obyek yang akan diteliti dan dicari jalan keluarnya melalui penelitian. Pernyataan ini relevan dengan yang diungkapkan oleh Suharsimi Arikunto dalam bukunya Prosedur Penelitian suatu Pendekatan mengatakan bahwa : “Masalah mesti merupakan bagian kebutuhan seseorang untuk dipecahkan, orang ingin mengadakan penelitian karena ia ingin mendapatkan pemecahan dari masalah yang dihadapi.” (Surahmad, 1989:22)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah sudah menjadi suatu “kebutuhan” dalam sebuah penelitian, karena tanpa rumusan masalah alur dan sistematika penelitian tidak akan menemukan jawaban dari masalah yang sedang diteliti.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana perhatian siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.
  1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.

C.    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian di dalam karya ilmiah merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian, karena segala yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu yang sesuai dengan permasalahannya.

Adapun tujuan penelitian yang dapat penulis tentukan adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui perhatian siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.
  1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.
  1. D.    Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penulisan yang telah ditetapkan tersebut, maka diharapkan skripsi ini berguna untuk :

  1. Bagi penulis
  1. Untuk menambah ilmu pengetahuan di dalam bidang penelitian
  2. Untuk mengembangkan ilmu yang telah diperoleh mengikuti perkuliahan pendidikan agama Islam di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
  3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru-guru SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo, dalam meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam.
  4. Untuk memberikan sumbangan pustaka pada perpustakaan Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
  1. Bagi lembaga formal
  1. Bagi guru atau pendidik
  1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru-guru agama Islam di SD khususnya di Kecamatan Tegalsiwalan
  2. Untuk memberikan rangsangan kepada para guru agama Islam dalam rangka untuk meningkatkan prestasi belajar pendidikan agama Islam.
  1. E.     Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tentang perhatian siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo ini mempunyai jangkauan pembahasan yang sangat luas dan umum. Namun karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dana, dan kemampuan yang dimiliki penulis, maka ruang lingkup penelitian dibatasi pada masalah sebagai berikut ini :

  1. Karakteristik lokasi penelitian, yakni mengenai gambaran umum tentang lokasi tersebut yang meliputi letak sekolah, struktur organisasi, data guru, data siswa dan data-data lain yang diperlukan dalam penelitian.
  2. Bentuk-bentuk perhatian siswa yang ada di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo
  3. Beberapa upaya guru dalam membina / mendidik siswa dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
  4. Data tentang hasil perolehan skor dari angket yang telah disebarkan untuk mengetahui hasil prosentase jawaban siswa sehingga penulis dapat mengambil suatu kesimpulan dari data tersebut.
  1. F.     Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk menghindari perbedaan interpretasi makna terhadap hal-hal yang bersifat esensial yang dapat menimbulkan kerancuan dalam mengartikan judul, maksud dari penelitian, disamping itu juga sebagai penjelas secara redaksional agar mudah dipahami dan diterima oleh akal sehingga tidak terjadi dikotomi antara judul dengan pembahasan dalam skripsi ini. Definisi operasional ini merupakan suatu bentuk kerangka pembahasan yang lebih mengarah dan relevan dengan permasalahan yang ada hubungannya dengan penelitian.

  1. Perhatian siswa

Perhatian itu merupakan reaksi umum dari organisme dan kesadaran, yang menyebabkan bertambahnya aktifitas dalam konsentrasi dan pembatasan kesadaran terhadap suatu obyek (Kartono, 1984 : 154)

Jadi yang dimaksud perhatian di dalam skripsi ini adalah reaksi siswa terhadap aktivitas dalam konsentrasi terhadap suatu bidang atau obyek.

  1. Pendidikan Agama Islam

Menurut Zakiah Darajat (1996 : 88) “Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuan dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akherat”.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.    Kajian tentang Perhatian Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam

  1. 1.      Pengertian

Perhatian adalah bagian dari segala psikis yang sangat penting dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu untuk mencapai suatu tujuan perlu adanya rangsangan yang dapat menarik perhatian seseorang. Sardjoe menjelaskan di dalam bukunya Psikologi Umum sebagai berikut :

Perhatian itu merupakan reaksi umum dari organisme dan kesadaran, yang menyebabkan bertambahnya aktifitas dalam konsentrasi dan pembatasan kesadaran terhadap suatu obyek (Kartono, 1984 : 154)

Seorang guru yang mempunyai tugas berat yaitu mendidik atau membimbing, menasehati, mengarahkan, memberi dan menjadi tauladan bagi siswanya selain itu juga memberi motivasi agar siswanya selalu memiliki perhatian atau memperhatikan pendidikan gurunya terutama pendidikan Agama Islam. Dengan perhatian siswa yang sungguh-sungguh terhadap Pendidikan Agama Islam maka pendidikan tersebut akan berhasil dengan baik.

  1. 2.      Macam-macam Perhatian

Ada beberapa macam perhatian yaitu :

  1. Perhatian spontan yang disengaja

–          Perhatian spontan, spontan atau perhatian asli yang disebut juga perhatian langsung adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya karena tertarik pada sesuatu, bukan karena dorongan kemauan.

–          Perhatian disengaja adalah perhatian yang timbul karena dorongan kemauan atau karena adanya tujuan tertentu. Misalnya seorang anak mendapat dorongan dari orang tuanya supaya rajin mengaji di Masjid dan oleh keinginannya sendiri, maka setiap saat perhatiannya terhadap pendidikan mengaji selalu kuat, karena besar atau kuat perhatiannya itu akan mengaji dengan tekun, rajin dan penuh tanggung jawab, karena ia telah menyadari bahwa mengaji itu merupakan kebutuhan hidupnya.

  1. Perhatian statis dan dinamis

–          Perhatian statis adalah perhatian yang tetap terhadap sesuatu. Dengan perhatian yang tetap itu, maka dalam waktu yang agak lama, perhatian akan menjadi kuat, misalnya : seorang siswa selalu memperhatikan pelajaran dan pendidikan agama Islam karena tertarik pada pendidikan Agama Islam makin lama perhatian siswa tersebut bertambah kuat, tidak mudah pindah ke obyek lain karena pendidikan tersebut cocok untuknya.

–          Perhatian dinamis ialah perhatian yang mudah berubah-ubah, bergerak atau pindah dari obyek yang satu ke obyek yang lain, agar perhatian kita terhadap sesuatu tetap kuat, maka perlu sering diberi perangsang baru.

  1. Perhatian konsentratif dan distributif

–          Perhatian konsentratif atau perhatian memusat yakni : perhatian yang hanya ditujuakan pada satu obyek atau satu masalah tertentu, misalnya: seseorang sedang berdo’a, saat itu jiwanya dipusatkan hanya untuk berdo’a kepada Allah saja perhatiannya tidak bercabang umumnya agak tetap, kukuh, kuat dan perhatiannya tidak mudah pindah ke obyek yang lain.

–          Perhatian distributif atau perhatian yang terbagi-bagi dengan perhatian ini orang dapat membagi-bagikan perhatiannya kepada beberapa arah dengan sekali jalan dan dalam waktu yang bersamaan, misalnya : guru sedang mengajar perhatiannya terbagi kepada materi pelajaran, sikap siswa, kondisi siswa dan lain-lainnya.

  1. Perhatian sempit dan perhatian luas

–          Perhatian sempit adalah perhatian yang mudah dipusatkan kepada suatu obyek yang terbatas, sekalipun berada pada tempat yang ramai, jiwanya tidak mudah digoda keadaan sekitarnya, tidak mudah mengalihkan perhatiannya ke obyek lainnya.

–          Perhatian luas adalah perhatian yang mudah tertarik oleh kejadian-kejadian di sekelilingnya, mudah dipengaruhi, mudah terangsang dan mudah mencurahkan jiwanya kepada hal-hal yang lain (Ahmadi, 1983: 99 – 100)

  1. 3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perhatian Siswa

Yang dapat mempengaruhi perhatian siswa ada dua faktor, yaitu :

  1. Faktor intern atau faktor pembawaan juga disebut faktor heriditas, faktor ini timbul dari diri siswa itu sendiri karena menarik pada sesuatu dan tidak didorong oleh kemauan.
  2. Faktor ekstern yang disebut faktor milieu atau faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini ada beberapa macam, misalnya faktor pendidikan jika di sekolah adalah guru dengan pendidikan atau bimbingan, nasehat, arahan, teladan dan motivasi maka akan menumbuhkan perhatian siswa terhadap pendidikan agama Islam. Juga perhatian siswa bisa dipengaruhi dari teman-temannya dengan cara sering diajak belajar bersama, diajak mengaji, diajak bermain bersama kegiatan yang seperti ini akan mempengaruhi perhatian siswa, oleh karen itu siswa hendaknya dapat memilih teman yang dapat memberi pengaruh yang positif, agar dapat menumbuhkan perhatian siswa terhadap pendidikan khususnya pendidikan agama Islam. Jika siswa sedang berada di rumah yang dapat mempengaruhi perhatiannya adalah keluarga terutama orang tua, oleh karena itu orang tua harus mendidik atau mendidik atau membimbing, menasehati, memberi atau menjadi teladan yang baik agar dapat menumbuhkan perhatian siswa terhadap pendidikan khususnya pendidikan Agama Islam.

B.     Kajian tentang Pendidikan Agama Islam

  1. 1.      Pengertian

Pengertian pendidikan agama Islam menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri adalah sebagai berikut :

Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung didalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuan dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akherat (Daradjat, 1996 : 88)

Demikianlah pengertian Pendidikan Agama Islam tersebut di atas bahwa yang dimaksud mendidik adalah membimbing dan mengasuh siswa, agar siswa tersebut mampu memahaminya ajaran Islam secara keseluruhan, menghayati dan mengamalkannya sehingga dapat selamat di dunia dan akherat.

Mengingat demikian pentingnya arti pendidikan Agama Islam bagi anak, maka guru harus mendidik siswa dengan sungguh-sungguh bila ingi berhasil tugasnya sebagai pendidik. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka guru Agama harus membekali dirinya dengan segala persyaratan sebagai guru dengan memperdalam ilmu Dikdaktik dan ilmu Metodik serta ilmu pengetahuan baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama, memahami betul-betul perkembangan jiwa anak sesuai dengan usia anak, memahami latar belakang anak dan anak usia SD perlu sering contoh dan pembiasaan.

  1. 2.      Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan agama Islam, juga merupakan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila, karena peningkatan ketaqwaan terhadap tuhan yang maha esa yang tercantum dalam GBHN 1993 – 1988.

Tujuan pendidikan agam Islam pada sekolah umum adalah :

Untuk meningkatkan ketagwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti mmperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Daradjat, 1996 : 88)

Mengingat tujuan pendidikan agama Islam yang indah dan bagus, maka pendidikan tersebut harus diberikannya kepada siswa dengan berhasil dengan baik yaitu membentuk pribadi siswa yang berbudi pekerti luhur, cerdas, terampil, bertanggung jawab, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

  1. 3.      Fungsi Pendidikan Agama Islam

Dengan pendidikan agama Islam inilah guru agama memberikan bimbingan, asuhan, latihan, membiasakan memberi dan menjadi contoh kepada siswanya agar menjadi pribadi muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, yang selalu mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya sesuai tuntutan Allah SWT dan Rasul-Nya.

C.    Kajian tentang Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Pendidikan Agama Islam

Pada Umumnya siswa dalam mengikuti pendidikan agama Islam dipengaruhi 2 faktor yaitu : faktor heriditas dan faktor milieu.

  1. Fakor Heriditas atau Faktor Pembawaan

Faktor heriditas adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh siswa sejak masih dalam kandungan, faktor ini adalah : mental, kesadaran, kemauan, daya serap dan minat ada lagi yaitu karakter, karakter dapat dipengaruhi dengan lingkungan atau pendidikan untuk menuju kedewasaan. Menurut pendapat Sardjoe sebagai berikut :

Karakter manusia dapat dididik dan diarahkan serta dikembangkan menjadi watak manusia yang baik (Sardjoe,1994 : 72 – 73)

  1. Faktor Milieu atau Faktor Lingkungan

Faktor Milieu adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini berupa pengalaman-pengalaman, pendidikan alam sekitarnya dan sebagainya (Sardjoe,1994 : 74)

Faktor lingkungan siswa terdiri dari : keluarga, sekolah, dan masyarakat, ketiga faktor tersebut diatas selalu mempengaruhi siswa untuk menuju kesempurnaan atau kedewasaannya.

Dengan demikian berarti siswa harus dipengaruhi dengan memberikan pendidikan untuk menuju kedewasaannya.

Berdasarkan dua faktor yang dapat mempengaruhi pendidikan siswa yaitu interndan ekstern yang penulis kemukakan diatas, maka perlu adanya usaha dan kegiatan agar dapat tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan yaitu terbentuknya manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri dan membangun bangsanya, bertanggung jawab, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Pendidikan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah :

  1. a.      Siswa

Karena mengingat siswa memiliki faktor pembawaan yang dapat dipengaruhi atau dididik dan sangat diharapkan perhatiannya, maka siswa selalu memiliki perhatian yang kuat terhadap pendidikan khususnya pendidikan agama Islam.

Anak didik adalah manusia yang senantiasa mengalami perkembangan sejak terciptanya sampai memasuki liang lahat. Perkembangan disini dimaksutkan perubahan yang selalu terjadi dalam diri anak didik secara wajar (Soetopo, 1982 : 134)

Dengan demikian anak adalah perlu dikembangkan daya imajinasinya sesuai dengan kefitrahannya yang dimiliki sehingga ia mampu menjadi sosok manusia yang mandiri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain karena adanya modal disiplin keilmuan.

Untuk meningkatkan kemauan belajar siswa perlu diberi motivasi. Tajab dalam bukunya Ilmu Jiwa Pendidikan menjelaskan bahwa :

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dn memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai satu tujuan (Tajab, 1994 : 102)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

Motivasi adalah dorongan yang timbul dari seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu (Depdikbud, 1995 : 666)

Berdasarkan dua pendapat tersebut di atas, dapat diambil pengertia bahwa, motivasi belajar adalah daya atau tenaga yang mendorong siswa untuk melaksanakan aktivitas belajar guna mencapai prestasi yang lebh bagus. Dengan demikian motivasi itu erat hubungannya dengan tujuan pendidikan. Maka dari itu apabila motivasi diberikan kepada siswa dalam tarap belajar, tentu akan menumbuhkan perhatian siswa terhadap pelajaran serta rasa tanggung jawab terhadap statesnya sebagai pelajar, sehingga ia akan terdorong untuk belajar yang bersifat ekstrinsik.

  1. Motivasi intrinsik adalah suatu aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu, misalnya anak ungin belajar karena ingin menjadi dokter atau ingin menjadi guru ingin pintar dan sebagainya.
  2. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar diri siswa sendiri yaitu aktivitas belajar yang dilakukan siswa berdasarkan kebutuhan yang tidak mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu sendiri, misalnya siswa belajar untuk memperoleh hadiah, menghindari hukuman, dan sebagainya.

Dengan motivasi inilah perhatian dan kemauan siswa akan mendapat pengaruh yang kuat sehingga siswa akan belajar lebih rajin lagi untuk meningkatkan prestasi yang lebih tinggi.

  1. b.      Pendidik atau Guru

Mendidik adalah tugas yang mulia dan luhur, maka mendidik harus dilakukan dengan rasa tanggung jawab dan ikhlas. Mendidik haruslah diserahkan kepada orang yang memiliki kemampuan dan kesenangan bekerja untuk orang lain.

Pendidik yang penulis maksutkan adalah setiap orang dewasa yang dengan sengaja memberikan pengaruh terhadap seseorang untuk mencapai suatu kedwasaannya (Barnadib, 1999 : 61)

Di antara tugas-tugas pendidik atau guru adalah :

  1. Membimbing, mengarahkan dan mengembangkan kemanusiaan siswa dengan memberikan pendidikan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan umum agar dapat hidup mandiri dan bertanggung jawab serta mau melaksanakan kewajibannya dengan baik.
  2. Membina kepribadian siswa, agar menjadi manusia yang berbudi pekeri luhur, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta patuh terhadap orang tua dan gurunya.
  3. Membina siswa agar dapat menjadi manusia yang terampil, sehat kuat, berilmu dan bercita-cita tinggi.

Mengingat tugas guru demikian berat yaitu mengajar dan mendidik dengan mengupayakan seluruh potensinya siswa yang terdiri dari :

Konitif, efektif dan psikomotoriknya. Dengan beban dan tanggung jawabnya guru yaitu begitu besar, maka untuk menjadi guru sudah barang tentu diperlukan syarat-syarat yang memadai pula.

Adapula syarat menjadi guru, menurut beberapa pakar pendidikan adalah sebagai berikut :

  1. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi sebagai berikut:

Untuk diangkat sebagai pendidik/pengajar, yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga Pengajar (UUD RI 1989 : 63)

  1. Menurut Munir Mursi, tatkala membicarakan syarat-syarat guru kuttab (semacam Sekolah Dasar di Indonesia) menyatakan bahwa syarat terpenting bagi guru dalam Islam adalah sebagai berikut :
    1. Dewasa, sebaba salah satu tugas guru adalah mendewasakan potensi anak didik, maka terlebih dahulu guru harus dewasa, orang dewasa tentunya memiliki bekal pengalaman yag lebih matang dibandingkan dengan anak yang diajarnya.
    2. Sehat jasmani dan rohani, seorang guru harus mempunyai kesehatan yang sempurna. Sebab adanya kekurang sehatan atau cacat jasmani dan rohani, akan dapat mengganggu kelancaran dalam proses pendidikan dan pengajaran, bahkan dapat membahayakan guru dan siswa.
    3. Mempunyai keahlian, seorang guru harus mempunyai keahlian dalam mendidik, oleh karena itu ia dituntut untuk menguasai ilmu yang akan diajarkan dan kemampuan mengajar dan mendidik.
    4. Berbudi pekerti luhur, guru harus mempunyai budi pekerti luhur dan sifat-sifat yang terpuji, yang dapat mendukung tercapainya keberhasilan dalam mendidik dan mengajar.

Dengan terpenuhinya beberapa syarat tersebut di atas, maka keberadaan guru khususnya guru-guru di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo akan dapat menjalankan tugasnya yang lebih baik, Guru Agama Islam disamping memberikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa juga harus sanggup mempengaruhi dan menggerakkan jiwa siswa menjadi manusia yang dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik.

 

BAB III

METODE PENELITIAN

  1. Rancangan Penelitian

Dalam penilitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang perhatian siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo. Sesuai dengan judul penelitian, yakni Studi Perhatian Siswa terhadap Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo

Selanjutnya penulis mengambil beberapa langkah untuk menyelesaikan skripsi ini, yakni sebagai berikut :

1)      Persiapan

Dalam suatu kegiatan, persiapan merupakan unsur-unsur yang sangat penting. Begitu juga dalam kegiatan penelitian, persiapan merupakan unsur yang perlu diperhitungkan dengan baik sebab yang baik akan memperlancar jalannya penelitian.

Sehubungan dengan judul dan rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab terdahulu, maka persiapan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a)      Menyusun rencana

Dalam menyusun rencana ini penulis menetapkan beberapa hal seperti berikut ini.

1)      Judul penelitian

2)      Alasan penelitian

3)      Problema penelitian

4)      Tujuan penelitian

5)      Obyek penelitian

6)      Metode yang dipergunakan

b)      Ijin melaksanakan penelitian

Dengan surat pengantar dari Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam (IAIN) Nurul Jadid Jurusan Pendidikan Agama Islam dengan alamat PO. BOX I Paiton Probolinggo, penulis dimohonkan ijin  kepada Kepala SD Negeri Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo. Dengan demikian penulis telah mendapatkan ijin untuk mengadakan untuk melakukan penelitian di tempat tersebut di atas.

c)      Mempersiapkan alat pengumpul data yang berhubungan dengan perhatian siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo, yakni menyusun instrumen untuk angket dan wawancara dan dokumentasi.

2)      Pelaksanaan

Setelah persiapan dianggap matang, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan penelitian. Dalam pelaksanaan tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan menggunakan beberapa metode, antara lain :

a)      Observasi

b)      Interview

c)      Dokumenter

3)      Penyelesaian

Setelah kegiatan penelitian selesai, penulis mulai menyusun langkah-langkah berikutnya, yaitu :

  1. Menyusun kerangka laporan hasil penelitian dengan mentabulasikan dan menganalisis data yang telah diperoleh, yang kemudian dikonsultasikan kepada Dosen Pembimbing dengan harapan apabila ada hal-hal yang perlu direvisi, akan segera dilakukan sehingga memperoleh suatu hasil yang optimal.
  2. Laporan yang sudah selesai kemudian akan dipertaruhkan di depan Dewan Penguji, kemudian hasil penelitian ini digandakan dan disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait.

B.     Populasi dan Sampel Penelitian

  1. Populasi

Populasi merupakan obyek informasi atau kelompok yang menjadi sasaran penelitian. Dalam hal ini T. Raka Jono menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan individu yang ada, yang pernah dan mungkin ada yang merupakan sasaran yang sesungguhnya dari pada suatu penyelidikan” (t.th.1).

Bertolak dari pengertian di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah keseluruhan guru termasuk Kepala SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo dan keseluruhan siswanya.

  1. Sampel

Pengertian mengenai sampel, Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa, “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti” (1997:177). Selanjutnya Suharsimi menyatakan bahwa :

“Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100 lebih 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung setidaknya dari :

  1. Kemampuan peneliti melihat dari segi waktu, tenaga dan dana.
  2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
  3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti, untuk peneliti yang beresiko besar, hasilnya akan lebih besar” (1992:107)

Berdasarkan pengertian di atas, mengingat kemampuan yang terbatas pada diri penulis maka dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel yang terdiri dari semua guru termasuk Kepala Sekolah berjumlah 9 orang dan 50 orang siswa, dengan perincian sebagai berikut : Siswa kelas I s/d V masing-masing diambil 10 orang anak sehingga jumlah semuanya 50 orang anak.

C.    Instrumen Penelitian

Guna memperoleh data yang diperlukan maka perlu adanya alat-alat pengumpul data atau instrumen, sebab instrumen sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Instrumen yang baik akan menghasilkan data-data yang baik dan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu data harus cocok dan mampu bagi pemecahan masalah. Dalam hal ini Winarno Surachmad menyatakan bahwa :

“Setiap alat pengukur yang baik akan memiliki sifat-sifat tertentu yang sama untuk setiap jenis tujuan dan situasi penyelidikan. Semua sedikitnya memiliki dua sifat, reliabilitas dan validitas pengukuran. Tidak adanya suatu dari sifat ini menjadikan alat itu tidak dapat memenuhi kriteria sebagai alat yang baik”. (t.th.:145)

Sifat-sifat yang lain yang harus dipenuhi adalah obyektifitas dan adanya petunjuk penggunaan. Adapun instrumen yang dibuat penulis guna menjaring data adalah pedoman interview terhadap Kepala Sekoalah dan angket untuk siswa.

D.    Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian tidak lepas dari data, karena dengan adanya data atau keadana tertentu dapat membangkitkan niat untuk mengadakan penelitian. Dengan adanya data tersebut orang akan dapat menyesuaikan penelitiannya. Penelitian terhadap suatu obyek itu tidak dapat dilaksanakan dengan baik apabila dari obyek itu tidak dapat dibuat datanya. Data mempunyai pengertian khusus, seperti yang dinyatakan oleh Masud Kasan Kohar bahwa, “data adalah himpunan kenyataan-kenyataan yang mengandung suatu keterangan atau menyusun kesimpulan” (t.th.:61).

Dari definisi di atas maka jelaslah bahwa dalam suatu penelitian diperlukan banyak sekali data agar keputusan yang diambil dapat dipercaya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan haruslah menggambarkan tentang variabel-variabel yang ada pada judul, memilih metode yang tepat, karena kesalahan dalam memilih metode akan berakibat data yang terkumpul kurang memenuhi syarat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karenanya dalam penelitian ini penulis memilih beberapa metode pengumpulan data yang sekiranya tepat untuk penelitian ini, yaitu metode angket, wawancara, dan dokumentasi.

  1. Observasi

Metode observasi adalah suatu teknik untuk memperoleh data dengan menggunkan pengamatan (gejala-gejala) yang diselidiki (Hadi, 1991:36).

Berdasarkan pendapat-pendapat dapat dikemukakan bahwa Observasi adalah merupakan tekhnik atau metode untuk mengadakan penelitian dengan cara mengamati langsung terhadap kejadian, baik di sekolah maupun di luar sekolah dan hasilnya dicatat secara sempurna.

Dengan metode ini peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian, dalam hal ini yang diamati adalah lokasi atau letak penelitian kegiatan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.

  1. Interview

Menurut Bakrun dan Nasruddin (1990:47), menyatakan bahwa, “Wawancara merupakan teknik pengumpul data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara yang bersifat tidak langsung, yaitu wawancara dengan Kepala SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo, untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan pendidikan agama Islam dan perhatian siswa terhadap pendidikan agama Islam yang dilaksakana di lembaga tersebut.

  1. Dokumenter

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkrip, agenda dan sebagainya. (Arikunto, 1993:198)

Dokumentasi adalah suatu penyelidikan yang ditujukan kepada penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu melalui sumber-sumber dokumenter. Dan peneliti menggunakan metode ini adalah untuk memperoleh data SDN Bulujaran Lor III Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo terutama data mengenai siswa, tenaga pendidik serta sarana prasarana yang ada di lembaga tersebut.

  1. E.     Metode Analisis Data

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa data adalah fakta-fakta, bahan-bahan dan keterangan yang sengaja dikumpulkan untuk mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal.

Setelah mengadakan serangkaian proses pengumpulan data dengan cara menggunakan metode analisa deskriptif kwantitatif. Deskriptif adalah menggarbarkan secara tepat sifat-sifat individu atau kelompok tertentu. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisa data prosentase dengan rumus sebagai berikut :

                  F

      P   =  —–  100%

N

Keterangan :

P = Prosentase

F = Frekwensi jawaban yang diperoleh

N = Jumlah Responden

(Sudiono, 1995:40)

 

PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SLTP

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A.    Latar Belakang Masalah

Agama Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah mengandung implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Dalam agama Islam terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan yaitu :

a)      Potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT.

Artinya : ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar, dan beriman kepada Allah SWT, sekiranya ahli kitab beriman : di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Depag. RI. 1987:110)

b)      Potensi pengembangan kehidupan manusia sebagai “Kholifah” di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya baik yang alamiah maupun ijtimaiyah, di mana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya. Firman Allah SWT yang berbunyi :

Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat ; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah dimuka bumi”. (Depag. RI., 1987:13)

Untuk mengaktualisasikan dan memfungsikan potensi tersebut di atas diperlukan ikhtiar kependidikan yang sistematis berencana berdasarkan pendekatan dan wawasan interdisiplinerm, karena manusia semakin kompleks. Kompleksitas perkembangan sosial itu sendiri menunjukkan interelasi dan interaksi dari berbagai fungsi aspek kepentingan.

Agama Islam yang membawa nilai-nilai dan norma-norma kewahyuan bagi kepentingan hidup umat manusia di atas bumi baru aktual dan fungsional bila diinternalisasikan ke dalam pribadi melaui proses kependidikan yang konsisten dan terarah kepada tujuan.

Oleh karena itu proses kependidikan Islam memerlukan konsep-konsep yang pada gilirannya dapat dikembangkan menjadi teori-teori yang teruji dalam praktisasi di lapangan operasional. Bangunan teoritis kependidikan Islam itu akan dapat berdiri tegak di atas fondasi pandangan dasar yang telah digariskan oleh Allah dalam kitab yang wahyukan-Nya.

Maka dengan teori pendidikan Islam itulah, para pendidik muslim akan mengembangkan konsep-konsep baru sesuai dengan kebutuhan zaman dan tempatm sehingga pendidikan Islam akan terus berkembang. Mengacu kepada tuntutan masyarakat yang berkembang secara dinamis-konstruktif menuju masa depan yang lebih sejahtera dan maju.

Bila pendidikan Islam telah menjadi ilmu yang ilmiah dan alamiah, maka ia akan dapat berfungsi sebagai sarana pembudayaan manusia yang bernafaskan Islam yang lebih efektif dan efisien. Kita mengetahui bahwa sejak Islam diaktualisasikan melalui dakwahnya dalam masyarakat sampai kini, proses kependidikan Islam telah berlangsugn 14 abad lamanya, yang mana selama berabad-abad tersebut pendidikan Islam telah mengacu dalam masyarakat yang beraneka ragam kultur dan budayanya, selama itu pula hasil-hasilnya telah mampu mewarnai sikap dan kepribadian manusia yang tersentuh oleh dampak-dampak positif dari keberlangsungan pendidikan Islam tersebut.

Dengan demikian perlu adanya pendidikan yang berkualitas, untuk itu memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, sebab masalah ini secara langsung akan mempengaruhi kebijakan pendidikan selanjutnya. Pemerintah serta para pakar pendidikan dihadapkan pada suatu alternatif yang sulit untuk memilih dan menetapkan kebijakan pendidikan, apa memilih kualitas dengan mengorbankan kuantitas, atau sebaliknya mengutamakan kuantitas dengan mengorbankan kualitas. Masalah kuantitas pendidikan Islam di negara kita ini sudah tidak perlu dikhawatirkan, namun masalah kualitas masih perlu dipertanyakan. Terlepas dari realita tersebut di atas, pemerintah dewasa ini mengupayakan keduanya, sekaligus memprioritaskan untuk meningkatkan mutunya. Mutu tersebut akan dicapai bila mana pendidikan dilaksanakan secara kontinyu, serta dilaksanakan secara terpadu.

Namun di sisi lain, dalam kurun waktu akhir-akhir ini, akibat timbulnya perubahan sosial di berbagai sektor kehidupan umat manusia, beserta timbulnya nilainya ikut mengalami pergeseran yang kurang mapan. Maka pendidikan Islam seperti yang dikehendaki umat Islam harus merubah strategi dan taktik operasional. Strategi dan taktik operasional itu membutuhkan perombakan model sampai dengan institusi-institusinya, sehingga lebih efektif dan efisien.

Rupanya usaha-usaha yang telah dilakukan selama ini ternyata masih kurang mampu untuk mendongkrak tata nilai pendidikan agama yang masih terpuruk. Hal ini terbukti dengan adanya prilaku-perilaku siswa yang masih sering bertentangan dengan tata nilai keislaman.

Dari realitas itulah penulis ingin sekali meneliti tentang “Problematika Pelaksanaan Pendidikan Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo.

  1. B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana problematika pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo.
  2. Faktor apa saja faktor-faktor yang dapat menunjang dan menghambat pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo.
  1. C.    Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis bertujuan untuk :

  1. Mengetahui pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo.
  2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menunjang dan menghambat pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo.
  1. D.    Kegunaan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengarapkan hasil penelitiannya akan bermanfaat bagi :

  1. Pihak sekolah

Sebagai bahan informasi, pertimbangan, dan acuan kerangka berpikir bagi pengelolaan sekolah demi tercapainya tujuan pendidikan sebagaimana yang diahrapkan oleh masyarakat, bangsa dan negara.

  1. Pihak Guru Pendidikan Agama Islam

Dalam penulisan skripsi ini, Guru Pendidikan Agama menjadi obyek utama selain siswa itu sendiri. Eksistensi skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan sebagai bahan evaluasi tambahan untuk kesempurnaan dan perbaikan sistem dan metode pengajaran yang akan datang.

  1. Bagi Penulis

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guna mengadakan penelitian lebih lanjut. Dan untuk mengetahui sejauhmana tingkat kesulitan dan problematika dalam pengajaran agama Islam serta bagaimana solusi yang seharusnya dilaksanakan.

  1. E.     Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain :

  1. Dalam penelitian ini yang dijadikan objek penelitian adalah unsur organik (siswa dan guru). Oleh karena itu hanya dipilih mereka yang betul-betul memahami permasalahan penelitian dan sudah dianggap mewakili.
  2. Waktu penelitian dan biaya yang sangat terbatas, akan tetapi hasil-hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis sudah dianggap cukup representatif.
  1. F.     Definisi Operasional

Definisi operasional dalam skripsi ini dirasa penting dan perlu agar tidak terdapat kesalahfahaman dalam memahami skripsi ini.

  1. Problematika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, “Problem adalah masalah, persoalan”. (1990:701). Jadi yang dimaksud problematika dalam penulisan skripsi ini adalah permasalahan-permasalahan yang terdapat pada pelaksanaan pendidikan agama di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo.

  1. Pelaksanaan

Pelaksaan adalah berasal dari kata “laksana” artinya perbuatan atau cara pelaksanaan sesuatu, kemudian mendapatkan afik “pe” dan “an”, sehingga menjadi kata pelaksanaan yang berarti “tentang sesuatu, perbuatan, perbuatan yang dipergunakan untuk mengerjakan sesuatu”. (Poerwadarmninta, 1983:553).

  1. Pendidikan Agama Islam

Menurut Ahmad D. Marimba adalah “bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.” (1981:23). Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Islam adalah “usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, dan mengenalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. (Depdikbud, 1994:1)


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

  1. A.    Kajian tentang Pendidikan Agama Islam
  1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Sebelum penulis uraikan lebih lanjut mengenai pengertian pendidikan agama, terlebih dahulu akan penulis kemukakan beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan, yang mana banyak para ilmuan memberikan definisi yang berbeda, hal ini disebabkan tinjauan mereka yang berbeda-beda pula.

Adapun pengertian mereka tentang pendidikan, antara lain :

MJ. Langeveld :

“Pendidikan adalah usaha yang sadar yang diberikan oleh yang berkewajiban dengan cara tertentu, teratur dan sistematis agar si terdidik itu bisa berdiri sendiri. (1981:17)”

Khursid Ahmad mengatakan :

Pendidikan adalah suatu latihan mental fisik dan moral, serta tujuannya adalah memproduksi pria dan wanita yang berkebudayaan tinggi sebagai makhluk manusia yang baik dan sebagai warga negara yang patut.(1968:80)

Ahmad D. Marimba dalam bukunya “Pengantar filsafat Islam” berkata :

Pendidikan Islam adalah bimbingan atua pimpinan yang diberikan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. (1984:20)

Dari beberapa definisi di atas dapat penulis disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala pembinaan kepribadian dan pengembangan kemampuan manusia seumur hidup baik jasmani maupun rohani.

Di dalam usaha peningkatan pendidikan tidak terlepas dari unsur-unsur pendidian yaitu :

  1. Adanya tujuan
  2. Adanya pendidikan
  3. Adanya anak didik
  4. Alat yang digunakan
  5. Lingkungan

Adapun pengertian pendidikan Agama Islam akan penulis kemukakan beberapa pendapat sebagai berikut :

Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa :

“Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian yang utama”. (1984:26)

Abd. Rachman Saleh mengemukakan bahwa :

“Pendidikan adalah usaha yang diarahkan kepada terbentuknya kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran agama Islam”. (1989:33)

Dengan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama ialah bimbingan atau pimpinan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak sehingga sesuai dengan ajaran-ajaran agama untuk ke arah terbentunya kepibadian yang utama menurut Islam.

 

  1. Dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar dari pada pendidikan agama merupakan hal yang sangat penting, karena dasar merupakan azas pokok dalam istilah bangunan disebut fondamen suatu bangunan. Kalau fondamenya kuat maka bangunan juga kuat. Yang mendasari dari pada tujuan suatu usaha adalah dasar dari pada sesuatu itu.

Adapun dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia adalah sebagai berikut :

  1. Dasar Agama

Yang dimaksud dengan dasar agama ialah suatu dasar atau landasan yang sudah ditetapkan oleh ajaran agama yaitu : Al Qur’an dan Al Hadits yang harus dijadikan pegangan pertama kali dan diyakini, karena keduanya merupakan sumber dari ajaran Islam.

Adapun segala persoalan yang di luar ketentuan di atas, maka manusia diberi hak untuk berfikir dengan ketentuan hasil pemikiran manusia tersebut tidak bertentnagan dengan garis-garis ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pendidikan agama Islam adalah usaha manusia dalam mewujudkan ajaran-ajaran Islam. Oleh karena itu dasar pemikiran pendidikan agama Islam adalah sebagaimana yang ada dalam sumber di atas.

Adapun landasan pelaksanaan pendidikan agama Islam antara lain surat at Tahrim ayat 6 :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka. (Depag. RI., 1978:951)

Dijelaskan dalam surat an Nahl ayat 125 :

Artinya : “Serulah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (Depag. RI., 1978:652)

Kedua ayat tersebut di atas merupakan pernyataan yang tegas dan menjadi tuntunan bagi manusia untuk menjalankan pendidikan yang berisikan seruan kepada perbuatan yang baik dan mencegah dari perbuatan yang terlarang. Peru diingat bahwa suruhan dan larangan itu bukanlah paksaan dan intimidasi, melainkan nasehat yang baik serta yang bijaksana.

Dalam hadits juga ada pernyataan yang tegas tentang keharusan adanya pendidikan agama, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:

Artinya : Rasulullah SAW, telah bersabda : Sampaikanlah apa-apa yang dari padakum walaupun satu ayat. (HR. Buchari) Bahresi, 1977:121)

Juga dalam hadits Imam Tirmidzi disebutkan :

Artinya : “Siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka ia berjuang di sabilillah hingga kembali. (Bahresi, 1977:126)

  1. Dasar Hukum

Dasar hukum pendidikan agama di Indonesia terdiri dari tiga landasan yang kokoh, yakni :

1)      Pancasila

Bagi bangsa Indonesia, pelaksanaan dalam kehidupan bermasyarakat dan  bernegara didasari jiwa Pancasila yang merupakan pandangan hidup, kesadaran cita-cita moral meliputi suasana kejiwaan.

Dari uraian di atas, dapat diambil pengertian bahwa jiwa Pancasila adalah merupakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi seluruh bangsa Indonesia. Jiwa pancasila tidak saja mendasari kehidupan bangsa, tetapi sekaligus merupakan pandangan hidup yang diyakini dan menjadi cita-cita hukum yang ingin dicapai dan menjadi dasar moral bagi bangsa Indonesia.

Adapun isi Pancasila menurut Undang-Undag Dasar 1945, adalah sebagai berikut :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kelima dasar inilah yang harus kita amalkan secara keseluruhan dan tidak boleh dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, dan atas dasar inilah pendidikan itu dilaksanakan. Untuk merealisir tujuan pendidikan maka diperlukan adanya pendidikan agama kepada anak-anak, karena tanpa adanya agama akan sulit untuk mewujudkan sila pertama dari Pancasila tersebut.

2)      Undang-Undang Dasar 1945

Di dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 masalah pendidikan dan pengajaran tercantum dalam Ban XIII pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :

  1. Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
  2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. (UUD 45, 1978:10)
  1. Dasar Sosial Psychologis

Dasar sosial psikologis adalah dasar yang menyatakan bahwa semua manusia dalam hidupnya senantiasa membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya terdapat perasaan yang mengakui adanya dzat Yang Maha Agung sebagai tempat berlindung dan memohon pertolongan. Hal ini pasti terjadi pada masyarakat yang maju dan modern. Mereka menjadi tenang dan tentram hatinya manakala mereka bisa mendekatkan diri dan mengabdi kepada Allah SWT.

Uraian tersebut di atas sanga relevandengan firman Allah dalam surat Al Ra’du ayat 28 sebagai berikut :

Artinya : (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram. (Depag. RI., 1978:354).

Oleh karena itu manusia selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah., hanya saja cara mereka dalam mengabdi dan beribadah kepada-Nya berbeda-beda sesuai dengan amal yang mereka lakukan.

  1. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan antara suatu negara dengan negara yang lain itu tentu berbeda. Hal ini disebabkan sumber-sumber yang ditetapkan sebagai dasar cita-cita pendidik itu juga berbeda. Di Indonesia pada umumnya kita umumnya mengenal rumusan formal tentang tujuan pendidikan atau pengajaran secara hierarkis. Di mana tujuan yang lebih umum dijabarkan menjadi tujuan yang lebih khsusus, sedangkan tujuan yang lebih khusus adalah merupakan tujuan yang lebih spesifik, yang semuanya diarahkan untuk dapat tercapainya tujuan umum tersebut. Adapun rumusan formal dari tujuan pendidikan secara hierarkis adalah :

Tujuan pendidikan Agama secara umum pendidikan formal di Indonesia adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Zuhairni, dkk. Sebagai berikut :

“Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara.” (Zuhairini, 1989:45)

Kepribadian muslim sebagaimana dipaparkan di atas bila secara filosofis yang mendalam sifatnya masih abstrak dan sulit ditinjau. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditempuh, di mana setiap tujuan tersebut terarah pada pencapaian tujuan agama (Islam) secara umum.

4.      Materi Pendidikan Agama Islam

Yang disebut materi Pendidikan Agama Islam ialah bahan-bahan yang disajikan kepada murid guna mendidik anak. Bahan-bahan pokok pendidikan Agama yang diberikan dalam rangka mendidik anak pada dasarnya adalah sama dengan tingkat jenjang sekolah. Apabila terdapat perbedaan itu hanya ruang lingkup dan luas mendalamnya pembahasan. Pada setiap tigkat bahan pelajaran itu disusun pada rwencana pelajaran yang disebut kurikulum.

Adapun materi pokok dalam Pendidikan Agama Islam adalah :

  1. Masalah keimanan ( aqidah )
  2. Masalah keislaman ( syari’at )
  3. Masalah akhlak ( ikhsan ) (Zuhairini, 1989:59)

Dari tiga masalah tersebut diatas akhirnya timbul beberapa keilmuan dalam agama Islam, yaitu :

  1. Ilmu tauhid
  2. Ilmu fiqh, dan
  3. Ilmu akhlak

1)      Ilmu Tauhid (keimanan).

Ilmu tauhit adalah I’tiqad-I’tiqad batin yang mengajarkan keesaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang menciptakan, mengatur dan meniadakan alam ini. (Zuhairini, 1989:32)

Setelah kita maklumi bahwa segala sesuatu yang ada dibumi ini adalah ciptaan Allah, dan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah dialam ini disebut makluk yang dapat dilihat dengan mata kepala, seperti; manusia, binatang, dan lain-lain. Allah juga menciptakan mahluk halus yang tidak dapat dilihat oleh manusia, mahluk itu adalah manusia, malaikat, jin dan syetan.

Dengan demikian iman itu adalah kepercayaan akan adanya Allah yang telah menjadikan alam ini yang membenarkan apa-apa yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Iman itu dianggap sempurna betul-betul, bila diyakini dengan hati, diikrarkan dengan lesan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan.

Di dalam agama Islam ada kepercayaan yang dinamakan oleh pemeluknya dengan penuh keyakinan dan kesadaran yang dapat mendorong dirinya untuk berbuat baik dan menjauhi larangan Allah SWT.

Adapun hal-hal yang wajib diimani dalam agama Islam ada 6 perkara yaitu

  1. Iman kepada Allah
  2. Iman kepada malaikat Allah
  3. Iman kepada kitab-kitab Allah
  4. Iman kepada rasul-rasul Allah
  5. Iman kepada hari kemudian, dan
  6. Iman kepada qadla’ dan qadar

Keenam (6) iman itu berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW. Yang berbunyi :

Artinya  : Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, para rasul-Nya, hari qiamat dan kepada qadar ketentuan baik dan buruk.“ (Mu’in, t.th.:129)

2)      Ibadah (syari’ah)

Syari’at menurut Zuhairini adalah :

“Berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur antara manusia dengan Tuhan dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.” (Zuhairini, 1989:35)

 

Adapun ibadah itu terdiri atas :

  1. Syahadat
  2. Shalat
  3. Zakat
  4. Puasa
  5. Haji

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

Artinya  :  Dan dari Ibnu Umar ra, bahwa sesungguhnya Rasullullah saw, bersabda : Didirikan agama Islam itu atas lima perkara, yaitu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad pesuruh Allah, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah, puasa pada bulan Ramadlan.” (Nawawi, t.th.:501)

3)      Akhlaq (budi pekerti).

Akhlaq yaitu suatu amalan yang bersifat pelengkap, penyempurna bagi kedua amal tersebut di atas dan yang mengajarkan tentang cara pergaulan hidup manusia.

Akhlaq atau budi pekerti itu memang penting bagi kehidupan manusia di dunia ini, karena akhlaq bisa digunakan sebagai berometer,alat pengukur tinggi atau rendahnya pribadi seseorang bahkan dapat pula untuk mengetahui sempurna atau tidaknya iman seseorang. Maka semakin sempurna akhlaq maka semakin sempurna iman. Makin merosotnya akhlaq semakin merosot pula iman seseorang. Dan Nabi Muhammad SAW. Adalah sebaik-baik akhlaq manusia, sehingga pantas dijadikan suri tauladan bagi ummatnya.

Sabda Nabi Muhammad SAW :

Artinya : “Aku diutus ialah untuk menyempurnakan akhlaq moral yang mulia”. (Depag. RI., 1982:59)

Dengan adanya Hadits tersebut Rasulullah SAW. diutus oleh Allah SWT. untuk menyempurnakan budi pekerti, mengatur hubungan manusia dengan Khaliq, manusia dengan alam, hubungan manusia dengan sekitarnya dan dengan dirinya sendiri.

Semua ini karena Islam sebagai agama samawi yang terakhir mempunyai moral Islam, karena manusia tanpa moral Islam akan merusak diri sendiri dan manusia lainnya serta alam sekitarnya. Betapapun tingi pengetahuan dan tehnologi mereka seperti yang sedang dialami manusia dewasa ini.

Allah juga memperingatkan manusia yang tidak mengacuhkan moral Islam dengan firman-Nya dalam surat Al-Imran, ayat 112 :

Artinya: “Kehinaan mereka dimana saja, kecuali (jika) memegang tali Allah (agama Allah) dan memegang tali sesamanya (memelihara pergaulan yang baik sesama manusia) dan mereka kembali mendapat kemarahan Allah ditimpahkan kepadanya kemiskinan. Demikian itu lantaran kafir terhadap ayat-ayat Allah dan membunuh Nabi-nabi tanpa alasan yang benar (nereka lakukan), demikian karena mereka durhaka dan melampaui batas”.(Depag. RI., 1982:89)

B.     Kajian tentang Problematika Pendidikan Agama

  1. 1.      Pengertian Problematika

Problematika adalah suatu istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu : “Problem”, yang berarti “soal atau masalah” (demikian menurut Munisu HW, Dkk 1987:268).

Sedangkan menurut Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dalam buku yang berjudul “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, bahwa : “Problem adalah masalah, persoalan”. (1990:701).

Jadi problema yang dimaksud penulis dalam judul skripsi adalah permasalahan-permasalahan yang terdapat pada pelaksanaan pendidikan agama di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo tahun pelajaran 2002/2003.

  1. 2.      Problema Pelaksanaan Metode Pendidikan Agama

Adapun problema dalam pelaksanaan pendidikan agama, adalah sebagai berikut :

  1. Problem metode ceramah

Pada umumnya dalam menggunakan metode ceramah memenuhi beberapa kesulitan, di antaranya bagaimana seorang guru membangkitkan siswa agar tidak pasif dan bagaimana pula agar pelajaran tidak bersifat pemompaan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka perlu menggunakan metode variasi seperti metode tanya jawab, diskusi dan lain sebagaiya.

  1. Problem metode tanya jawab

Dalam melaksanakan metode tanya jawab dapat menimbulkan penyimpangan dari pokok pelajaran, karena dari proses tanya jawab sangat besar kemungkinan siswa-siswi menimbulkan masalah baru dan penyimpangan dari pokok pelajaran yang sedang dibahas atau dipelajari. Oleh karena itu, untuk mengatasi metode tersebut, maka dalam penggunaannya perlu dipersiapkan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya.

  1. Problem metode diskusi

Dalam melaksanakan metode diskusi kadangkala timbul penyimpangan dari tujuan, karena masalah yang dipecahkan bersifat kompleks.

Dalam hal guru sebagai pembimbing, pengatur tata tertib sekaligus mengatasi permasalahan agar diskusi itu berjalan pada garis yang sebenarnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu tujuan pelajaran.

  1. Problem metode demonstrasi

Problem dalam penggunaan metode demonstrasi yaitu banyaknya memakan waktu dan perhatian yang harus dibutuhkan. Oleh karena itu, untuk mengatasi metode tersebut, maka seorang pendidik harus mengambil langkah utuk memberikan landasan teori terhadap materi yang akan didemonstrasikan. Atau dapat menggunakan metode ini hanya pada masalah yang praktis saja seperti masalah ibadah dan akhlak.

  1. Problem metode sosiodrama

Problem dalam pelaksanaan metode sosiodrama adalah terlalu banyaknya memakan waktu, dan  siswa sering tidak mau untuk maju memegang peranan.

Problem dalam pelaksanaan metode sosiodrama adalah terlalu banyaknya memakan waktu, yaitu siswa sering tidak mau memerankan adegan karena malu bila pelaksanaan metode ini gagal, maka tidak akan memperoleh kesimpulan. Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan metode ini terlebih dahulu harus menceritakan yang sejelas-jelasnya terhadap masalah yang akan didemonstrasikan.

  1. Problem metode pemberian tugas

Yang menjadi problema dalam pelaksanaan metode pemberian tugas adalah seringkali siswa melakukan penipuan tugas di mana siswa hanya meniru atau menyalin pekerjaan orang lain bahkan adakalanya tugas itu dikerjakan oleh orang lain.

Dalam upaya mengatasi problem di atas, maka ada dua hal yang harus ditempuh oleh seorang guru agama :

  1. Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tugas yang harus dikerjakan, sehingga siswa mengerti betul terhadap tugas yang dikerjakan.
  2. Mengadakan pengawasan secara intensif, sehingga mendorong siswa untuk berlajar aktif.
  1. 3.      Problema Pelaksanaan Pendidikan Agama

Problema pelaksanaan pendidikan agama dapat penulis bagi pada beberapa problem, antara lain sebagai berikut :

  1. Problem yang berhubungan dengan pendidik

Dalam hal ini, apabila pendidik kurang memperhatikan keberadaan dirinya dalam setiap melaksanakan tugasnya seperti membuat satpel atau persiapan mengajar, absen siswa, jurnal mengajar, buku nilai dan lain sebagainya yang harus dipersiapkan, maka akan menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif pada diri anak didik, misalnya timbul sifat antipati kepada guru, kurang percaya, sering terlambat, tidak disiplin dalam mengikuti pelajaran dan lain sebagaiya.

Jika sudah demikian keberadaannya, maka pelaksanaan peroses belajar mengajar akan terbengkalai, yang sudah barang tentu cita-cita pendidikan tidak akan tercapai. Problem semacam ini yang kadangkala menimbulkan kenakalan anak pada usia sekolah.

Selain tersebut di atas, problem atau kesulitan yang dihadapi guru, antara lain sebagaimana yang diungkapkan oleh Zuhairini, berikut ini :

1)          Kesulitan dalam menghadapi adanya perbedaan individual murid, yang disebabkan oleh karena perbedaan I.Q.nya, watak, back ground kehidupannya.

2)          Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan anak yang dihadapinya.

3)          Kesulitan dalam memilih metode yang tepat

4)          Kesulitan dalam mengadakan evaluasi dan dalam karena kadang-kadang kelebihan waktu atau kekurangan waktu. (1987:39)

Kelima kesulitan atau problema tersebut di atas, dapat diatasi dengan baik apabila seorang guru sudah profesional dan lama mengajar (berpengalaman).

  1. Problema yang berhubungan dengan anak didik

Dalam ajaran Islam anak mempunyai kewajiban untuk taat dan patuh serta berbakti kepada kedua orang tuanya. Dan orang tua berkewajiban mendidik putra-putrinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT., berbudi pekerti yang luhur dan perbuatan baik lainnya. Dengan sebab kewajiban orang tua dalam mendidik putra-putrinya tidak punya cukup waktu yang memadai, maka orang tua menempuh jalan yang mudah dengan cara menitipkan putra-putrinya di lembaga-lembaga pendidikan, seperti pondok pesantren, sekolah umum maupun agama.

Dalam memilih sekolah kadangkala terjadi perbedaan antara anak dengan orang tuanya. Si anak bermaksud sekolah di lembaga pendidikan yang sesuai dengan keinginannya, sedangkan orang tua menginginkan si anak sekolah pada lembaga pendidikan yang sesuai dengan keinginannya pula. Anak yang ingin menyenangkan hati orang tuanya dan takut tergolong ke dalam anak yang durhaka, maka tidak ada jalan lain kecuali menuruti kehendak orang tua walaupun sebenarnya tempat pendidikan yang menjadi pilihan orang tuanya tidak sesuai dengan kehendaknya.

Sebaliknya anak yang keras kemauannya dan mempertahankan kehendaknya tetapi memilih sekolah yang sesuai dengan keinginan sendiri walaupun harus bertolak belakang dengan keinginan orang tua, maka hal yang demikian ini akan berbuntut negatif terhadap kelangsungan pendidikan anak, misal orang tua kurang memberikan semangat atau motivasi serta bimbingan terhadap sang anak. Kejadian semacam ini merupakan problem pendidikan yang dapat menentukan jati dirnya. Oleh karena itu, seorang anak mempunyai sifat, watak dan kehendak serta tujuan yang berbeda dengan pandangan orang dewasa. Dalam menghadapi hal ini, peranan orang tua sangat dibutuhkan dalam bertindak sebagai pembimbing, pengaruh, pendorong bagi anak dalam meraih cita-cita yang diharapkan.

Selanjutnya, juga penting diperhatikan oleh anak usia sekolah ialah belajar dan mau mengulangi lagi pelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah setelah berada di rumah secara rutin dan merupakan suatu kebiasaan yang baik, sert besar sekali manfaatnya dalam meraih kesuksesan, lebih-lebih pada zaman sekarang ini bahwa dengan pesatnya ilmu pengeahuan dan teknologi kita dituntut untuk membentuk sumber daya manusia seutuhnya dengan mengutamakan kualitas pendidikan harus ditingkatkan. Oleh karenanya, kalau anak didik hanya menggantungkan diri dari hasil pelajaran yang diberikan guru di sekolah, sudah barnag tentu hasilnya kurang memuaskan. Apalagi jika sepulang sekolah anak tidak lagi mau belajar, maka hal ini tidak akan mendukung terhadap keberhasilan pendidikan yang ditempuhnya. Sebab kebiasaan malas merupakan problem yang perlu diatasi oleh orang tua terhadap kegiatan belajar anak didik di rumah serta kegiatan-kegiatan lain yang dapat mendukung keberhasilan dalam meraih prestasi belajarnya.

Di samping itu, yang tidak kalah petingnya adalah teman sepergaulan dapat mempengaruhi anak, di mana temah sepergaulan itu tidak mempunyai latas belakang pendidikan yang baik, maka besar kemungkinan dapat memberi pengaruh yang negatif terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak didik.

Dari uraian di atas, bahwa pembentukan pribadi anak didik tergantung kepada kedua orang tua dan guru di sekolah.

  1. Problema yang berhubungan dengan alat pendidikan.

Dalam hal ini, Zuhairini, Dkk., mengemukakan bahwa : “Alat pendidikan ialah segala sesuatu yang dipergunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan”. (1987 ; 42).

Berdasarkan pengertian diatas, bahwa alat pendidikan sangat luas sekali, termasuk di dalamnya adalah kurikulum, metode mengajar, administrasi pendidikan dan lain sebagainya yang dapat membantu terhadap kelangsungan kegiatan proses belajar.

Terbatasnya alat pendidikan / fasilitas pedidikan merupakan probem yang harus diatasi oleh pihak yang berwenang, yaitu pemerintah. Sebab alat pendidikan yang disediakan oleh pemerintah tergantung pada keadaan dan kemajuan dari pada negara tersebut. Semakin maju satu negara maka semakin lengkap alat atau fasilitas pendidikan yang dimilikinya, dan pendidikan dapat berjalan dengan baik.

Alat atau fasilitas pendidikan yang menyangkut sarana dan prasarana di negara kita tercinta kenyataan menunjukkan bahwa masalah pengadaan gedung sekolah baik negeri maupun swasta telah memenuhi syarat dan telah medadai daya tampungnya. Disamping itu, pengadaan buku paket, alat-alat pendidikan, dan lain sebagainya dapat kita rasakan bersama pada masa sekarang ini.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, Rasulullah SAW. bersabda :

Artinya :

“Semua anak dilahirkan atas kesucian atau kebersihan, maka kedua orang tuanyalah  yang menyebabkan anak menjadi yahudi, nasrani atau majusi”. (HR. Muslim), (tt;458).

Dengan demikian, khususnya orang tua mempunyai tanggung jawab yang penuh untuk mendidik putra putrinya agar menjadi anak yang sholeh, anak yang selamat di dunia dan di akherat.

  1. Probema yang berhubungan dengan faktor lingkungan.

Ada tiga hal probel pelaksanaan pendidikan agama yang berhubungan dengan faktor lingkungan, di antaranya sebagai berikut :

1)      Lingkungan keluarga.

Sebagian besar waktu anak adalah berada dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu keluarga berpengaruh besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak itu.

Ada   beberapa   hal   yang   berpengaruh   dari   lingkungan   keluarga, antara lain :

a)      Kesediaan orang tua menerima anak sebagai anggota keluarga.

b)      Pertengkaran dan selisih paham antara kedua orang tua.

c)      Sikap demokratis atau otoriter anggota keluarga.

d)     Keharmonisan antara kedua orang tua.

e)      Keadaan ekonomi keluarga.

f)       Hubungan keluarga dengan masyarakat sekitarnya. (Dep.Dik.Bud, 1980:2).

Anak yang lebih banyak mendapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, maka sudah barang tentu akan lebih merasa senang dan aman serta tentram dalam kehidupannya. Sebaliknnya apabila dibandingkan dengan anak yang hidup dalam keluarga yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang, maka akan mengakibatkan anak tersebut tidak betah di rumah.

Suasana negatif dalam lingkungan keluarga akan membawa dampak yang negatif pula, sehingga anak tidak tenang, aman dan temtram ketika berada dirumah. Akibatnya anak sering keluyuran, kestabilan belajar tidak lagi terkontrol dengan baik.

Dengan demikian, pertengkaran, selisih paham, sikap demokratis dan otoriter, keharmonisan, keadaan ekonomi keluarga akan membawa terhadap kelangsungan pendidikan anak.

2)      Lingkungan sekolah.

Pengaruh lingkungan sekolah dalam pembentukan pribadi anak, anatara lain dilatar belakangi oleh :

  1. Kurikulum.
  2. Hubungan guru dengan siswa
  3. Tata tertib dan,
  4. BP.3 (Dep.Dik.Bud, 1980:3).

Hubungan guru dengan siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar, tata tertib, dan peranan BP3, merupakan kegiatan yang mempengaruhi pola sikap siswa. misalnya sekolah yang berorientasi kejuruan, namun demikian faktor guru merupakan suatu hal yang perlu mandapat perhatian. Ini disebabkan karena guru adalah sebagai pengganti orang tua disekolah, sehingga guru menjadi tokoh identifikasi yang mewarnai pribadi anak didik.

Dalam pelaksanaan kurikulum, tugs guru sebagai tenaga edukatif hendaknya dilaksanakan denga sebaik-baiknya, disiplin, tepat waktu, membuat persiapan mengajar dan lain sebagainya. Siswa yang tidak mengindahkan disiplin dalam melaksanakan tugas,m sering terlambat, tidak memenuhi kriteria yang semestinya melaksanakan tugas akan menghambat keberhasilan pendidikan dan pengajaran disekolah. Demikina pula hubungan yang kurang baik akan merupakan probema pendidikan yang akan menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Di samping itu situasi dan kondisi sekolah memberikan arti baik kepada anak didik. Situasi dan kondisi sekolah yang tenang dan jauh dari keramaian akan lebih baik dari pada sekolah yang dekat dengan keramaian, hiruk pikuk dan lain sebagainya.

3)      Lingkungan masyarakat.

Selain lingkungan keluarga, sekolah, anak sebenarnya tidak bisa lepas dari lingkungan masyarakat pada umumnya. Dalam masyarakat anak bergaul dekat dengan teman sebaya, tetangga serta ikut aktif dalam kegiatan keagamaan, olah raga dan lain sebagainya.

Kegiatan-kegiatan tersebut apabila dilaksanakan dengan pengaturan waktu yang baik sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar anak didik dirumah, maka jelas akan manfaatnya bagi anak didik. Sebaliknya jika lingkungan masyarakat terdiri dari hal-hal yang kurang menguntungkan, maka besar kemungkinan akan memberikan dampak pengaruh negatif kepada anak didik yang dapat menghambat keberhasilan pendidikannya.

  1. 4.      Faktor Penunjang dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Agama
  2. Faktor Penunjang

Ada beberapa hal yang dapat menunjang pelaksanaan pendidikan agama di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo adalah sebagai berikut :

1)      Dukungan Kepala Madrasah yang selalu memberikan bimbingan, pengarahan serta motifasi kepada guru agama dalam mengembangkan pendidikan agama.

2)      Partisipasi aktif para guru dalam pendidikan agama, terutama pada peringatan hari-hari besar Islam.

3)      Adanya beberapa tempat kegiatan keagamaan, baik di Madrasah itu sendiri maupun disekitarnya yang memberikan pelajaran agama (nilai-nilai Islam).

  1. Faktor Penghambat

Hidup manusia di dunia ini selalu kepada berbagai masalah atau kesulitan. Begitu juga seorang pendidik yang sedang dalam tugas mengajarnya atau pengajar yang masih dalam proses pendidikannya baik yang berhubungan dengan kegiatan sekolah maupun menyesuaikan hidup dengan kehidupan dalam kelurga, dengan tugasnya masing-masing serta tanggung jawab masing-masing.

Untuk mengatasi kesulitan atau hambatan yang dihadapi guru dalam pelaksanaan pendidikan agama, maka Zuhairini, mengemukakan sebagai berilkut :

1)      Guru agama harus Zuhud, yakni Ikhlas dan bukan semata-mata bersifat materialistis.

2)      Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian bersih dan rapi, dan ahlaknya juga baik.

3)      Bersifat pemaaf, sabar dan pandai menahan diri.

4)      Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru (cinta kepada murid-muridnya seperti anaknya sendiri).

5)      Mengetahui tabiat dan tingkah berfikir anak.

6)      Menguasai bahan pelajaran yang diberikan. (1987;34 – 35).

Pendeknya, guru itu harus dapat memikat anak didik dengan sifat-sifat pendidik yang baik dalam memberikan contoh/tauladan yang baik kepada anak didiknya, sehingga dapat tertarik perhatiannya kepada guru dan apa-apa yang disampaikannya akan dilaksanakan dan diterima dengan senang hati.

Dengan demikian, maka dengan beberapa syarat tersebut di atas, maka hambatan-hambatan atau kesulitan-kesulitan dapat diatasi dengan mudah.

BAB III

METODE PENELITIAN

 

  1. A.    Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menyusun rancangan penelitian sesistematis dan seefisien mungkin, agar dalam penulisannya nanti tidak memakan waktu yang lama dan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk memperoleh data tentang Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo, peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi dengan mendatangi dan menanyakan langsung kepada sumber data yang bersangkutan, dalam hal ini guru Agama Islam dan siswa kelas I, II, dan III.

Selanjutnya hasil dari data yang telah diperoleh ditabulasikan dengan menggunakan rumus prosentase. Hal ini dilakukan untuk dapat mengklasifikasikan dan mendapatkan jawaban dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

Secara lebih jelasnya rancangan penelitian yang penulis laksanakan adalah sebagaimana di bawah ini.

1)      Persiapan

Dalam suatu kegiatan, persiapan merupakan unsur-unsur yang sangat penting. Begitu juga dalam kegiatan penelitian, persiapan merupakan unsur yang perlu diperhitungkan dengan baik sebab yang baik akan memperlancar jalannya penelitian.

Sehubungan dengan judul dan rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab terdahulu, maka persiapan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a)      Menyusun rencana

Dalam menyusun rencana ini penulis menetapkan beberapa hal seperti berikut ini.

1)      Judul penelitian

2)      Alasan penelitian

3)      Problema penelitian

4)      Tujuan penelitian

5)      Obyek penelitian

6)      Metode yang dipergunakan

b)      Ijin melaksanakan penelitian

Dengan surat pengantar dari Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo, penulis dimohonkan ijin ke Kepala SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo. Dengan demikian penulis telah mendapatkan ijin untuk mengadakan untuk melakukan penelitian di tempat tersebut.

c)      Mempersiapkan alat pengumpul data yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam di SLTP, yakni menyusun instrumen dan wawancara serta dokumentasi.

2)      Pelaksanaan

Setelah persiapan dianggap matang, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan penelitian. Dalam pelaksanaan tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan menggunakan beberapa metode, antara lain :

a)      Observasi

b)      Wawancara / interview

c)      Angket

3)      Penyelesaian

Setelah kegiatan penelitian selesai, penulis mulai menyusun langkah-langkah berikutnya, yaitu :

  1. Menyusun kerangka laporan hasil penelitian dengan mentabulasikan dan menganalisis data yang telah diperoleh, yang kemudian dikonsultasikan kepada Dosen Pembimbing dengan harapan apabila ada hal-hal yang perlu direvisi, akan segera dilakukan sehingga memperoleh suatu hasil yang optimal.
  2. Laporan yang sudah selesai kemudian akan dipertaruhkan di depan Dewan Penguji, kemudian hasil penelitian ini digandakan dan disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait.
  1. B.     Populasi, Sampel dan Responden

Langkah awal dari suatu kegiatan penelitian ialah menentukan populasi dan sampel penelitian. Hal ini dipergunakan untuk menetapkan besar kecilnya populasi, sehingga nantinya dapat diambil sampel yang representatif guna memperoleh generalisasi yang akurat dan realistis.

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah ditetapkan di atas, maka dapat dijadikan populasi penelitian adalah seluruh siswa SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo beserta seluruh guru pendidikan agama Islam.

Suharsimi Arikunto mendefinisikan populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. (Arikunto, 1993:103) Nazir menyatakan populasi adalah kumpulan individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang telah ditetapkan, dinamakan variabel.

Adapun jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan proporsional sampel, menurut Sutrisno Hadi, berpendapat bahwa:

Proporsional sampel, jika populasi terdiri dari beberapa sub populasi yang tidak homogen dan tiap-tiap sub populasi akan diwakili dalam penyelidikan, maka pada prinsipnya ada dua jalan yang ditempuh :

  1. Mengambil sampel dari tiap-tiap sub populasi tidak memperhitungkan besar kecilnya sub populasi, atau
  2. Mengambil sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi itu.” (Arikunto, 1993:91)

Untuk mengumpulkan data peneliti harus menentukan responden yang akan diteliti. Responden merupakan penjawab dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Data-data tersebut bisa menjadi data primer ataupun data skunder menurut kualitas data yang diberikan oleh responde tersebut.

Dari berbagai pendapat di atas, maka dalam penentuan responden peneliti menggunakan teknik proporsional random sampling yaitu dengan cara mengambil populasi yang ada SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo, dari populasi tersebut diambil menjadi sub populasi. Sehingga dari sub-sub populasi yang ada tersebut dijadikan responden dalam penelitian ini.

  1. C.    Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan yang diharapkan, sehingga data yang diperoleh itu benar-benar valid, maka dalam setiap penelitian terlebih dahulu harus menentukan metode apa yang akan dipakai untuk mendapatkan serta mengumpulkannya. Sebab metode merupakan kunci keberhasilan dalam suatu penelitian.

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Metode Observasi

Metode observasi diartikan sebagai metode penyelidikan dan pencatatan untuk memperoleh data melalui pengamatan langsung terhadap obyek penelitian. Metode observasi merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan data dengan jalan mengamati dan mencatat secara teratur, sistematis terhadap objek diselidiki baik secara langsung maupun secara tidak langsung sesuai dengan jangka waktu tertentu.

Dalam hal ini terdapat jenis-jenis observasi sebagai berikut:

  1. Observasi partisipan – observasi nonpartisipan
  2. Observasi sistematik – observasi nonsistematik
  3. Observasi eksperimental – observasi noneksperimental. (Arikunto, 1993:141).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan observasi nonpartisipan artinya : peneliti tidak ikut terjun langsung pada kejadian yang diselidiki tetapi sebagai pengamat saja.

Adapun metode ini digunakan untuk meraih data tentang :

  1. Lokasi dan obyek daerah penelitian
  2. Keadaan siswa dan guru di SLTP Zainul Hasan 2 Condong Gading Probolinggo
  3. Keadaan sarana dan prasarana sekolah
  4. Aktifitas belajar mengajar
  1. Metode Interview

Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpul data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan atau penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab itu dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.

  1. Metode Angket

Metode angket dapat dilakukan dengan adanya sejumlah pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. (Arikunto, 1993:188).

Dalam hal ini sumber data yang diberi angket adalah 20 siswa untuk memperoleh data tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo. Angket yang digunakan adalah angket langsung tertutup yaitu angket yang langung diberikan kepada responden serta jawaban yang diberikan yang sudah disediakan oleh peneliti, sehingga responden tinggal memilih.

  1. D.    Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan metode statistik sebagai analisa data. Adapun langkah-langkah di dalam menganalisa data hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Mengumpulkan data yang telah ada
  2. Mengklasifikasikan data
  3. Memasukkan data di atas, kemudian diklasifikasikan ke dalam tabel kerja yang selanjutnya dianalisa dengan teknik sebagaimana yang telah dipersiapkan.
  4. Dari tabel persiapan itu, kemudian dimasukkan ke dalam tabel kerja yang selanjutnya dengan teknik sebagaimana yang telah dipersiapkan.

Mengingat banyaknya metode statistik untuk menganalisa data, maka dalam hal ini peneliti menggunakan prosentase yang bertujuan untuk menemukan data tentang tingkat pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Kraksaan Probolinggo. Adapun lebih jelasnya adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

         F

P = —– x 100%

         N

Keterangan :

P          = Prosentase yang dicari

F          = Distribusi F tiap-tiap alternatif yang diberikan oleh responden

N         = Jumlah secara total dan responden yang menjadi sampel penelitian.

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) KELAS VIII SMP

auto_play = (true or false)
show_comments = (true or false)
color = (color hex code) will paint the play button, waveform and selections in this color
theme_color = (color hex code) will set the background color

Here are some examples:

This is how the player looks when only the basic url parameter is given.


Embeds a track player which starts playing automatically and won’t show any comments.


Embeds a set player with a green theme.

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    LATAR BELAKANG

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan keperibadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan kemampuan setiap individu. Pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”, (Depdiknas, Tahun 2003:2).

Pembelajaran merupakan perpaduan yang harmonis antara antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Diharapkan dengan adanya interaksi tersebut, siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. Pelaksanaan pembelajaran TeknologiInformasi dan Komunikasi (TIK) merespons jauh lebih cepat berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran TIK dengan keadaan dan kebutuhan sekarang dan masa yang akan datang.

Sungguh tidak dapat dipungkiri bahwa realita di lapangan menunjukkan bahwa betapa teknologi informasi sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia terutama kebutuhan akan informasi, oleh karena itu kompetensi TIK diharapkan mampu menyeimbangkan pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan tehnologi, informasi sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.

Melihat dari uraian tersebut maka mata pelajaran TIK seharusnya merupakan suatu pelajaran yang ditunggu-tunggu, disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai komponen, seperti guru, murid, bahan ajar, media dan sarana lain yang digunakan pada saat kegiatan berlangsung.

Dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar diantaranya menggunakan strategi mengajar yang bervariasi. Bahwa dalam prinsip mengajar yaitu sebagai guru, diharapkan mampu memperhatikan perbedaan individual siswa, menggunakan variasi metode dan strtaegi mengajar;; melibatkan siswa secara aktif; menumbuhkan minat belajar siswa, dan menciptakan situasi belajar mengajar yang kondusif.

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi  pembelajaran kooperatif dapat lebih menfokuskan kegiatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar secara kelompok. Konsentrasi diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar karena kegiatan belajar mengajar memerlukan perhatian khusus. Dengan adanya konsentrasi belajar dapat meningkatkan intelektual, emosional dan mental siswa. Siswa merasakan bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, sehingga siswa benar-benar berkonsentrasi atau memusatkan perhatiannya pada materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Jika siswa berkonsentrasi dalam belajar, maka tujuan belajar mengajar atau prestasi belajar akan mudah tercapai.

Proses pembelajaran dapat dirancang tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai satu-satunya sumber belajar yang mungkin dapat dipakai untuk mencapai hasil pembelajaran, melainkan mencakup interaksi dengan semua sumber belajar yang mungkin dapat dipakai untuk mencapai hasil yang bermakna.

Dalam kegiatan pembelajaran guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual peserta didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Kerangka pemikiran demikian dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap peserta didik secara individual. Peserta didik sebagai individu memliki perbedaan sebagaimana disebutkan di atas. Pemahaman ketiga aspek tersebut akan merapatkan hubungan guru dengan peserta didik, sehingga memudahkan melakukan pendekatan mengajar.

Berdasarkan data dari SMP Negeri 1 Kuripan Kabupaten Lombok Barat diperoleh gambaran bahwa penerapan strategi pembelajaran TIK sebagian besar menggunakan strategi pembelajaran praktikum dan tutorial sebaya di lab komputer, tanpa adanya aktivitas yang bervariasi dan melibatkan sisi psikologis yang cukup berarti bagi siswa, melainkan hanya berkonsentrasi pada tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Begitu juga akibat padatnya materi dan penyampaian pembelajaran dengan hanya menggunakan strategi pembelajaran praktikum di depan komputer, membuat siswa menjadi bosan dan jenuh menerima pembelajaran TIK tersebut. Padahal, dalam membahas pelajaran TIK tidak cukup hanya menekankan pada praktikum di depan komputer, tetapi yang lebih penting adalah keterampilan proses dan pengembangan ilmu diri siswa itu sendiri. Sehingga perolehan prestasi belajar pada mata pelajaran TIK di sekolah rata-rata masih berkisar pada angka KKM. Oleh sebab itu, proses pembelajaran TIK yang tepat sasaran sangat diperlukan untuk mempermudah proses tercapainya tujuan apa yang diharapkan dari pembelajaran TIK.

Dari uraian di atas bahwa mata pelajaran TIK mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, handal, dan bermoral semenjak dini. Hal yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran TIK adalah kurang dikemasnya pembelajaran TIK dengan strategi pembelajaran yang menarik, menantang, dan menyenangkan.

Supaya pembelajaran TIK menjadi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), dapat dilakukan melalui berbagai macam cara. Salah satu caranya yaitu melalui penerapan model strategi pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Namun seberapa jauh pengaruh model strategi pembelajaran tersebut dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013”.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat kemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Terdapat Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013?”.

 

 

 

  1. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

 

D.    KEGUNAAN PENELITIAN

Dalam buku Metodologi Penelitian dijelaskan bahwa “Kegunaan berarti manfaat atau kebermaknaan” (Arikunto, 1994:21), sedangkan ahli lain mengatakan bahwa “kegunaan adalah manfaat atau pentingnya dari suatu penelitian sehingga memiliki dampak positif baik ditinjau dari segi teoritis maupun praktis” (Surachman, 1994:53).

Berdasarkan kedua pendapat diatas, maka penelitian ini mempunyai kegunaan yang dapat dimanfaatkan baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu sebagai berikut :

  1. Kegunaan teoritis
  1. Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi ilmuan dalam rangka mengembangkan konsep-konsep pendidikan pada umumnya dan khususnya konsep tentang strategi-strategi pembelajaran.
  2. Infomasi yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan rangsangan kepada peneliti lain untuk memperluas ruang lingkup penelitiannya pada pokok permasalahan yang belum dibahas dalam penelitian ini.
  3. Informasi yang dipereh dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi guru pada umumnya dan guru TIK pada khususnya dalam menyusun dan merencanakan program  pembelajaran dan penggunaan strtaegi pembelajaran secara tepat sesuai karakter pembelajaran.
  4. Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru dalam rangka pemilihan metode dan strategi pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas.
  5. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada guru dan siswa dalam mengenali kemampuan yang dimilikinya.
  1. Kegunaan Praktis

 

E.     ASUMSI PENELITIAN

Suatu penelitian tidak mungkin memberikan jawaban secara tuntas mengenai suatu masalah apalagi dalam bidang pendidikan jika ada keterkaitan dengan variabel lain. Setiap saat kita berhadapan dengan sesama manusia yang kondisinya dapat mengalami perubahan. Oleh karena itu agar penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang lebih sempurna maka dipandang perlu mengasumsikan beberapa hal, artinya kebenaran hanya dapat diperoleh setelah menerima hal-hal yang dianggap benar terlebih dahulu. Hal  ini sesuai dengan pendapat  yang menyatakan bahwa; “Asumsi adalah anggapan dasar tentang suatu fakta yang kebenarannya tidak diperlukan pembukatian lagi”, (Yousda, 1998:118). Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa; “Asumsi adalah dasar pemikiran yang tidak perlu diuji kebenarannya”, (Arikunto, 1994:55).

Berdasarkan kedua pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan asumsi adalah: Anggapan dasar yang menjadi landasan berpikir dalam memecahkan masalah penelitian.

1.1  Asumsi Teoritis

  1. Strategi Pembelajaran kooperatif menempatkan peserta didik sebagai obyek belajar, artinya peserta didik beperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang  berperan sebagai pemberi informasi pasif.
  2. Dalam Strategi Pembelajaran kooperatif pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata   melalui penggalian  pengalaman setiap siswa, sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat  teoritis dan abstrak.
  3. DalamStrategiPembelajaran kooperatif dibangun atas kesadaran sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan
  4. DalamStrategiPembelajaranPeningkatan kooperatif, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan
  5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui Strategi Pembelajaran kooperatif adalah kemampuan berpikir  melalui proses  menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan, sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah  penguasaan materi pembelajaran
  6. Dalam Strategi Pembelajaran kooperatif tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia  menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman.
  7. DalamStrategiPembelajaran kooperatif, pengetahuan yang dimiliki  setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik  bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikontruksikan oleh orang lain.
  8. Tujuan yang ingin dicapai oleh StrategiPembelajaranKooperatif adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir untuk  memperoleh pengetahuan, maka kriteria  keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar, sedangkan pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran hanya diukur dari tes.

1.2  Asumsi Metodik

  1. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode random sampling.
  2. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang penerapan strategi pembelajaran kooperatif dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK adalah metode tes, wawancara, dan metode dokumentasi sebagai metode pelengkap.
  3. Teknik analisis data yang digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis adalah analisis statistik dengan menggunakan rumus product moment

F.     Keterbatasan Penelitian

Mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka penelitian ini dibatasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

 

 

G.    RUANG LINGKUP PENELITIAN

Untuk memperjelas arah penelitian ini, maka perlu dibatasi ruang lingkupnya. Adapun rung lingkup penelitian ini sebagai berikut :

  1. Strategi pembelajaran yang akan dilihat pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa adalah Strategi Pembelajaran kooperatif tipe student team achievement devision (STAD)
  2. Kemampuan siswa yang akan dilihat peningkatannya adalah prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

H.    DEFINISI ISTILAH

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan istilah yang ada dalam penelitian ini maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang dianggap penting yaitu:

  1. Pengaruh merupakan kata kerja yang mengandung makna akibat (result) yang ditimbulkan dari suatu perlakuan (treatment) tertentu terhadap suatu objek.
  2. Strategi Pembelajaran
    1. Strategi  pembelajaran  kooperatif

Strategi pembelajaran adalah komponen-komponen umum dari suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang akan dipergunakan bersama-sama materi tersebut (Saeful Bahri Djamarah, 1995:106). Sedangkan  Gerlach dan Ely mengemukakan bahwa strategi  pembelajaran sebagai pendekatan pengajar terhadap penggunaan informasi (Erman S. Gerlach dalam Sanjaya, 2006:14). Dikemukakan juga oleh Kempt bahwa strategi pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar, yang berarti apa yang harus dikerjakan pengajar dan mahasiswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kempt dalam Arifin, 2009: 10).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan dan cara pengorganisasian materi pelajaran, siswa, peralatan, bahan, dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  1. Prestasi belajar

Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar yang diperoleh siswa dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengungkap prestasi belajar yang diperoleh siswa, guru harus melakukan penilaian

Kemampuan kognitif merupakan salah satu  bagian dari hasil belajar. MenurutSulaeman (1984:36) bahwa hasil belajar siswa yang dicapai dalam suatu periode tertentu setelah dinilai oleh guru yang ditunjukan dalam bentuk angka-angka (nilai-nilai).

Menurut Bloom, dkk dalam Arifin (2009:21) “Hasil belajar dapat dikelompokan dalam tiga domiain, yaitu kognitif,afektif dan psikomotor”. Setiap domain disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan hal yang komplek, dari yang mudah samapai yang sulit dan dari yang kongkrit sampai dengan hal yang abstrak.

Dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi pada domain kognitif saja. Bloom dalam Arifin (2009:21) menjelaskan domain kognitif (cognitive domain) memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge),pemahaman (comprehension), penerapan (Application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan Evaluasi (evaluation)

  1. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang mana pada hakikatnya kurikulum TIK menyiapkan siswa agar terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi (http://www.puskur.net. Download jam 10.00 tanggal 24 Mei 2012). Bahan kajian TIK untuk jenjang SMP /MTS dalam standar isi mencakup tiga aspek yaitu konsep, pengetahuan, dan operasi dasar, Pengelolaan informasi untuk produktifitas dan pemecahan masalah, eksploitasi dan komunikasi (httt/www.puskur.net. Download jam 10.00 tanggal 23 Mei 2012)

 

.

 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

  1. A.    Strategi Pembelajaran

Istilah strategi pertama kali digunakan dalam dunia militer yang berarti cara bagaimana menggunakan kekuatan untuk memenangkan perang. Dalam pembelajaran istilah strategi pun digunakan Kemp dalam Sanjaya (2009  :124) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan  guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien.

Strategi pembelajaran model pembelajaran Cooperative Learning group didasarkan pada falsafah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia sebagai mahluk sosial yang saling bekerja sama dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. (Sanjaya, 2009 :224).

 

Sejalan dengan pandangan tersebut, Dick dan Carey dalam Sanjaya (2009 : 124) juga menyebutkan bahwa strategi  pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersam-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

Senada dengan pendapat tersebut di atas Reason dalam Sanjaya (2009:228) mengemukakan bahwa: Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning group adalah falsafah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia sebagai mahluk sosial yang saling bekerja sama dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian itu. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pola pencapai tujuan dalam pembelajaran kooperatif ini dapat digambarkan seperti dua orang yang memikul balok. Balok akan dapat dipikul bersama-sama jika dan hanya jika kedua orang tersebut berhasil memikulnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tujuan yang akan dicapai oleh suatu kelompok siswa tertentu merupakan merupakan tujuan bersama atau tujuan kelompok. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama.

  1. a.      Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Koopertaif

Sebagaimana strategi-strategi pembelajaran yang lain, maka unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif hendaknya menjadi perhatian guru agar tujuan pembelajaran kooperatif itu sendiri dapat tercapai secara optimal.

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut: (a) Siswa dalam kelompoknya harus merasakan bahwa mereka “sehidup semati”; (b) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri; (c) Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (d) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (e) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (f) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (g) Siswa akan diminta mempertangungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Yeni Susilowati, 2006).

 

Hal yang hampir sama juga dijelaskan Roger dan David Johnson dalam (Yeni Susilowati. 2006), bahwa terdapat lima unsur pembelajaran dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif (pembelajaran gotong royong) yang harus diterapkan, yaitu :

  1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.

  1. Tanggung jawab perseorangan

Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

  1. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.

  1.  Komunikasi antar anggota

Suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan pendapat.

  1. Evaluasi proses kelompok

Setiap kelompok harus melakukan evaluasi hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

 

  1. b.      Model Strategi Pembelajaran Kooperatif

Ibrahim dkk (2000: 19) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif ada 4 macam yaitu :

  1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student teams Achievement Devision)

Dalam strategi pembelajaran tipe STAD siswa ditempatkan dalam tim-tim belajar beranggotakan empat sampai lima siswa yang heterogen. Adanya penghargaan kelompok dari hasil penilaian.

  1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)

Dalam Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe Siswa memainkan permainan dengan tim lain untuk memperoleh skor tambahan bagi timnya.

  1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW

Dalam Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa dikelompokkan ke dalam tim beranggotakan enam orang yang mempelajari materi yang dibagi menjadi beberapa subbab kemudian anggota dari tim yang berbeda bertemu dalam kelompok ahli.

  1. Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

Dalam Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe group investigation para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Dalam metode ini point tidak diberikan.

  1. c.       Strategi Pembelajaran Kooperatif Type STAD

Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Devision) dikembangkan oleh Slavin di Universitas John Hopkin Amerika Serikat dan merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana (Ibrahim dkk, 2000:20).

Inti dari model STAD antara lain guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat sampai lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut :

  1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuannya (prestasinya).
  2. Guru menyampaikan materi pelajaran

Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian di dalam kelompok saling membantu untuk menguasai materi pelajaraan yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok

  1. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari guru, siswa tidak boleh saling membantu.

Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

  1. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.

Untuk memudahkan penerapannya, guru perlu membaca tugas-tugas yang harus dikerjakan tim, antara lain:

  1. Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja dan kursi, serta memberikan siswa kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama tim mereka atau ditentukan menurut kesesuaian.
  2. Membagikan lembar kerja siswa (LKS).
  3. Menganjurkan kepada siswa pada tiap-tiap tim bekerja berpasangan (dua atau tiga pasangan dalam satu kelompok).
  4. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk sekedar diisi dan dikumpulkan. Karena itu penting bagi siswa diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan mereka pada saat mereka belajar
  5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya mencocokkan jawaban mereka dengan lembar kunci jawaban tersebut
  6.     Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman atau satu timnya sebelum menanyakan kepada guru.

 

  1. B.     Prestasi Belajar
    1. 1.               Pengertian Prestasi Belajar

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia karangan Hoetomo (2002: 40), kata prestasi berarti hasil yang telah dicapai seseorang. Pendapat lain dikemukakan Sukamto (2005: 130), bahwa istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. DalamBahasa Indonesia prestatie diterjemahkan sebagai hasil.

Demikian pula dengan prestasi belajar. Beberapa ahli menjelaskan tentang prestasi belajar. Pendapat mereka berbeda berdasarkan cara pandang masing-masing. Pendapat Muktar dan Yamin (2003: 154), menjelaskan bahwa prestasi belajar sama dengan hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang dicapai siswa setelah mempelajari suatu materi tertentu. Dengan demikian prestasi belajar (hasil belajar) ditandai dengan perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai akibat proses belajar.

Pendapat lain tentang prestasi belajar dijelaskan oleh Dzajuli (1997: 70), bahwa prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar yang diperoleh siswa dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengungkap prestasi belajar yang diperoleh siswa, guru harus melakukan penilaian. Selanjutnya, pendapat yang hampir serupa dikemukakan Aqib (2003), bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh melalui tes yang sesuai dengan tujuan dan sasaran belajar.

Mukhtar dan Yamin menjelaskan bahwa kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Kemampuan berprestasi siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor potensi siswa dan faktor di luar siswa. Prestasi belajar adalah sebuah proses penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan, kecakapan atau keterampilan yang dinyatakan sesuai hasil belajar  dan ditandai dengan perubahan perilaku (Mukhtar dan Yamin, 2003: 89-90).

Banyak instrumen yang digunakan untuk menilai prestasi belajar siswa. Di antara instrumen untuk menilai perubahan tingkah laku pada siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yaitu tes hail belajar. Pengungkapan hasil belajar melalui hasil tes siswa inilah yang diolah oleh guru menjadi nilai. Nilai siswa dapat berbentuk angka-angka secara kuantitatif dan skala sikap. Pada dasarnya, pengungkapan hasil belajar yang ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar mengajar.

Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku ketiga ranah psikologis yang meliputi ranah kognitif (ranah cipta), afektif (ranah rasa), dan psikomotor (ranah karsa) pada setiap individu siswa sangat sulit dilakukan. Kesulitan untuk mengungkap perubahan tingkah laku tersebut disebabkab oleh perubahan hasil belajar itu sebagian bersifat tidak nyata.

Oleh karena itu yang dapat dilakukan guru adalah hanya mengambil sebagian perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan mewakili (representative) dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik pada ranah cipta, ranah rasa, maupun ranah karsa.

Mencermati uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses penilaian dalam kurun waktu tertentu.

 

  1. 2.                  Ranah Prestasi Belajar Siswa

Seperti dijelaskan di atas bahwa mengungkap pretasi belajar siswa pada semua ranah mesti dilakukan guru. Prestasi belajar siswa terkait dengan seluruh kompetensi yang dimiliki siswa. Oleh karena itu guru sedapat mungkin dalam melakukan penilaian prestasi belajar siswa  pada semua domain. Menurut Sutrisno (2005: 19-21), ketiga ranah tersebut adalah:

a.  Ranah Kognitif

     Penilaian pada ranah kognitif meliputi enam tingkatan, yakni

1)      Pengetahuan, yakni kemampuan menghafal dan mengingat.

2)      Pemahaman, yakni mrncakup kemampuan membandingkan, mengidentifikasi, menggeneralisasi dan menyimpulkan.

3)      Penerapan, yakni mencakup kemampuan menerapkan rumus, prinsip terhadap kasus-kasus yang terjadi di lapangan.

4)      Analisis, yakni kemampuan mengklasifikasi, memerinci, dan menguraikan suatu objek.

5)      Sintesis, yakni kemampuan memadukan, menyusun, membentuk, mengarang, dan meluki.

6)      Evaluasi, yakni mencangkup kemampuan menilai suatu objek tertentu.

b.  Ranah Psikomotor

Penilaian hasil belajar siswa pada pencapaian ranah psikomotor, meliputi:

1)      Kemampuan dalam menggerakkan anggota tubuh.

2)      Kemampuan melakukan atau menirukan gerakan melibatkan seluruh anggota badan.

3)      Kemampuan melakukan atau menirukan gerakan melibatkan seluruh anggota badan ecara menyeluruh dan sempurna ampai tingkat otomatis.

c.   Ranah Afektif

      Jenis tingkatan ranah afektif yang perlu dinilai meliputi:

1)      memberikan respon atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan.

2)      Menerima atau menikmati nilai, norma serta objrk yang mempunyai nilai etika dan estetika.

3)      Menilai baik-buruk, adil-tidak adil terhadap suatu objek.

4)      Menerapkan nilai, norma,  etika, dan estetika dalam kehidupan sehari-hari.

 

  1. 3.             Prinsip-Prinsip Penilaian Prestasi Belajar

Ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam kegiatan penilaian prestasi belajar siswa. Menurut Sutrisno (2005: 27), di antara prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Menyeluruh, artinya peribahan perilaku yang diwujudkan dengan prestasi belajar menyeluruh, menyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
  2. Berkesinambungan, penilaian prestasi belajar siswa dilakukan secara terencana, bertahap, dan terus-menerus.
  3. Berorientasi pada tujuan maksudnya prestasi belajar yang dicapai siswa dapat menentukan sejauhmana telah mencapai tujuan sesuai kompetensi yang diharapkan.
  4. Objektif, penilaian prestasi belajar harus mencerminkan tingkat keberhasilan siswa yang sesungguhnya.
  5. Terbuka, artinya hasil prestasi belajar diketahui dan diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.
  6. Kebermaknaan, hasil penialian harus bermakna bagi siswa dan guru.
  7. Kesesuaian, penilaian prestasi belajar harus sesuai dengan materi yang semestinya dikuasai siswa.
  8. Mendidik, prestasi yang diperoleh siswa harus dapat digunakan untuk mendorong dan memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

 

  1. 4.         Bentuk-Bentuk Alat Penilaian Prestasi Belajar Siswa

Bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa pada semua domain penguasaan baik kognitif, psikomotor, dan afektif antara lain (Sutrisno, 2005: 30):

 

 

 

  1. Pertanyaan lisan di kelas

Pertanyaan lisan di kelas sering kali dilakukan guru. Tujuan dari pertanyaan lisan adalah untuk mengungkap penguasaan siswa terhadap materi atau konsep-konsep tertentu.

  1. Ulangan Harian

Ulangan harian dilakukan untuk mengungkap penguasaan siswa pada beberapa kompetensi dasar tertentu. Ulangan lisan dilakukan secara periodik dengan berbagai macam teknik pelaksanaannya. Di amping itu ulangan harian dimaksudkan untuk memotivasi siswa belajar secara teratur dan kontinyu.

  1. Tugas individu

Dilakukan ecara periodik untuk dilakukan oleh setiap siswa dan dapat berupa tugas rumah atau PR. Tugas tersebut sekaligues untuk mengungkap penguasaan aplikasi dan penguasaan menggunakan alat dan prasedur melakukan pekerjaan tertentu.

  1. Tugas kelompok

Digunakan untuk menilai prestasi belajar dalam memecahkan masalah tertentu. Tugas kelompok juga memberi manfaat agar siswa terampil berkomunikasi dengan teman sebayanya. Selain tiu dapat mengembangkan kerja ama dan kompetisi secara sehat.

  1. Ulangan semester

Ulangan semeter berfungsi sebagai alat untuk menilai ketuntasan prestasi belajar siswa selama satu semester. Ulangan semester berfungsi untuk menentukan tingkat daya serap dan pencapaian target kurikulum yang telah dilakukan guru. Pelaksanaan ulangan semester juga dimaksudkan untuk menentukan nilai raport siswa. Nilai raport inilah yang akan menjadi media laporan pendidikan lembaga ekolah kepada masyarakat (orang tua).

  1. Ulangan kenaikan Kelas

Sama halnya dengan ulangan semester, ulangan kenaikan kelas dilaksanakan pada akhir tahun pelajaran. Ulangan ini dilaksanakan sebagai evaluasi akhir prestasi yang telah dicapai siswa selama satu tahun. Sebagai evaluasi terakhir maka maka hasilnya digunakan ebagai penentu kenaikan kelas bagi siswa.

  1. Laporan kerja praktek

Hanya dapat dilakukan pada mata pelajaran tertentu saja. Adapun mata pelajaran yang lazim dilakukan dengan praktek adalah IPA dan Sains, bahasa, Pendidikan jasmani dan kwsehatan, Tata Boga, dan teknologi Informasi dan komunikasi (TIK).

  1. Responsi/Uji Prektek

Biasanya digunakan untuk mengetahui penguasaan akhir dari aspek kognitif dan psikomotorik.

 

  1. 5.    Beberapa Faktor yang Berpengaruh pada Prestasi Belajar

Prestasi belajar bukanlah variabel yang berdiri-sendiri. Mukhtar dan Yamin (2003: 67), menyatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari motivasi positif dan percaya diri dalam belajar, tersedianya materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas siswa, keterampilan intelektual, dan strategi yang tepat untuk mengaktifkan siswa dalam belajar. Sedangkan faktor eksternal lebih banyak ditangani oleh guru, faktor tersebut terdiri dari cara guru memberi reward, penghargaan, perhatian orang tua, dan keadaan keluarga.

Pendapat lain yang hampir sama dikemukakan Aqib (2003: 94) dan Hamalik (1999: 55), bahwa ada dua faktor yang berpengaruh pada pencapaian prestasi belajar siswa, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern terdiri dari motivasi positif dan percaya diri dalam belajar, tersedianya materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas siswa, keterampilan intelektual, dan strategi yang tepat untuk mengaktifkan siswa dalam belajar. Sedangkan faktor ekstern lebih banyak ditangani oleh guru, faktor tersebut terdiri dari cara guru memberi reward, penghargaan, perhatian orang tua, dan keadaan keluarga.

  1. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa, berupa faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), dan faktor psikologi (kecerdasan/intelligensi, minat dan perhatian, bakat, motivasi diri, dan kematangan).

1) Faktor jasmaniah

 (a) Kesehatan merupakan faktor yang berperan dalam menentukan tingkat pencapaian prestasi siswa. Siswa yang kondisi fisiknya lebih sehat tentu saja tidak akan terganggu dalam belajar. Sebaliknya siswa yang sering akit akan mengalami hambatan dalam belajar. Di samping itu siswa yang sering sakit tidak akan dapat mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya.

(b) Cacat tubuh sering kali menjadi penghambat bagi siswa untuk belajar. Ada bermacam-macam cacat tubuh yang mungkin diderita siswa. Kurang penglihatan menyebabkan siswa sulit untuk membaca dari jarak yang agak jauh atau terlalu dekat. Kurang pendengaran menyebabkan siswa sulit menangkap penjelasan guru ecara lisan. Demikian pula dengan keterbatasan yang lain yang kesemuanya dapat menghambat aktifitas belajar pada siswa yang mengalaminya.

                    2) Faktor psikologi

                         (a) Inteligensi/kecerdasan pada setiap siswa berbeda-beda. Siswa yang memiliki potensi kecerdasan lebih tinggi tentu akan lebih baik pretasinya daripada siswa yang berpotensi kecerdasan rendah. Siswa yang cerdas adalah siswa yang memiliki dapat menyesuaikan diri dengan secara tepat dan cermat dengan kondisi tertentu.

                       (b) Minat dan perhatian siswa untuk belajar akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Siswa yang bersungguh-sungguh dalam belajar akan dapat menyerap materi pelajaran secara lebih sempurna. Kesungguhan siswa ditentukan oleh minat dan perhatian masing-masing siswa dalam belajar.

                        (c) Bakat adalah potensi bawaan menurut sebagian besar ahli. Pendapat ini didasarkan pada kegemaran seseorang yang relatif berbeda satu dengan yang lainnya. Bakat inilah yang akan mendukung seorang siswa untuk mengoptimalkan pretasi belajarnya. Siswa yang berbakat pada pelajaran tertentu akan terlihat dari pretasinya yang menonjol pada pelajaran tersebut.

  1. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, berupa faktor keluarga (ekonomi keluarga, suasana rumah tangga, cara mendidik orang tua) dan faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, manajemen sekolah,dan suasana/iklim sekolah).

                  1) Faktor keluarga, terdiri dari keadaan sosial ekonomi orang tua,  

                        suasana rumah, cara orang tua mendidik, dan sebagainya. Secara umum siswa yang berasal dari keluarga yang berekonomi tinggi akan lebih mudah berprestasi. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan belajarnya. Demikian sebaliknya siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu cenderung memiliki fasilitas belajar yang sangat terbatas.

                   2) Faktor sekolah yang berpengaruh secara langsung dengan prestasi belajar siswa adalah kompetensi guru, sarana belajar, iklim sekolah, manajemen sekolah, dan kurikulum. Guru yang memiliki kompetensi memadai akan dapat melaksanakan tugasnya secara baik. Hal yang sama sekolah yang memiliki fasilitas atau sarana belajar yang lengkap akan mendorong siswa untuk belajar. Demikian pula dengan manajemen sekolah, iklim sekolah, dan kurikulum yang digunakan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang berupa kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan, kecakapan atau keterampilan yang dinyatakan sesuai hasil belajar.

 

  1. Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran  yang diajarkan disekolah yang mana pada hakikatnya kurikulum TIK menyiapkan siswa agar terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi (http://www.puskur.net download jam 10.00 tanggal 24 Mei 2012).

Bahan kajian TIK untuk jenjang SMP /MTS dalam standar isi mencakup tiga aspek yaitu konsep, pengetahuan, dan operasi dasar,Pengelolaan informasi untuk produktifitas dan pemecahan masalah, eksploitasi dan komunikasi (httt/www.puskur.net)

Setiap mata pelajaran memiliki ciri khas atau karakteristik  nya masing-masing .begitu juga dengan mata pelajaran TIK. Adapun karakteristik mata pelajaran TIK adalah sebagai berikut;

  1. TeknologiInformasi dan komunikasi merupakan keterampilan menggunakan komputer  meliputi  perangkat keras dan perangkat lunak. Namun demikian Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak sekedar terampil, tetapi lebih memerlukan kemampuan intelektual.
  2. MateriTeknologiInformasi dan komunikasi berupa tema-tema esensial,  aktual  serta global yang berkembang  dalam kemujuan teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran  yang dapat mewarnai perkembangan perkembangan perilaku dalam kehidupan.
  3. Tema-tema esensial dalam Teknologi  Informasi dan Komunikasi  merupakan perpaduan dari cabang-cabang Ilmu Komputer,Matematik, Teknik Elektro, Teknik Elektronika, Telekomunikasi, Sibernetika  dan Informatika  itu  sendiri.Tema-tema esensial tersebut berkaitan dengan  kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad 21  seperti  pengolah kata, spreadsheet, presentasi, basis data, internet dan e-mail. Tema-tema esensial tersebut terkait dengan aspek kehidupan sehari-hari.
  4. MateriTeknologi Informasi dan komunikasi dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner dan multidimensional. Dikatakan interdisipliner karena melibatkan berbagai  disiplin ilmu, dan dikatakan multidimensional karena mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. (http://www.lpmpjabar.go.id. download jam 10.00 tanggal 23 Mei 2012).

 

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Teknologi Informasi dan komunikasi merupakan keterampilan menggunakan komputer  meliputi  perangkat keras dan perangkat lunak. Tema-tema esensial dalam pembelajaran ini adalah merupakan tema-tema  aktual  serta global yang berkembang  dalam kemujuan teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran  yang dapat mewarnai perkembangan perkembangan perilaku dalam kehidupan.

Tema-tema esensial dalam Teknologi  Informasi dan Komunikasi  tersebut merupakan perpaduan dari cabang-cabang Ilmu Komputer, Matematik, Teknik Elektro, Teknik Elektronika, Telekomunikasi, Sibernetika  dan Informatika  itu  sendiri. Tema-tema esensial tersebut berkaitan dengan  kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad 21  seperti  pengolah kata, spreadsheet, presentasi, basis data, internet dan e-mail. Tema-tema esensial tersebut terkait dengan aspek kehidupan sehari-hari sehingga materi Teknologi Informasi dan komunikasi dikembangkan dengan pendekatan interdisiplier dan multidimensional.dikatakan interdisipliner karena melibatkan berbagai disiplin ilmu, dan dikatakan multidimensional karena mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat

  1. C.    Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan terhadap penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran TIK antara lain;  

  1.  M. Darwento, 2011, Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK kelas XI semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 MAN 1 Bandung. Hasil penelitian ini antar lain menyebutkan bahwa terdapat peningkatan prestasi belajar pada mata pelajaran TIK kelas XI semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 MAN 1 Bandung setelah model pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas tersebut.
  2.  Hasan Basri, 2010, Penerapan pembelajaran kooperatif  model Jigsaw dalam meningkatkan prestasi belajar TIKOM pada siswa Kelas VIII SMP Muhammadyah Malang Tahun Pelajaran 2009/2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model jigsaw memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap peningkatan prestasi belajar TIKOM siswa
  3. D.    Kerangka Berfikir

Kemp dalam Sanjaya (2009  :124) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan  guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Strategi pembelajaran model pembelajaran Cooperative Learning group didasarkan pada falsafah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia sebagai mahluk sosial yang saling bekerja sama dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain.

Selanjutnya, prestasi belajar adalah sebuah proses penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan, kecakapan atau keterampilan yang dinyatakan sesuai hasil belajar  dan ditandai dengan perubahan perilaku (Mukhtar dan Yamin, 2003: 89-90).

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dijelaskan bahwa ada hubungan antara penerapan strategi pembelajaran kooperatif secara tepat sebagai variabel bebas (Vasriabel X) dalam penyampaian materi pembelajaran TIK pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kuripan terhadap peningkatan prestasi belajar siswa SMPN 1 Kuripan pada mata pelajaran TIK sebagai variabel terikat (Variabel Y). Artinya bahwa semakin baik penerapan strategi pembelajaran kooperatif maka akan semakin terlihat peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK

E.     Hipotesis

Dalam buku Metodelogi Penelitian dijeskan bahwa: “Hypotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian” (Soegiyono, 1999:39).

Senada dengan hal tersebut di atas (Sutrisno Hadi, 1988:257) menjelaskan bahwa suatu hypotesis akan diterima apabila bahan-bahan penyelidikan membenarkannya dan ditolak bilamana kenyataan menanyakannnya.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hypotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang telah diajukan dalam penelititan ini dan besar kemungkinannya akan menjadi jawaban yang benar.

Adapun hypotesis yang diajukan penulis dalam penelitian adalah sebagai berikut.

  1. Alternative hypothesis (Ha): Ada Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013”
  2. Null Hypothesis (Ho): Tidak Ada Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013

 

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

Dalam bab ini akan diruraikan secara berturut-turut tentang: A). Metode Penelitian, B). Rancangan Penelitian, C). Populasi dan Sampling Penelitian, D). Instrumen Penelitian, E). Metode Pengumpulan Data, F). Metode Analisis Data.

A.    METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah bararti kegiatan itu dilandasi oleh metode keilmuan. Menurut Jujun S. Suriasumantri (1978) metode keilmuan ini merupakan gabungan antara pendekatan rasional dan empiris. Pendekatan rasional memberikan kerangka berpikir yang logis. Sedangkan pendekatan empiris memberikan kerangka pengujian dalam memastikan seuatu kebenaran”, (Sugiyono, 1999:1).

Kegiatan penelitian dilakukan dengan tujuan tertentu, dan pada umumnya tujuan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga hal utama yaitu untuk menemukan, membuktikan, dan mengembangkan pengetahuan tertentu.

Sehubungan dengan penelitian ini maka teknik yang digunakan adalah penelitian korelasi atau regresi, untuk menemukan ada tidaknya pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

B.     RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam suatu penelitian. Dalam buku Metodologi Penelitian dijelaskan bahwa “Rancangan pada dasarnya merupakan suatu keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang dilakukan serta dapat pula dijadikan dasar penelitian sendirimaupun orang lain terhadap peneltiian dan bertujuan memberikan pertanggung jawaban terhadap semua langkah yang diambil”, (Margono, 1997:100).

Sehubungan denagn penelitian ini, maka secara konseptual rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

 
   

 

 

 

 

 

Keterangan :

  1. Variabel bebas (X)        = Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif
  2. Variabel terikat (Y) =Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

 

Berdasarkan gambaran tersebut diatas, maka ada variabel X dan variabel Y. Variabel X adalah obyek penelitian yang bebas atau independent variabel yaitu berupa Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif dan variabel Y adalah variabel terikat atau dependent variabel yaitu Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK).

C.    Populasi dan Sampling Penelitian

  1. Populasi Penelitian

Dalam buku Metode Penelitian Administrasi dijelaskan bahwa : “Populasi adalah wilayah gneralisasi yang terdiri atas: Obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono, 1999:57).

Hal yang senada juga dijelaskan (Sutrisno Hadi, 1998:10), bahwa “Populasi adalah seluruh individu yang menjadi subyek dan obyek penelitian yang hendaknya digenaralisasikan”

Dari  kedua pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan individu yang akan mejadi subyek dan obyek penelitian sehingga diperoleh sampel yang akan digeneralisasikan.

Dengan demikian yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 125 orang siswa.

  1. Sampel  Penelitian

Dalam buku Prosedur Penelitian dijelaskan bahwa yang  dimaksud dengan sampel adalah “sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti” (Suharsimi Arikunto, 1986:104). Ahli lain berpendapat bahwa “sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 1999:57).

Teknik sampling pada penelitian ini menentukan, karena teknik sampling yang tepat akan memeudahkan dalam pengolahan daa dan teknik sampling yang salah akan memperoleh data yang salah pula.

Dalam buku Metodologi Penelitian dijelaskan bahwa “Metode sampling adalah cara-cara yang digunakan untuk mengambil sampel (Sutrisno Hadi, 1980:75). Sedangkan dalam buku Metodologi Penelitian administrasi dijelaskan bahwa “Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian terdapat teknik sampling yang dapat digunakan”, (Sugiyono, 1999:61).

Adapun cara yang digunakan dalam Random Sampling adalah cara pengambilan sampel tanpa pilih memilih (sembarang), (IB. Netra,1977:17).

Adapun cara yang digunakan dalam random sampling adalah cara undian, cara ordinal, dan ara randomasi dari tabel bilangan random. Dalam penelitian ini untukmenentukan individu yang akan menjadi anggota sampel yang digunakan cara undian, untuk memberikan kesempatan yang sama pada anggota populasi yang akan dijadikan sampel. Apabila populasi cukup homogen terhadap populasi di bawah 100 dapat digunakan 50% dibawah 1000 dapat dipergunakan 20%-25% dan di atas 1000 dapat dipergunakan antara 10%-15%, (Winarno Surachmad, 1985:64).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini besarnya sampel direncanakan 25% karena jumlah populasi siswa SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013 sebanyak 125 orang maka jumlah sampel yang akan diambil adalah sebanyak 31 orang siswa.

D.    METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang akan diguanakan oleh peneliti adalah metode Quetioner/angket, wawancara/interview, dan metode dokumentasi sebagai pelengkap.

  1. Angket /quetionaire

Angket/ questionaire adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan menggunakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 1986:124).

Angket adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan/pernyataan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis (Sugiyono, 2009: 123).

Beradasrkan uraian di sata, dalam penelitian ini peneliti Angket yang digunakan adalah angket yang berupa daftar pertanyaan/pernyataan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis.

  1. Metode interview/wawancara

Interview/wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan data subyek yang diteliti dengan jalan mengajukan pertanyaan secara lisan melalui kegiatan tanya jawab. Dalam buku Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik (edisi revisi) dijelaskan bahwa “wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto, 1986:126). Ahli lain dalam buku Metodologi Reseach menjelaskan bahwa: “Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematika dan berlandaskan kepada tujuan pendidikan. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab dan masing-masing pihak dapat mengemukakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar, (Sutrisno Hadi, 1998:193).

  1. Metode dokumen.

Dokumen (recording document) adalah cara untuk memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan data segala dokumen serta melakukan pencatatan secara sistematis. Yang termasuk  dokumen antara lain : tulisan-tulisan,  lembaran-lembaran, karangan-karangan, bulletin-bulletin, undang-undang, benda-benda, (Oemar Hamalik, 1992:88). Dalam buku Bimbingan dan Penyuluhan dijelaskan bahwa banyak data tentang murid yang sudah dicatat dalam beberapa dokumen seperti dalam buku Induk, Raport, Buku pribadi, surat-surat keterangan, dan sebagainya termasuk dokumen yang bisa menjadi pelengkap data dalam suatu penelitian , (Prayitno, 1992:34).

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian metode dokumen yang akan digunakan adalah catatan data siswa dalam bentuk buku Induk, Raport, Buku pribadi, surat-surat keterangan, dan sebagainya termasuk dokumen yang bisa menjadi pelengkap data dalam suatu penelitian

E.     METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data adalah cara-cara yang harus diikuti atau digunakan oleh peneliti dalam rangka menganalisa data yang sudah dikumpulkan untuk memperoleh suatu kesimpulan dari hasil penelitian. Analisis data adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, dalam proses ini digunakan statistik untuk menyederhanakan data yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial.

  1. Analisis Statistik deskriptif

Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang diperoleh dan menemukan nilai-nilai yang diperlukan dalam analisis statistik inferensial.

  1. Analisis statistik inferensial

Adapun statistik yang digunakan adalah statistik inferensial yang bertujuan untuk melihat pengaruh penerapan strtaegi pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK yang akan dianalisis secara regresi linier dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson sebagai berikut;

rxy=  Riduwan, 2005:128

Keterangan:

n = Jumlah sampel

X = strategi pembelajaran kooperatif

Y= prestasi belajar siswa

 

Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut;

Kd = r 2x 100 %, dimana, KP = Nilai koefisien determinan dan r = nilai koefisien. Selanjutnya untyuk melihat signifikansi pengaruh di gunakan rumus sebagai berikut;

t =

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Jika signifikansi F ≤ 0,05 maka hipotesis nihil (Ho) ditolak, sebaliknya jika nilai F > 0,05 maka hipotesis nihil (Ho) diterima. Sedangkan untuk menguji koefisien korelasi ganda signifikan atau tidak digunakan rumus uji F (Winarsunu, 2002).

Seluruh proses pengolahan data penelitian menggunakan program perangkat SPSS versi 19.

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

Aqib. 2003. Belajar dan Pembelajaran. PT.Bumi Aksara. Jakarta

 

Arifin. 2009. Startaegi Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta

Arikunto, S. 1986, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Bina Aksara, Jakarta.

 

Arikunto S, 1992, Prosedur Penelitian Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Arikunto S, 1994, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Djamarah, S. Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta

Dzajuli, 1997, Teknik Evaluasi hasil Belajar. PT. Bina Aksara, Jakarta.

 

Hadi, S, 1980. Metodologi Penelitian. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 

              Yogyakarta

 

Hadi S, 1998, Statistik Jilid II, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

 

Hamalik, O, 1991, Metode Penelitian, Usaha Nasional, Surabaya

Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar.Jakarta: PT.BumiAksara

Hoetomo. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, BalaiPustaka. Jakarta.

 

http://www.puskur.net).  Pentingnya Penerapan Mata Pelajaran TIK di Sekolah. di download tanggal 2 Juni 2012.

 

Ibrahim dkk, 2000. Model-Model Strategi Pembelajaran Kelompok. AbdiMahasatya, Jakarta.

 

JujunS.Suriasumantri. 1978. Metodologi Penelitian Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya

 

Margono, 1997, Metodologi Penelitian, Yayasan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

 

Muktar dan Yamin. 2003. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Aplikasi.CV.Anugerah. Semarang.

Netra IB, 1997, Statistik Infrensial, Usaha Nasional, Surabaya.

 

Prayitno, 1992, Bimbingan dan Penyuluhan, Yayasan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

 

Riduwan, 2005. Metode Penelitian Bagi  Pemula, RosdaKarya. Jakarta.

 

SaefulBahriDjamarah, 1995. Strategi Belajar Mengajar, AbdiMahasatya, Jakarta.

 

Sutrisno, 2005. Statistik penelitian, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

 

Sanjaya, W 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Media Grup

Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

Sukamto. 2005. Belajar dan Prestasi Belajar, CV.Anugerah. Semarang.

 

Sukmadinata, N.Syaodih. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran.Bandung:Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI.

 

Sulaeman. 1984. Peserta didik dan Prestasi Belajar. RosdaKarya. Bandung.

 

Surachmad W. 1985, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung

Surachman. 1994, Penelitian Sosial Bagi Pemula, Rosda Karya, Bandung

­­­­­Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit BP. Panca Usaha.

 

Winarsunu, 2002, Metodologi Penelitian, Alfabeta, Bandung.

 

YeniSusilowati, 2006. Strategi Pembelajaran Kooperatif, RinekaCipta. Jakarta.

 

Yousda, 1998, Metode Penelitian Teori dan Praktek. Alfabeta, Bandung.

 

(http://www.lpmpjabar.go.id). Interdisipliner dan Multidimensional Melalui Pembelajaran TIK. di download tanggal 23 Mei 2012

 

(http://www.puskur.net, Artikel Pendidikandi download tanggal 23 Mei 2012

.

 

Kutipan

auto_play = (tr…

auto_play = (true or false)
show_comments = (true or false)
color = (color hex code) will paint the play button, waveform and selections in this color
theme_color = (color hex code) will set the background color

Here are some examples:

This is how the player looks when only the basic url parameter is given.


Embeds a track player which starts playing automatically and won’t show any comments.


Embeds a set player with a green theme.

 

Gambar

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) KELAS VIII SMP

auto_play = (true or false)
show_comments = (true or false)
color = (color hex code) will paint the play button, waveform and selections in this color
theme_color = (color hex code) will set the background color

Here are some examples:

This is how the player looks when only the basic url parameter is given.


Embeds a track player which starts playing automatically and won’t show any comments.


Embeds a set player with a green theme.

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    LATAR BELAKANG

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan keperibadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan kemampuan setiap individu. Pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”, (Depdiknas, Tahun 2003:2).

Pembelajaran merupakan perpaduan yang harmonis antara antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Diharapkan dengan adanya interaksi tersebut, siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. Pelaksanaan pembelajaran TeknologiInformasi dan Komunikasi (TIK) merespons jauh lebih cepat berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran TIK dengan keadaan dan kebutuhan sekarang dan masa yang akan datang.

Sungguh tidak dapat dipungkiri bahwa realita di lapangan menunjukkan bahwa betapa teknologi informasi sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia terutama kebutuhan akan informasi, oleh karena itu kompetensi TIK diharapkan mampu menyeimbangkan pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan tehnologi, informasi sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.

Melihat dari uraian tersebut maka mata pelajaran TIK seharusnya merupakan suatu pelajaran yang ditunggu-tunggu, disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai komponen, seperti guru, murid, bahan ajar, media dan sarana lain yang digunakan pada saat kegiatan berlangsung.

Dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar diantaranya menggunakan strategi mengajar yang bervariasi. Bahwa dalam prinsip mengajar yaitu sebagai guru, diharapkan mampu memperhatikan perbedaan individual siswa, menggunakan variasi metode dan strtaegi mengajar;; melibatkan siswa secara aktif; menumbuhkan minat belajar siswa, dan menciptakan situasi belajar mengajar yang kondusif.

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi  pembelajaran kooperatif dapat lebih menfokuskan kegiatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar secara kelompok. Konsentrasi diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar karena kegiatan belajar mengajar memerlukan perhatian khusus. Dengan adanya konsentrasi belajar dapat meningkatkan intelektual, emosional dan mental siswa. Siswa merasakan bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, sehingga siswa benar-benar berkonsentrasi atau memusatkan perhatiannya pada materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Jika siswa berkonsentrasi dalam belajar, maka tujuan belajar mengajar atau prestasi belajar akan mudah tercapai.

Proses pembelajaran dapat dirancang tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai satu-satunya sumber belajar yang mungkin dapat dipakai untuk mencapai hasil pembelajaran, melainkan mencakup interaksi dengan semua sumber belajar yang mungkin dapat dipakai untuk mencapai hasil yang bermakna.

Dalam kegiatan pembelajaran guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual peserta didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Kerangka pemikiran demikian dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap peserta didik secara individual. Peserta didik sebagai individu memliki perbedaan sebagaimana disebutkan di atas. Pemahaman ketiga aspek tersebut akan merapatkan hubungan guru dengan peserta didik, sehingga memudahkan melakukan pendekatan mengajar.

Berdasarkan data dari SMP Negeri 1 Kuripan Kabupaten Lombok Barat diperoleh gambaran bahwa penerapan strategi pembelajaran TIK sebagian besar menggunakan strategi pembelajaran praktikum dan tutorial sebaya di lab komputer, tanpa adanya aktivitas yang bervariasi dan melibatkan sisi psikologis yang cukup berarti bagi siswa, melainkan hanya berkonsentrasi pada tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Begitu juga akibat padatnya materi dan penyampaian pembelajaran dengan hanya menggunakan strategi pembelajaran praktikum di depan komputer, membuat siswa menjadi bosan dan jenuh menerima pembelajaran TIK tersebut. Padahal, dalam membahas pelajaran TIK tidak cukup hanya menekankan pada praktikum di depan komputer, tetapi yang lebih penting adalah keterampilan proses dan pengembangan ilmu diri siswa itu sendiri. Sehingga perolehan prestasi belajar pada mata pelajaran TIK di sekolah rata-rata masih berkisar pada angka KKM. Oleh sebab itu, proses pembelajaran TIK yang tepat sasaran sangat diperlukan untuk mempermudah proses tercapainya tujuan apa yang diharapkan dari pembelajaran TIK.

Dari uraian di atas bahwa mata pelajaran TIK mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, handal, dan bermoral semenjak dini. Hal yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran TIK adalah kurang dikemasnya pembelajaran TIK dengan strategi pembelajaran yang menarik, menantang, dan menyenangkan.

Supaya pembelajaran TIK menjadi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), dapat dilakukan melalui berbagai macam cara. Salah satu caranya yaitu melalui penerapan model strategi pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Namun seberapa jauh pengaruh model strategi pembelajaran tersebut dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat kemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Terdapat Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013?”.

  1. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

D.    KEGUNAAN PENELITIAN

Dalam buku Metodologi Penelitian dijelaskan bahwa “Kegunaan berarti manfaat atau kebermaknaan” (Arikunto, 1994:21), sedangkan ahli lain mengatakan bahwa “kegunaan adalah manfaat atau pentingnya dari suatu penelitian sehingga memiliki dampak positif baik ditinjau dari segi teoritis maupun praktis” (Surachman, 1994:53).

Berdasarkan kedua pendapat diatas, maka penelitian ini mempunyai kegunaan yang dapat dimanfaatkan baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu sebagai berikut :

  1. Kegunaan teoritis
  1. Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi ilmuan dalam rangka mengembangkan konsep-konsep pendidikan pada umumnya dan khususnya konsep tentang strategi-strategi pembelajaran.
  2. Infomasi yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan rangsangan kepada peneliti lain untuk memperluas ruang lingkup penelitiannya pada pokok permasalahan yang belum dibahas dalam penelitian ini.
  3. Informasi yang dipereh dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi guru pada umumnya dan guru TIK pada khususnya dalam menyusun dan merencanakan program  pembelajaran dan penggunaan strtaegi pembelajaran secara tepat sesuai karakter pembelajaran.
  4. Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru dalam rangka pemilihan metode dan strategi pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas.
  5. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada guru dan siswa dalam mengenali kemampuan yang dimilikinya.
  1. Kegunaan Praktis

E.     ASUMSI PENELITIAN

Suatu penelitian tidak mungkin memberikan jawaban secara tuntas mengenai suatu masalah apalagi dalam bidang pendidikan jika ada keterkaitan dengan variabel lain. Setiap saat kita berhadapan dengan sesama manusia yang kondisinya dapat mengalami perubahan. Oleh karena itu agar penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang lebih sempurna maka dipandang perlu mengasumsikan beberapa hal, artinya kebenaran hanya dapat diperoleh setelah menerima hal-hal yang dianggap benar terlebih dahulu. Hal  ini sesuai dengan pendapat  yang menyatakan bahwa; “Asumsi adalah anggapan dasar tentang suatu fakta yang kebenarannya tidak diperlukan pembukatian lagi”, (Yousda, 1998:118). Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa; “Asumsi adalah dasar pemikiran yang tidak perlu diuji kebenarannya”, (Arikunto, 1994:55).

Berdasarkan kedua pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan asumsi adalah: Anggapan dasar yang menjadi landasan berpikir dalam memecahkan masalah penelitian.

1.1  Asumsi Teoritis

  1. Strategi Pembelajaran kooperatif menempatkan peserta didik sebagai obyek belajar, artinya peserta didik beperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang  berperan sebagai pemberi informasi pasif.
  2. Dalam Strategi Pembelajaran kooperatif pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata   melalui penggalian  pengalaman setiap siswa, sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat  teoritis dan abstrak.
  3. DalamStrategiPembelajaran kooperatif dibangun atas kesadaran sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan
  4. DalamStrategiPembelajaranPeningkatan kooperatif, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan
  5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui Strategi Pembelajaran kooperatif adalah kemampuan berpikir  melalui proses  menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan, sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah  penguasaan materi pembelajaran
  6. Dalam Strategi Pembelajaran kooperatif tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia  menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman.
  7. DalamStrategiPembelajaran kooperatif, pengetahuan yang dimiliki  setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik  bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikontruksikan oleh orang lain.
  8. Tujuan yang ingin dicapai oleh StrategiPembelajaranKooperatif adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir untuk  memperoleh pengetahuan, maka kriteria  keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar, sedangkan pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran hanya diukur dari tes.

1.2  Asumsi Metodik

  1. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode random sampling.
  2. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang penerapan strategi pembelajaran kooperatif dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK adalah metode tes, wawancara, dan metode dokumentasi sebagai metode pelengkap.
  3. Teknik analisis data yang digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis adalah analisis statistik dengan menggunakan rumus product moment

F.     Keterbatasan Penelitian

Mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka penelitian ini dibatasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

G.    RUANG LINGKUP PENELITIAN

Untuk memperjelas arah penelitian ini, maka perlu dibatasi ruang lingkupnya. Adapun rung lingkup penelitian ini sebagai berikut :

  1. Strategi pembelajaran yang akan dilihat pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa adalah Strategi Pembelajaran kooperatif tipe student team achievement devision (STAD)
  2. Kemampuan siswa yang akan dilihat peningkatannya adalah prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

H.    DEFINISI ISTILAH

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan istilah yang ada dalam penelitian ini maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang dianggap penting yaitu:

  1. Pengaruh merupakan kata kerja yang mengandung makna akibat (result) yang ditimbulkan dari suatu perlakuan (treatment) tertentu terhadap suatu objek.
  2. Strategi Pembelajaran
    1. Strategi  pembelajaran  kooperatif
Strategi pembelajaran adalah komponen-komponen umum dari suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang akan dipergunakan bersama-sama materi tersebut (Saeful Bahri Djamarah, 1995:106). Sedangkan  Gerlach dan Ely mengemukakan bahwa strategi  pembelajaran sebagai pendekatan pengajar terhadap penggunaan informasi (Erman S. Gerlach dalam Sanjaya, 2006:14). Dikemukakan juga oleh Kempt bahwa strategi pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar, yang berarti apa yang harus dikerjakan pengajar dan mahasiswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kempt dalam Arifin, 2009: 10).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan dan cara pengorganisasian materi pelajaran, siswa, peralatan, bahan, dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  1. Prestasi belajar

Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar yang diperoleh siswa dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengungkap prestasi belajar yang diperoleh siswa, guru harus melakukan penilaian

Kemampuan kognitif merupakan salah satu  bagian dari hasil belajar. MenurutSulaeman (1984:36) bahwa hasil belajar siswa yang dicapai dalam suatu periode tertentu setelah dinilai oleh guru yang ditunjukan dalam bentuk angka-angka (nilai-nilai).

Menurut Bloom, dkk dalam Arifin (2009:21) “Hasil belajar dapat dikelompokan dalam tiga domiain, yaitu kognitif,afektif dan psikomotor”. Setiap domain disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan hal yang komplek, dari yang mudah samapai yang sulit dan dari yang kongkrit sampai dengan hal yang abstrak.

Dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi pada domain kognitif saja. Bloom dalam Arifin (2009:21) menjelaskan domain kognitif (cognitive domain) memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge),pemahaman (comprehension), penerapan (Application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan Evaluasi (evaluation)

  1. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang mana pada hakikatnya kurikulum TIK menyiapkan siswa agar terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi (http://www.puskur.net. Download jam 10.00 tanggal 24 Mei 2012). Bahan kajian TIK untuk jenjang SMP /MTS dalam standar isi mencakup tiga aspek yaitu konsep, pengetahuan, dan operasi dasar, Pengelolaan informasi untuk produktifitas dan pemecahan masalah, eksploitasi dan komunikasi (httt/www.puskur.net. Download jam 10.00 tanggal 23 Mei 2012)

.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

  1. A.    Strategi Pembelajaran

Istilah strategi pertama kali digunakan dalam dunia militer yang berarti cara bagaimana menggunakan kekuatan untuk memenangkan perang. Dalam pembelajaran istilah strategi pun digunakan Kemp dalam Sanjaya (2009  :124) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan  guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien.

Strategi pembelajaran model pembelajaran Cooperative Learning group didasarkan pada falsafah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia sebagai mahluk sosial yang saling bekerja sama dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. (Sanjaya, 2009 :224).

Sejalan dengan pandangan tersebut, Dick dan Carey dalam Sanjaya (2009 : 124) juga menyebutkan bahwa strategi  pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersam-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

Senada dengan pendapat tersebut di atas Reason dalam Sanjaya (2009:228) mengemukakan bahwa: Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning group adalah falsafah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia sebagai mahluk sosial yang saling bekerja sama dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian itu. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pola pencapai tujuan dalam pembelajaran kooperatif ini dapat digambarkan seperti dua orang yang memikul balok. Balok akan dapat dipikul bersama-sama jika dan hanya jika kedua orang tersebut berhasil memikulnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tujuan yang akan dicapai oleh suatu kelompok siswa tertentu merupakan merupakan tujuan bersama atau tujuan kelompok. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama.

  1. a.      Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Koopertaif

Sebagaimana strategi-strategi pembelajaran yang lain, maka unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif hendaknya menjadi perhatian guru agar tujuan pembelajaran kooperatif itu sendiri dapat tercapai secara optimal.

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut: (a) Siswa dalam kelompoknya harus merasakan bahwa mereka “sehidup semati”; (b) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri; (c) Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (d) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (e) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (f) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (g) Siswa akan diminta mempertangungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Yeni Susilowati, 2006).

Hal yang hampir sama juga dijelaskan Roger dan David Johnson dalam (Yeni Susilowati. 2006), bahwa terdapat lima unsur pembelajaran dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif (pembelajaran gotong royong) yang harus diterapkan, yaitu :

  1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.

  1. Tanggung jawab perseorangan

Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

  1. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.

  1.  Komunikasi antar anggota

Suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan pendapat.

  1. Evaluasi proses kelompok

Setiap kelompok harus melakukan evaluasi hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

  1. b.      Model Strategi Pembelajaran Kooperatif

Ibrahim dkk (2000: 19) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif ada 4 macam yaitu :

  1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student teams Achievement Devision)

Dalam strategi pembelajaran tipe STAD siswa ditempatkan dalam tim-tim belajar beranggotakan empat sampai lima siswa yang heterogen. Adanya penghargaan kelompok dari hasil penilaian.

  1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)

Dalam Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe Siswa memainkan permainan dengan tim lain untuk memperoleh skor tambahan bagi timnya.

  1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW

Dalam Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa dikelompokkan ke dalam tim beranggotakan enam orang yang mempelajari materi yang dibagi menjadi beberapa subbab kemudian anggota dari tim yang berbeda bertemu dalam kelompok ahli.

  1. Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

Dalam Strtaegi pembelajaran kooperatif tipe group investigation para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Dalam metode ini point tidak diberikan.

  1. c.       Strategi Pembelajaran Kooperatif Type STAD

Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Devision) dikembangkan oleh Slavin di Universitas John Hopkin Amerika Serikat dan merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana (Ibrahim dkk, 2000:20).

Inti dari model STAD antara lain guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat sampai lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut :

  1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuannya (prestasinya).
  2. Guru menyampaikan materi pelajaran

Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian di dalam kelompok saling membantu untuk menguasai materi pelajaraan yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok

  1. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari guru, siswa tidak boleh saling membantu.

Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

  1. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.

Untuk memudahkan penerapannya, guru perlu membaca tugas-tugas yang harus dikerjakan tim, antara lain:

  1. Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja dan kursi, serta memberikan siswa kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama tim mereka atau ditentukan menurut kesesuaian.
  2. Membagikan lembar kerja siswa (LKS).
  3. Menganjurkan kepada siswa pada tiap-tiap tim bekerja berpasangan (dua atau tiga pasangan dalam satu kelompok).
  4. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk sekedar diisi dan dikumpulkan. Karena itu penting bagi siswa diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan mereka pada saat mereka belajar
  5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya mencocokkan jawaban mereka dengan lembar kunci jawaban tersebut
  6.     Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman atau satu timnya sebelum menanyakan kepada guru.
  1. B.     Prestasi Belajar
    1. 1.               Pengertian Prestasi Belajar

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia karangan Hoetomo (2002: 40), kata prestasi berarti hasil yang telah dicapai seseorang. Pendapat lain dikemukakan Sukamto (2005: 130), bahwa istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. DalamBahasa Indonesia prestatie diterjemahkan sebagai hasil.

Demikian pula dengan prestasi belajar. Beberapa ahli menjelaskan tentang prestasi belajar. Pendapat mereka berbeda berdasarkan cara pandang masing-masing. Pendapat Muktar dan Yamin (2003: 154), menjelaskan bahwa prestasi belajar sama dengan hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang dicapai siswa setelah mempelajari suatu materi tertentu. Dengan demikian prestasi belajar (hasil belajar) ditandai dengan perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai akibat proses belajar.

Pendapat lain tentang prestasi belajar dijelaskan oleh Dzajuli (1997: 70), bahwa prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar yang diperoleh siswa dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengungkap prestasi belajar yang diperoleh siswa, guru harus melakukan penilaian. Selanjutnya, pendapat yang hampir serupa dikemukakan Aqib (2003), bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh melalui tes yang sesuai dengan tujuan dan sasaran belajar.

Mukhtar dan Yamin menjelaskan bahwa kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Kemampuan berprestasi siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor potensi siswa dan faktor di luar siswa. Prestasi belajar adalah sebuah proses penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan, kecakapan atau keterampilan yang dinyatakan sesuai hasil belajar  dan ditandai dengan perubahan perilaku (Mukhtar dan Yamin, 2003: 89-90).

Banyak instrumen yang digunakan untuk menilai prestasi belajar siswa. Di antara instrumen untuk menilai perubahan tingkah laku pada siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yaitu tes hail belajar. Pengungkapan hasil belajar melalui hasil tes siswa inilah yang diolah oleh guru menjadi nilai. Nilai siswa dapat berbentuk angka-angka secara kuantitatif dan skala sikap. Pada dasarnya, pengungkapan hasil belajar yang ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar mengajar.

Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku ketiga ranah psikologis yang meliputi ranah kognitif (ranah cipta), afektif (ranah rasa), dan psikomotor (ranah karsa) pada setiap individu siswa sangat sulit dilakukan. Kesulitan untuk mengungkap perubahan tingkah laku tersebut disebabkab oleh perubahan hasil belajar itu sebagian bersifat tidak nyata.

Oleh karena itu yang dapat dilakukan guru adalah hanya mengambil sebagian perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan mewakili (representative) dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik pada ranah cipta, ranah rasa, maupun ranah karsa.

Mencermati uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses penilaian dalam kurun waktu tertentu.

  1. 2.                  Ranah Prestasi Belajar Siswa

Seperti dijelaskan di atas bahwa mengungkap pretasi belajar siswa pada semua ranah mesti dilakukan guru. Prestasi belajar siswa terkait dengan seluruh kompetensi yang dimiliki siswa. Oleh karena itu guru sedapat mungkin dalam melakukan penilaian prestasi belajar siswa  pada semua domain. Menurut Sutrisno (2005: 19-21), ketiga ranah tersebut adalah:

a.  Ranah Kognitif

     Penilaian pada ranah kognitif meliputi enam tingkatan, yakni

1)      Pengetahuan, yakni kemampuan menghafal dan mengingat.

2)      Pemahaman, yakni mrncakup kemampuan membandingkan, mengidentifikasi, menggeneralisasi dan menyimpulkan.

3)      Penerapan, yakni mencakup kemampuan menerapkan rumus, prinsip terhadap kasus-kasus yang terjadi di lapangan.

4)      Analisis, yakni kemampuan mengklasifikasi, memerinci, dan menguraikan suatu objek.

5)      Sintesis, yakni kemampuan memadukan, menyusun, membentuk, mengarang, dan meluki.

6)      Evaluasi, yakni mencangkup kemampuan menilai suatu objek tertentu.

b.  Ranah Psikomotor

Penilaian hasil belajar siswa pada pencapaian ranah psikomotor, meliputi:

1)      Kemampuan dalam menggerakkan anggota tubuh.

2)      Kemampuan melakukan atau menirukan gerakan melibatkan seluruh anggota badan.

3)      Kemampuan melakukan atau menirukan gerakan melibatkan seluruh anggota badan ecara menyeluruh dan sempurna ampai tingkat otomatis.

c.   Ranah Afektif

      Jenis tingkatan ranah afektif yang perlu dinilai meliputi:

1)      memberikan respon atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan.

2)      Menerima atau menikmati nilai, norma serta objrk yang mempunyai nilai etika dan estetika.

3)      Menilai baik-buruk, adil-tidak adil terhadap suatu objek.

4)      Menerapkan nilai, norma,  etika, dan estetika dalam kehidupan sehari-hari.

  1. 3.             Prinsip-Prinsip Penilaian Prestasi Belajar

Ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam kegiatan penilaian prestasi belajar siswa. Menurut Sutrisno (2005: 27), di antara prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Menyeluruh, artinya peribahan perilaku yang diwujudkan dengan prestasi belajar menyeluruh, menyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
  2. Berkesinambungan, penilaian prestasi belajar siswa dilakukan secara terencana, bertahap, dan terus-menerus.
  3. Berorientasi pada tujuan maksudnya prestasi belajar yang dicapai siswa dapat menentukan sejauhmana telah mencapai tujuan sesuai kompetensi yang diharapkan.
  4. Objektif, penilaian prestasi belajar harus mencerminkan tingkat keberhasilan siswa yang sesungguhnya.
  5. Terbuka, artinya hasil prestasi belajar diketahui dan diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.
  6. Kebermaknaan, hasil penialian harus bermakna bagi siswa dan guru.
  7. Kesesuaian, penilaian prestasi belajar harus sesuai dengan materi yang semestinya dikuasai siswa.
  8. Mendidik, prestasi yang diperoleh siswa harus dapat digunakan untuk mendorong dan memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
  1. 4.         Bentuk-Bentuk Alat Penilaian Prestasi Belajar Siswa

Bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa pada semua domain penguasaan baik kognitif, psikomotor, dan afektif antara lain (Sutrisno, 2005: 30):

  1. Pertanyaan lisan di kelas

Pertanyaan lisan di kelas sering kali dilakukan guru. Tujuan dari pertanyaan lisan adalah untuk mengungkap penguasaan siswa terhadap materi atau konsep-konsep tertentu.

  1. Ulangan Harian

Ulangan harian dilakukan untuk mengungkap penguasaan siswa pada beberapa kompetensi dasar tertentu. Ulangan lisan dilakukan secara periodik dengan berbagai macam teknik pelaksanaannya. Di amping itu ulangan harian dimaksudkan untuk memotivasi siswa belajar secara teratur dan kontinyu.

  1. Tugas individu

Dilakukan ecara periodik untuk dilakukan oleh setiap siswa dan dapat berupa tugas rumah atau PR. Tugas tersebut sekaligues untuk mengungkap penguasaan aplikasi dan penguasaan menggunakan alat dan prasedur melakukan pekerjaan tertentu.

  1. Tugas kelompok

Digunakan untuk menilai prestasi belajar dalam memecahkan masalah tertentu. Tugas kelompok juga memberi manfaat agar siswa terampil berkomunikasi dengan teman sebayanya. Selain tiu dapat mengembangkan kerja ama dan kompetisi secara sehat.

  1. Ulangan semester

Ulangan semeter berfungsi sebagai alat untuk menilai ketuntasan prestasi belajar siswa selama satu semester. Ulangan semester berfungsi untuk menentukan tingkat daya serap dan pencapaian target kurikulum yang telah dilakukan guru. Pelaksanaan ulangan semester juga dimaksudkan untuk menentukan nilai raport siswa. Nilai raport inilah yang akan menjadi media laporan pendidikan lembaga ekolah kepada masyarakat (orang tua).

  1. Ulangan kenaikan Kelas

Sama halnya dengan ulangan semester, ulangan kenaikan kelas dilaksanakan pada akhir tahun pelajaran. Ulangan ini dilaksanakan sebagai evaluasi akhir prestasi yang telah dicapai siswa selama satu tahun. Sebagai evaluasi terakhir maka maka hasilnya digunakan ebagai penentu kenaikan kelas bagi siswa.

  1. Laporan kerja praktek

Hanya dapat dilakukan pada mata pelajaran tertentu saja. Adapun mata pelajaran yang lazim dilakukan dengan praktek adalah IPA dan Sains, bahasa, Pendidikan jasmani dan kwsehatan, Tata Boga, dan teknologi Informasi dan komunikasi (TIK).

  1. Responsi/Uji Prektek

Biasanya digunakan untuk mengetahui penguasaan akhir dari aspek kognitif dan psikomotorik.

  1. 5.    Beberapa Faktor yang Berpengaruh pada Prestasi Belajar

Prestasi belajar bukanlah variabel yang berdiri-sendiri. Mukhtar dan Yamin (2003: 67), menyatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari motivasi positif dan percaya diri dalam belajar, tersedianya materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas siswa, keterampilan intelektual, dan strategi yang tepat untuk mengaktifkan siswa dalam belajar. Sedangkan faktor eksternal lebih banyak ditangani oleh guru, faktor tersebut terdiri dari cara guru memberi reward, penghargaan, perhatian orang tua, dan keadaan keluarga.

Pendapat lain yang hampir sama dikemukakan Aqib (2003: 94) dan Hamalik (1999: 55), bahwa ada dua faktor yang berpengaruh pada pencapaian prestasi belajar siswa, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern terdiri dari motivasi positif dan percaya diri dalam belajar, tersedianya materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas siswa, keterampilan intelektual, dan strategi yang tepat untuk mengaktifkan siswa dalam belajar. Sedangkan faktor ekstern lebih banyak ditangani oleh guru, faktor tersebut terdiri dari cara guru memberi reward, penghargaan, perhatian orang tua, dan keadaan keluarga.

  1. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa, berupa faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), dan faktor psikologi (kecerdasan/intelligensi, minat dan perhatian, bakat, motivasi diri, dan kematangan).

1) Faktor jasmaniah

 (a) Kesehatan merupakan faktor yang berperan dalam menentukan tingkat pencapaian prestasi siswa. Siswa yang kondisi fisiknya lebih sehat tentu saja tidak akan terganggu dalam belajar. Sebaliknya siswa yang sering akit akan mengalami hambatan dalam belajar. Di samping itu siswa yang sering sakit tidak akan dapat mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya.

(b) Cacat tubuh sering kali menjadi penghambat bagi siswa untuk belajar. Ada bermacam-macam cacat tubuh yang mungkin diderita siswa. Kurang penglihatan menyebabkan siswa sulit untuk membaca dari jarak yang agak jauh atau terlalu dekat. Kurang pendengaran menyebabkan siswa sulit menangkap penjelasan guru ecara lisan. Demikian pula dengan keterbatasan yang lain yang kesemuanya dapat menghambat aktifitas belajar pada siswa yang mengalaminya.

                    2) Faktor psikologi

                         (a) Inteligensi/kecerdasan pada setiap siswa berbeda-beda. Siswa yang memiliki potensi kecerdasan lebih tinggi tentu akan lebih baik pretasinya daripada siswa yang berpotensi kecerdasan rendah. Siswa yang cerdas adalah siswa yang memiliki dapat menyesuaikan diri dengan secara tepat dan cermat dengan kondisi tertentu.

                       (b) Minat dan perhatian siswa untuk belajar akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Siswa yang bersungguh-sungguh dalam belajar akan dapat menyerap materi pelajaran secara lebih sempurna. Kesungguhan siswa ditentukan oleh minat dan perhatian masing-masing siswa dalam belajar.

                        (c) Bakat adalah potensi bawaan menurut sebagian besar ahli. Pendapat ini didasarkan pada kegemaran seseorang yang relatif berbeda satu dengan yang lainnya. Bakat inilah yang akan mendukung seorang siswa untuk mengoptimalkan pretasi belajarnya. Siswa yang berbakat pada pelajaran tertentu akan terlihat dari pretasinya yang menonjol pada pelajaran tersebut.

  1. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, berupa faktor keluarga (ekonomi keluarga, suasana rumah tangga, cara mendidik orang tua) dan faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, manajemen sekolah,dan suasana/iklim sekolah).

                  1) Faktor keluarga, terdiri dari keadaan sosial ekonomi orang tua,

                        suasana rumah, cara orang tua mendidik, dan sebagainya. Secara umum siswa yang berasal dari keluarga yang berekonomi tinggi akan lebih mudah berprestasi. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan belajarnya. Demikian sebaliknya siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu cenderung memiliki fasilitas belajar yang sangat terbatas.

                   2) Faktor sekolah yang berpengaruh secara langsung dengan prestasi belajar siswa adalah kompetensi guru, sarana belajar, iklim sekolah, manajemen sekolah, dan kurikulum. Guru yang memiliki kompetensi memadai akan dapat melaksanakan tugasnya secara baik. Hal yang sama sekolah yang memiliki fasilitas atau sarana belajar yang lengkap akan mendorong siswa untuk belajar. Demikian pula dengan manajemen sekolah, iklim sekolah, dan kurikulum yang digunakan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang berupa kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan, kecakapan atau keterampilan yang dinyatakan sesuai hasil belajar.

  1. Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran  yang diajarkan disekolah yang mana pada hakikatnya kurikulum TIK menyiapkan siswa agar terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi (http://www.puskur.net download jam 10.00 tanggal 24 Mei 2012).

Bahan kajian TIK untuk jenjang SMP /MTS dalam standar isi mencakup tiga aspek yaitu konsep, pengetahuan, dan operasi dasar,Pengelolaan informasi untuk produktifitas dan pemecahan masalah, eksploitasi dan komunikasi (httt/www.puskur.net)

Setiap mata pelajaran memiliki ciri khas atau karakteristik  nya masing-masing .begitu juga dengan mata pelajaran TIK. Adapun karakteristik mata pelajaran TIK adalah sebagai berikut;

  1. TeknologiInformasi dan komunikasi merupakan keterampilan menggunakan komputer  meliputi  perangkat keras dan perangkat lunak. Namun demikian Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak sekedar terampil, tetapi lebih memerlukan kemampuan intelektual.
  2. MateriTeknologiInformasi dan komunikasi berupa tema-tema esensial,  aktual  serta global yang berkembang  dalam kemujuan teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran  yang dapat mewarnai perkembangan perkembangan perilaku dalam kehidupan.
  3. Tema-tema esensial dalam Teknologi  Informasi dan Komunikasi  merupakan perpaduan dari cabang-cabang Ilmu Komputer,Matematik, Teknik Elektro, Teknik Elektronika, Telekomunikasi, Sibernetika  dan Informatika  itu  sendiri.Tema-tema esensial tersebut berkaitan dengan  kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad 21  seperti  pengolah kata, spreadsheet, presentasi, basis data, internet dan e-mail. Tema-tema esensial tersebut terkait dengan aspek kehidupan sehari-hari.
  4. MateriTeknologi Informasi dan komunikasi dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner dan multidimensional. Dikatakan interdisipliner karena melibatkan berbagai  disiplin ilmu, dan dikatakan multidimensional karena mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. (http://www.lpmpjabar.go.id. download jam 10.00 tanggal 23 Mei 2012).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Teknologi Informasi dan komunikasi merupakan keterampilan menggunakan komputer  meliputi  perangkat keras dan perangkat lunak. Tema-tema esensial dalam pembelajaran ini adalah merupakan tema-tema  aktual  serta global yang berkembang  dalam kemujuan teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran  yang dapat mewarnai perkembangan perkembangan perilaku dalam kehidupan.

Tema-tema esensial dalam Teknologi  Informasi dan Komunikasi  tersebut merupakan perpaduan dari cabang-cabang Ilmu Komputer, Matematik, Teknik Elektro, Teknik Elektronika, Telekomunikasi, Sibernetika  dan Informatika  itu  sendiri. Tema-tema esensial tersebut berkaitan dengan  kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad 21  seperti  pengolah kata, spreadsheet, presentasi, basis data, internet dan e-mail. Tema-tema esensial tersebut terkait dengan aspek kehidupan sehari-hari sehingga materi Teknologi Informasi dan komunikasi dikembangkan dengan pendekatan interdisiplier dan multidimensional.dikatakan interdisipliner karena melibatkan berbagai disiplin ilmu, dan dikatakan multidimensional karena mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat

  1. C.    Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan terhadap penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran TIK antara lain;

  1.  M. Darwento, 2011, Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK kelas XI semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 MAN 1 Bandung. Hasil penelitian ini antar lain menyebutkan bahwa terdapat peningkatan prestasi belajar pada mata pelajaran TIK kelas XI semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 MAN 1 Bandung setelah model pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas tersebut.
  2.  Hasan Basri, 2010, Penerapan pembelajaran kooperatif  model Jigsaw dalam meningkatkan prestasi belajar TIKOM pada siswa Kelas VIII SMP Muhammadyah Malang Tahun Pelajaran 2009/2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model jigsaw memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap peningkatan prestasi belajar TIKOM siswa
  3. D.    Kerangka Berfikir

Kemp dalam Sanjaya (2009  :124) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan  guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Strategi pembelajaran model pembelajaran Cooperative Learning group didasarkan pada falsafah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia sebagai mahluk sosial yang saling bekerja sama dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain.

Selanjutnya, prestasi belajar adalah sebuah proses penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan, kecakapan atau keterampilan yang dinyatakan sesuai hasil belajar  dan ditandai dengan perubahan perilaku (Mukhtar dan Yamin, 2003: 89-90).

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dijelaskan bahwa ada hubungan antara penerapan strategi pembelajaran kooperatif secara tepat sebagai variabel bebas (Vasriabel X) dalam penyampaian materi pembelajaran TIK pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kuripan terhadap peningkatan prestasi belajar siswa SMPN 1 Kuripan pada mata pelajaran TIK sebagai variabel terikat (Variabel Y). Artinya bahwa semakin baik penerapan strategi pembelajaran kooperatif maka akan semakin terlihat peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK

E.     Hipotesis

Dalam buku Metodelogi Penelitian dijeskan bahwa: “Hypotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian” (Soegiyono, 1999:39).

Senada dengan hal tersebut di atas (Sutrisno Hadi, 1988:257) menjelaskan bahwa suatu hypotesis akan diterima apabila bahan-bahan penyelidikan membenarkannya dan ditolak bilamana kenyataan menanyakannnya.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hypotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang telah diajukan dalam penelititan ini dan besar kemungkinannya akan menjadi jawaban yang benar.

Adapun hypotesis yang diajukan penulis dalam penelitian adalah sebagai berikut.

  1. Alternative hypothesis (Ha): Ada Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013”
  2. Null Hypothesis (Ho): Tidak Ada Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan diruraikan secara berturut-turut tentang: A). Metode Penelitian, B). Rancangan Penelitian, C). Populasi dan Sampling Penelitian, D). Instrumen Penelitian, E). Metode Pengumpulan Data, F). Metode Analisis Data.

A.    METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah bararti kegiatan itu dilandasi oleh metode keilmuan. Menurut Jujun S. Suriasumantri (1978) metode keilmuan ini merupakan gabungan antara pendekatan rasional dan empiris. Pendekatan rasional memberikan kerangka berpikir yang logis. Sedangkan pendekatan empiris memberikan kerangka pengujian dalam memastikan seuatu kebenaran”, (Sugiyono, 1999:1).

Kegiatan penelitian dilakukan dengan tujuan tertentu, dan pada umumnya tujuan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga hal utama yaitu untuk menemukan, membuktikan, dan mengembangkan pengetahuan tertentu.

Sehubungan dengan penelitian ini maka teknik yang digunakan adalah penelitian korelasi atau regresi, untuk menemukan ada tidaknya pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013.

B.     RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam suatu penelitian. Dalam buku Metodologi Penelitian dijelaskan bahwa “Rancangan pada dasarnya merupakan suatu keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang dilakukan serta dapat pula dijadikan dasar penelitian sendirimaupun orang lain terhadap peneltiian dan bertujuan memberikan pertanggung jawaban terhadap semua langkah yang diambil”, (Margono, 1997:100).

Sehubungan denagn penelitian ini, maka secara konseptual rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

  1. Variabel bebas (X)        = Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif
  2. Variabel terikat (Y) =Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Berdasarkan gambaran tersebut diatas, maka ada variabel X dan variabel Y. Variabel X adalah obyek penelitian yang bebas atau independent variabel yaitu berupa Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif dan variabel Y adalah variabel terikat atau dependent variabel yaitu Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK).

C.    Populasi dan Sampling Penelitian

  1. Populasi Penelitian

Dalam buku Metode Penelitian Administrasi dijelaskan bahwa : “Populasi adalah wilayah gneralisasi yang terdiri atas: Obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono, 1999:57).

Hal yang senada juga dijelaskan (Sutrisno Hadi, 1998:10), bahwa “Populasi adalah seluruh individu yang menjadi subyek dan obyek penelitian yang hendaknya digenaralisasikan”

Dari  kedua pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan individu yang akan mejadi subyek dan obyek penelitian sehingga diperoleh sampel yang akan digeneralisasikan.

Dengan demikian yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 125 orang siswa.

  1. Sampel  Penelitian

Dalam buku Prosedur Penelitian dijelaskan bahwa yang  dimaksud dengan sampel adalah “sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti” (Suharsimi Arikunto, 1986:104). Ahli lain berpendapat bahwa “sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 1999:57).

Teknik sampling pada penelitian ini menentukan, karena teknik sampling yang tepat akan memeudahkan dalam pengolahan daa dan teknik sampling yang salah akan memperoleh data yang salah pula.

Dalam buku Metodologi Penelitian dijelaskan bahwa “Metode sampling adalah cara-cara yang digunakan untuk mengambil sampel (Sutrisno Hadi, 1980:75). Sedangkan dalam buku Metodologi Penelitian administrasi dijelaskan bahwa “Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian terdapat teknik sampling yang dapat digunakan”, (Sugiyono, 1999:61).

Adapun cara yang digunakan dalam Random Sampling adalah cara pengambilan sampel tanpa pilih memilih (sembarang), (IB. Netra,1977:17).

Adapun cara yang digunakan dalam random sampling adalah cara undian, cara ordinal, dan ara randomasi dari tabel bilangan random. Dalam penelitian ini untukmenentukan individu yang akan menjadi anggota sampel yang digunakan cara undian, untuk memberikan kesempatan yang sama pada anggota populasi yang akan dijadikan sampel. Apabila populasi cukup homogen terhadap populasi di bawah 100 dapat digunakan 50% dibawah 1000 dapat dipergunakan 20%-25% dan di atas 1000 dapat dipergunakan antara 10%-15%, (Winarno Surachmad, 1985:64).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini besarnya sampel direncanakan 25% karena jumlah populasi siswa SMP Negeri 1 Kuripan Tahun Pelajaran 2012/2013 sebanyak 125 orang maka jumlah sampel yang akan diambil adalah sebanyak 31 orang siswa.

D.    METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang akan diguanakan oleh peneliti adalah metode Quetioner/angket, wawancara/interview, dan metode dokumentasi sebagai pelengkap.

  1. Angket /quetionaire

Angket/ questionaire adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan menggunakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 1986:124).

Angket adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan/pernyataan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis (Sugiyono, 2009: 123).

Beradasrkan uraian di sata, dalam penelitian ini peneliti Angket yang digunakan adalah angket yang berupa daftar pertanyaan/pernyataan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis.

  1. Metode interview/wawancara

Interview/wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan data subyek yang diteliti dengan jalan mengajukan pertanyaan secara lisan melalui kegiatan tanya jawab. Dalam buku Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik (edisi revisi) dijelaskan bahwa “wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto, 1986:126). Ahli lain dalam buku Metodologi Reseach menjelaskan bahwa: “Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematika dan berlandaskan kepada tujuan pendidikan. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab dan masing-masing pihak dapat mengemukakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar, (Sutrisno Hadi, 1998:193).

  1. Metode dokumen.

Dokumen (recording document) adalah cara untuk memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan data segala dokumen serta melakukan pencatatan secara sistematis. Yang termasuk  dokumen antara lain : tulisan-tulisan,  lembaran-lembaran, karangan-karangan, bulletin-bulletin, undang-undang, benda-benda, (Oemar Hamalik, 1992:88). Dalam buku Bimbingan dan Penyuluhan dijelaskan bahwa banyak data tentang murid yang sudah dicatat dalam beberapa dokumen seperti dalam buku Induk, Raport, Buku pribadi, surat-surat keterangan, dan sebagainya termasuk dokumen yang bisa menjadi pelengkap data dalam suatu penelitian , (Prayitno, 1992:34).

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian metode dokumen yang akan digunakan adalah catatan data siswa dalam bentuk buku Induk, Raport, Buku pribadi, surat-surat keterangan, dan sebagainya termasuk dokumen yang bisa menjadi pelengkap data dalam suatu penelitian

E.     METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data adalah cara-cara yang harus diikuti atau digunakan oleh peneliti dalam rangka menganalisa data yang sudah dikumpulkan untuk memperoleh suatu kesimpulan dari hasil penelitian. Analisis data adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, dalam proses ini digunakan statistik untuk menyederhanakan data yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial.

  1. Analisis Statistik deskriptif

Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang diperoleh dan menemukan nilai-nilai yang diperlukan dalam analisis statistik inferensial.

  1. Analisis statistik inferensial

Adapun statistik yang digunakan adalah statistik inferensial yang bertujuan untuk melihat pengaruh penerapan strtaegi pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK yang akan dianalisis secara regresi linier dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson sebagai berikut;

rxy=  Riduwan, 2005:128

Keterangan:

n = Jumlah sampel

X = strategi pembelajaran kooperatif

Y= prestasi belajar siswa

Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut;

Kd = r 2x 100 %, dimana, KP = Nilai koefisien determinan dan r = nilai koefisien. Selanjutnya untyuk melihat signifikansi pengaruh di gunakan rumus sebagai berikut;

t =

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Jika signifikansi F ≤ 0,05 maka hipotesis nihil (Ho) ditolak, sebaliknya jika nilai F > 0,05 maka hipotesis nihil (Ho) diterima. Sedangkan untuk menguji koefisien korelasi ganda signifikan atau tidak digunakan rumus uji F (Winarsunu, 2002).

Seluruh proses pengolahan data penelitian menggunakan program perangkat SPSS versi 19.

DAFTAR  PUSTAKA

Aqib. 2003. Belajar dan Pembelajaran. PT.Bumi Aksara. Jakarta

Arifin. 2009. Startaegi Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta

Arikunto, S. 1986, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Bina Aksara, Jakarta.

Arikunto S, 1992, Prosedur Penelitian Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Arikunto S, 1994, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Djamarah, S. Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta

Dzajuli, 1997, Teknik Evaluasi hasil Belajar. PT. Bina Aksara, Jakarta.

Hadi, S, 1980. Metodologi Penelitian. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,

              Yogyakarta

Hadi S, 1998, Statistik Jilid II, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Hamalik, O, 1991, Metode Penelitian, Usaha Nasional, Surabaya

Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar.Jakarta: PT.BumiAksara

Hoetomo. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, BalaiPustaka. Jakarta.

http://www.puskur.net).  Pentingnya Penerapan Mata Pelajaran TIK di Sekolah. di download tanggal 2 Juni 2012.

Ibrahim dkk, 2000. Model-Model Strategi Pembelajaran Kelompok. AbdiMahasatya, Jakarta.

JujunS.Suriasumantri. 1978. Metodologi Penelitian Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya

Margono, 1997, Metodologi Penelitian, Yayasan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Muktar dan Yamin. 2003. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Aplikasi.CV.Anugerah. Semarang.

Netra IB, 1997, Statistik Infrensial, Usaha Nasional, Surabaya.

Prayitno, 1992, Bimbingan dan Penyuluhan, Yayasan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Riduwan, 2005. Metode Penelitian Bagi  Pemula, RosdaKarya. Jakarta.

SaefulBahriDjamarah, 1995. Strategi Belajar Mengajar, AbdiMahasatya, Jakarta.

Sutrisno, 2005. Statistik penelitian, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

Sanjaya, W 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Media Grup

Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

Sukamto. 2005. Belajar dan Prestasi Belajar, CV.Anugerah. Semarang.

Sukmadinata, N.Syaodih. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran.Bandung:Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI.

Sulaeman. 1984. Peserta didik dan Prestasi Belajar. RosdaKarya. Bandung.

Surachmad W. 1985, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung

Surachman. 1994, Penelitian Sosial Bagi Pemula, Rosda Karya, Bandung

­­­­­Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit BP. Panca Usaha.

Winarsunu, 2002, Metodologi Penelitian, Alfabeta, Bandung.

YeniSusilowati, 2006. Strategi Pembelajaran Kooperatif, RinekaCipta. Jakarta.

Yousda, 1998, Metode Penelitian Teori dan Praktek. Alfabeta, Bandung.

(http://www.lpmpjabar.go.id). Interdisipliner dan Multidimensional Melalui Pembelajaran TIK. di download tanggal 23 Mei 2012

(http://www.puskur.net, Artikel Pendidikandi download tanggal 23 Mei 2012

.

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Sebagaimana kita ketahui dalam realita hidup bahwa peran serta kewajiban orang tua adalah memberi nafkah kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan semenjak mereka lahir. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang tua untuk memberikan semaksimal mungkin, karena memberi nafkah dalam arti memenuhi kebutuhan baik bersifat material maupun mental spiritual membutuhkan suatu tindakan-tindakan yaitu dengan jalan bejerja, dengan jalan bekerja orang tua akan memperoleh apa yang dinamakan nafkah lahir yang bersifat jasmaniah, seperti halnya : sandang, pangan, papan dan sebagainya. Di samping kebutuhan jasmaniah anakpun membutuhkan kebutuhan rohani atau mental spiritual seperti halnya : kesejahteraan, agama, pendidikan dan sebagainya.

Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi, secara timbal balik antara orang tua dengan anak. (Darajat, 200:35)

Bagaimanapun kondisi penghasilan orang tua, akan tetapi berkewajiban untuk memberi nafkah kepada anak itu tetap ada. Maka dari itu wajib bagi orang tua untuk berikhtiyar semaksimal mungkin untuk bisa memberikan nafkah dan mampu membiayai pendidikan putra-putrinya. Sebab bagaimanapun anak-anak yang jumlahnya banyak merupakan beban yang tidak ringan bagi orang tua, baik yang menyangkut sandang, pangan, maupun pendidikan. Padahal anak merupakan amanah Allah, kalau amanah tidak mendapatkan pendidikan yang layak bahkan kalau disia-siakan, karena merasa terganggu dan direpotkan, tentunya hal ini jelas hukumnya adalah dosa, maka dari itu untuk menghindari perbuatan dosa tersebut orang tua harus mencari jalan keluar yaitu dengan dengan jalan bekerja untuk mencari hasil dalam rangka memenuhi ekonomi keluarga.

Kenyataan di masyarakat kita menunjukkan bahwa antara satu orang dengan yang lain kesiapan dana atau biaya tidak sama. Hal ini mengingat penghasilan ekonomi yang beragam. Keragaman tingkat ekonomi ini tentunya akan berpengaruh terhadap kesempatan menikmati jenjang pendidikan dan dorongan atau minat seseorang terhadap apa yang dicita-citakan termasuk di dalamnya kelangsungan studi anak.

Begitu pentingnya masalah dana dalam kehidupan ini sehingga Islam memberikan bimbingan kepada kita untuk mencari nafkah tanpa melupakan akhirat.

Dalam surat Al Qashash ayat 77 menerangkan bahwa

Artinya :

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melukapan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Depag RI., 1977:623).

 Dan sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi bahwa :

 Artinya :

Sesungguhnya makanan yang paling baik bagi kamu adalah dari hasil usahamu, dan sesungguhnya anak-anakmu adalah dari (hasil) usahamu”. (Shahih, R. Bukhori dan At-Tarikh, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Aisyah, 1990:55).

Dari ayat dan hadits tersebut di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan tidak bisa lepas dari faktor dana atau biaya. Dan tersedianya biaya untuk menunjang keberhasilan pendidikan anak, tidak bisa dilepaskan dari kekuatan ekonomi atau penghasilan orang tua. Mengingat makin tinggi jenjang pendidikan, maka makin tinggi biaya yang diperlukan, ternyata akan mempengaruhi seseorang untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Apalagi kalau kita lihat di tengah masyarakat, kekuatan ekonomi seseorang beragam, termasuk juga masyarakat di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan tempat lokasi penelitian. Keadaan ekonomi yang beragam dimungkinkan mempunyai pengaru yang baik terhadap kelangsungan studi anak.

Di dalam kegiatan studi anak memerlukan berbagai kebutuhan yang cukup. Dengan demikian keluarga (orang tua) mempersiapkan berbagai sarana, prasarana dan faktor penunjang lainnya. Hal ini diharapkan anak dapat belajar dengan baik dan mempunyai minat belajar pada tingkat yang lebih tinggi.

Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat juga berperan terhadap perkembangan anak-anak, misalnya anak-anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup (sosial ekonominya cukup), maka anak-anak tersebut lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk memperkembangkan bermacam-macam kecakapan. Begitu juga sebaliknya bagi orang tua yang berpenghasilan rendah, maka anak-anaknya akan berkurang mendapatkan kesempatan untuk memperkembangkan kecakapannya. (Ahmadi, 1999:256)

Berpijak dari keadaan penghasilan orang tua maka muncul ide untuk diadakan penelitian guna mengetahui sejaumana penghasilan orang tua dan implikasinya terhadap kelangsungan studi anak. Kiranya permasalahan inilah yang melatar belakangi penulisan pembahasan judul skripsi ini.

 B.     Rumusan Masalah

Agar dalam penelitian ini bisa terarah dalam pencapaian tujuan, maka terlebih dahulu dirumuskan masalah yang akan diteliti. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1. Pokok Masalah

Bagaimana pekerjaan orang tua dan implikasinya dalam kelangsungan pendidikan anak di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.

  1. Sub Pokok Masalah
    1. Bagaimana implikasi pekerjaan tani orang tua dalam kelangsungan pendidikan sekolah dan luar sekolah anak ?
    2. Bagaimana implikasi pekerjaan dagang orang tua dalam kelangsungan pendidikan di sekolah dan luar sekolah anak ?

  1. C.    Tujuan Penelitian

Tujuan adalah merupakan akhir aktivitas yang dicapai. Menurut Sutrisno Hadi (1989:3) tujuan adalah suatu pekerjaan untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti melalui persoalan-persoalan ilmiah.

Sedangkan dengan hal tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

  1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pekerjaan orang tua dan implikasinya dalam kelangsungan pendidikan anak di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.

  1. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pekerjaan tani orang tua dan implikasinya dalam kelangsungan pendidikan sekolah dan luar sekolah anak.

b. Untuk mengetahui pekerjaan dagang orang tua dan implikasinya dalam kelangsungan pendidikan sekolah dan luar sekolah anak.

D.    Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Ikut serta berpartisipasi dalam memberikan kontribusi kepada orang tua melalui karya ilmiah ini tentang pekerjaan orang tua dan implikasinya dalam kelangsungan pendidikan anak di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.
  2. Sebagai salah satu bahan informasi yang kemungkinan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan bahan acuan bagi orang tua anak di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.
  3. Sebagai mahasiswa Jurusan Tarbiyah di IAIN Nurul Jadid Paiton Probolinggo, penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi yang nantinya dapat menambah wawasan berfikir mengenai penghasilan orang tua dalam kelangsungan pendidikan anak di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo.

  1. E.     Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini hanya mencakup beberapa hal, yakni :

  1. Orang tua yang akan dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang telah menyekolahkan anaknya baik di lembaga formal maupun non formal.
  2. Pekerjaan oran tua yang akan dibahas nantinya adalah pekerjaan tani dan dagang
  3. Pendidikan anak yang dimaksud disini adalah semua tingkat pendidikan baik yang formal maupun nonformal dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan  tinggi.

F.     Keterbatasan Penelitian

Dalam penulisan ini ada hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh peneliti karena adanya faktor keterbatasan antara lain :

  1. Tidak dapat mewawancarai seluruh penduduk Desa Bulujaran Lor, dikarenakan terbatasnya tenaga dan waktu yang tidak memungkinkan.
  2. Tidak dapat memantau semua aktivitas penduduk Desa Bulujaran Lor, karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh peneliti.
  3. Hasil dari penelitian ini tidak bisa dipakai pada tahun berikutnya di daerah tersebut apalagi di daerah lain.

G.    Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dalam memahami masalah yang terdapat dalam judul skripsi ini, maka akan dijelaskan secara rinci istilah-istilah yang ada dalam judul ini. Disamping itu, untuk menghindari salah penafsiran terhadap permasalahan yang ada maka perlu dijelaskan definisi operasional sebagai berikut :

  1. Pekerjaan

WJS. Poerwadarminta mengatakan pekerjaan adalah hal mengerjakan sesuatu. Dalam hal ini pekerjaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarganya. (1999:493)

  1. Orang Tua

Orang tua adalah merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. (Darajat, 2000:35)

Jadi yang dimaksud orang tua di sini adalah orang yang harus memikul tanggung jawab kepada anak-anaknya, baik dalam memberikan nafkah maupun bidang pendidikan sampai dewasa.

  1. Implikasi

Implikasi adalah suatu keadaan terlihat, yang disugestikan. Jadi yang dimaksud dengan implikasi adalah sesuatu yang tampak nyata setelah adanya pengaruh atau yang disugestikan, artinya saran, ajaran pengaruh yang dapat menggerakkan atau mengeluatkan keyakinan. (Poerwadarminta, 1999:377)

  1. Kelangsungan

Kelangsungan berasal dari kata “langsung” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Dalam hal ini langsung berarti terus tidak dengan perantara. (Poerwadarminta, 1999:562)

  1. Pendidikan

Pendidikan menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia berarti pimpin, pelihara atau ajar. Mendapat penambahan konfik “pe-an” yang mengandung makna proses. Jadi pendidikan berarti suatu proses ajar. (1995:91)

  1. Anak

Yang dimaksud dengan anak dalam penelitian ini adalah anak-anak petani dan pedagang / wiraswasta yang berusia sekolah dari tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi.

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

A.    Kajian tentang Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan orang tua adalah suatu jerih payah yang dilakukan orang tua sehingga mendapatkan hasil yang maksimal, sesuai dengan profesi yang ditekuni. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammad Hidayat Rahz : “Tinggi rendahnya kehidupan sosial suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh seberapa besar adanya kesadaran dan kepekaan sosial dari masyarakat tersebut”. (1999:57).

Hal ini sangat relevan dengan firman Allah SWT dalam surat Al An’am ayat 135 :

Artinya :

“Katakanlah : Hai kaum-Ku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu ! Sesungguhnya Aku-pun orang yang berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang zalim itu tidak akan mendapat keberuntungan”. (Depag RI, 1977:210)

 Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh latar belakang sejarah, tradisi, budaya, tingkat pendidikan dan lingkungan dimana ia tinggal. Allah SWT berfirman dalam surat Al Isra’ ayat 84 berbunyi :

 Artinya :

“Katakanlah : Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa di antaramu yang benar jalannya” (Depag RI, 1977:437)

Dari pendapat tersebut di atas, terlihat jelas bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan orang tua adalah suatu kegiatan yang dilakukan, sehingga dapat menghasilkan dalam waktu tertentu sesuai dengan aktivitas yang dilakukan.

Dari sekian corak dan ragam jenis pekerjaan maka pekerjaan orang tua yang satu dengan yang lain tidak sama, hal ini melihat kebutuhan status sosial ekonomi, bakat serta kemampuan masing-masing individu berbeda-beda, dalam hal ini dibagi menjadi dua,  yaitu :

  1. 1.      Petani

Petani adalah sebagai orang desa yang bercocok tanam dan beternak di daerah pedesaan tidak di kalangan tertutup (greenhouse) di tengah-tengah kota atau dalam kotak-kotak aspidistir yang diletakkan di atas ambang jendela. (Wolf, 1985:2)

Dalam hal ini petani adalah pemilik tanah pertanian sedangkan buruh tani adalah penggarap pertanian milik orang lain, menurut Poerwadarminta, “buruh adalah orang yang bekerja mendapat upah / gaji”. (1999:171)

Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Dalam hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan dimana mereka itu tinggal dapat dikatakan masih menyedihkan. Sehingga menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkat rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya. Setiap petani ingin meningkatkan kesejahteraan hidupnya, akan tetapi hal-hal di atas merupakan penghalang, sehingga cara berfikir, cara bekerja dan cara hidup mereka tidak mengalami perubahan. (Kartasapoetra, 1994:21)

Dengan digiatkannya penyuluhan diharapkan akan menjadi perubahan-perubahan terutama pada perilaku serta bentuk-bentuk kegiatannya, seiring terjadinya perubahan, cara berfikir, cara bekerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mentalnya yang lebih terarah dan lebih menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarga dan lingkungannya.

Selanjutnya setelah penyuluhan-penyuluhan berlangsung, penyuluh akan dapat mengetahui petani mana yang tergolong petani naluri, petani maju, petani teladan dan kontak tani, dalam hal ini akan dijelaskan secara terperinci sebagai berikut :

  1. Petani naluri yaitu petani yang cara atau kegiatan-kegiatan usahanya masih seperti diwariskan oleh nenek moyangnya
  2. Petani maju adalah petani yang menerapkan teknologi baru dalam usaha atau dalam kegiatan-kegiatan bertaninya dan bersikap maju.
  3. Petani teladan adalah petani yang usaha atau kegiata bertaninya dicontoh oleh petani di lingkungannya, akan tetapi mereka itu tidak aktif dalam hal penyebarluasannya.
  4. Kontak tani merupakan petani teladan yang aktif dalam menyebarluaskan teknologi baru kepada para petani di desanya.

(Kartasapoerta, 1984:55)

Kartasapoetra menyatakan bahwa modernisasi pertanian adalah :

  1. Menjadikan para petani mampu melaksanakan usaha taninya secara lebih baik
  2. Menjadikan para petani mapu melakukan pengelolaan usaha taninya berdasarkan teknik pengelolaan yang lebih menguntungkan.
  3. Menjadikan para petani mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyatnya lebih baik dari sekarang
  4. Menjadikan para petani mampu memperluas lapangan kerja, seperti pendirian-pendirian industri-industri rumah yang mengolah produk pertaniannya
  5. Menjadikan para petani mampu meletakkan dasar-dasar pembaharuan bidang usahanya yang terarah pada pelaksanaan industri di lingkungan masyarakatnya dengan mamanfaatkan produk-produk pertanian sebagai bahan pertanian dasarnya. (1994:13).

Tujuan modernisasi pertanian sebenarnya sejalan dengan cita-cita masyarakat di pedesaan yaitu selain meningkatkan produk usaha taninya juga memberikan lapangan kerja baru bagi taruna-taruna tani di lingkungan masyarakatnya dengan memanfaatkan produk-produk usaha tani. Dengan demikian para petani beserta keluarga dan lingkungannya dapat lebih ditingkatkan sejajar atau setingkat tidak jauh berbeda dengan tingkat kehidupan masyarakat kota. Karena pertanian yang maju didampingi industri produk pertanian yang berkembang, akan menjadikan lingkungan masyarakat pedesaan berkembang tanpa merusak keadaan norma-norma lingkungan. Keserasian hidup mereka dapat dipertahankan walaupun keadaannya mengalami perkembangan yang pesat. (1994:13)

  1. 2.      Pedagang

Menurut Badudu Zein, pedagang adalah orang yang hidup dari berdagang sebagai mata pencahariannya. Dengan demikian pedagang dapat dikatakan sebagai orang yang bekerja atau berusaha atas prakarsa dan bertumpu pada kemampuannya sendiri. (1994:299)

Dalam hal ini pedagang sama dengan wiraswasta, yaitu suatu keberanian keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. (Soemanto, 1999:42)

Secara eternologis, wiraswasta merupakan suatu istilah yang berasal dari kata “wira” dan “swasta”. Wira berarti berani, utama atau perkasa. Swasta merupakan panduan dari kata “swa” dan “sta”, artinya sendiri. Swasta dapat diartikan sebagai berdiri menurut kekuatan sendiri, dengan kata lain sebagai wiraswasta. Dalam hal ini Wasty Soemanto menyatakan, “wiraswasta adalah keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri”. (1999:42)

Secara umum dapat dikatakan, bahwa manusia wiraswasta adalah orang yang memiliki potensi untuk berprestasi. Ia senantiasa memiliki motivasi yang besar untuk maju berprestasi, dalam kondisi dan situasi yang bagaimanapun, manusia wiraswasta mampu menolong dirinya sendiri di dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Manusia wiraswasta tidak suka bergantung kepada pihak lain di alam sekitarnya. Dalam setiap usaha memajukan diri serta keluarga, manusia wiraswasta tidak menunggu uluran tangan dari pemerintah ataupun pihak lain di dalam pihak masyarakat. (1999:43)

Tidak semua orang mampu untuk mengenal diri sendiri. Manusia lebih cenderung lebih banyak memperhatikan tingkat laku atau perbuatan orang lain. Oleh karena itu manusia lebih cenderung mengatakan penilaian terhadap tingkah laku dan prestasi orang lain sehingga banyak manusia yang jarang mengadakan penilaian sendiri. Itulah sebabnya mengapa dikatakan bahwa tidak semua orang dapat mengenal dirinya sendiri. (1999:44)

Persoalan maju dan tidaknya kehidupan manusia, tergantung pada manusia itu sendiri. Ia berusaha melengkapi diri dengan jiwa besar atau jiwa kerdilnya. Sebagai orang atau generasi tua kita tentunya tidak akan mengharapkan kehidupan anak dan cucu yang penuh dengan penderitaan, kemiskinan hanya akibat dari kekuasaan jiwa yang kerdil. Demikian pula apabila kita mengaku sebagai kaula muda yang sedang belajar, tentunya kita tidak akan diri pribadi kita terkuasai oleh jiwa yang kerdil pula.

Menurut Wasty Soemanto, ciri-ciri manusia wiraswasta :

  1. Memiliki moral yang kuat
  2. Memiliki sikap mental wiraswasta
  3. Kepekaan terhadap arti lingkungan
  4. Memiliki keterampilan wiraswasta (1999:45)

Dengan kata lain wiraswasta adalah seseorang yang mempunyai nilai-nilai praktis, pelopor, dan pejuang agar dapat berdiri di atas kakinya sendiri. Dengan demikian kemandirian merupakan kedewasaan dalam hidup, sehingga dengan sikap mandiri manusia mampu mengatasi permasalahan hidupnya dengan mudah, karena secara emosional ia telah dewasa pula.

Manusia wiraswasta memiliki ketekunan dan keuletan dalam bekerja dan berusaha. Kemajuan dan kesuksesan hidup tidak dapat datang dengan sendirinya. Kemajuan dan sukses harus diperoleh melalui usaha dan bekerja keras. Banyak orang yang tidak suka bekerja keras, mereka lebih suka bermalas-malasan dengan penuh harapan akan memperoleh kemajuan dan prestasi hidup. Ada pula sebagian orang yang tidak mau bekerja keras tetapi ingin maju dan berprestasi dengan meminjamkan tenaga dan prestasi orang lain. (1999:35)

Dengan kenyataan di atas, maka terdapat peranan dalam kehidupan yang kompleks di kalangan masyarakat itu. Terlepas dari berbagai persoalan tersebut, maka masyarakat mempunyai peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka mewujudkan manusia-manusia wiraswasta. Masyarakat menghadapi tantangan untuk mengemabangkan diri untuk memajukan kehidupan yang lebih baik, untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga pioner untuk mengadakan langkah-langkah usaha menggali serta mendayagunakan porensi masyarakat untuk keperluan memajukan kehidupan mereka.

Dalam hal ini pedagang dibagi menjadi dua, yaitu pedagang tetap dan pedagang tidak tetap.

  1. a.      Pedagang Tetap

Menurut WJS Poerwadarminta, pedagang adalah orang yang berdagang yang biasanya tidak secara besar. Pedagang tetap adalah orang yang berdagang dan menetap di tempatnya, misalnya tokok-tokok (1999:220)

Salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam berusaha dan berdagang adalah adanya kepercayaan dari orang lain terhadap dirinya. Agar seseorang memperoleh simpati dan kepercayaan orang lain dalam berusaha, ia harus memiliki sifat kejujuran dan tanggung jawab.

Banyak orang mengalami kegagalan dalam relasi dan usaha hanya karena tidak memiliki sifat-sifat kejujuran dan tanggung jawab. Oleh sebab itu dalam berdagang harus mendapat kepercayaan dari orang lain.

Seorang pedagang harus dapat mengenal lingkungannya, dengan mengenal lingkungannya memungkinkan manusia dapat mendayagunakan secara efisien untuk kepentingan hidupnya. Pedagang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan itu sebabnya mengapa seorang pedagang harus memiliki kepekaan terhadap arti lingkungannya, dan setelah itu berusaha mendayagunakan secara efisien untuk memajukan kehidupannya.

  1. b.      Pedagang Tidak Tetap

Pedagang tidak tetap adalah seorang pedagang yang dalam transaksinya dibatasi oleh waktu atau musim panen, dengan demikian juga berpengaruh terhadap perolehan pendapatan.

Seperti dikatakan oleh Muhammad “hakekat dari pembangunan masyarakat sesungguhnya adalah upaya dari masyarakat tersebut untuk meningkatkan keberadaannya melalui melalui suatu perubahan kehidupan sosialnya. (1999:55). Yang jelas, perubahan sosial pasti akan terjadi karena tumbuhnya kesadaran sosial dari anggota masyarakat tersebut yang diakibatkan oleh meningkatnya tafar sosial ekonomi mereka terutama pendidikan. Perubahan musim panen juga berpengaruh dalam perolehan pendapatan akan terjadi dengan baik dan lebih cepat apabila direncanakan dan terkontrol dnegan baik pula oleh masyarakat tersebut.

 

  1. B.     Kajian tentang Pendidikan Anak

Pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan Bab I Pasal 1 sebagai berikut : Pendidikan adalah usaha yang sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan kegiatan, pengajaran dan / atau pengertian dari peranannya di masa yang akan datang”. (Depag RI., 1999:3)

Pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah. (Zuhairini, 1995:92)

Di samping itu pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa ketingkat kedewasaan dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dapat berdiri di atas kaki sendiri.

Pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dan menjadi cermin kepribadian masyarakatnya. Dalam hal ini Hasbullah menyatakan bahwa “hubungan masyarakat dengan pendidikan menampakkan hubungan korelasi positif. Artinya, pendidikan yang maju dan modern akan menghasilkan masyarakat yang maju dan modern pula. Sebaliknya pendidikan yang maju dan modern hanya ditemukan dan diselenggarakan oleh masyarakat maju dan modern”. (1996:27).

Pendidikan anak adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak sejak dalam kandungan sampai dewasa.

Tujuan ideal yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia lewat proses dan Sistem Pendidikan Nasional ialah seperti yang dikutip Hasbullah :

Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Hasbullah, 1996 : 28)

Untuk mensukseskan tujuan tersebut, maka diantaranya dengan cara menempuh pendidikan yang ada yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal dan non formal tersebut dalam pelaksanaannya ada persamaan dan perbedaannya. Mengenai persamaan antara pendidikan formal dengan pendidikan non formal sebagai berikut :

  1. Berebeda dengan pendidikan in formal, medan pendidikan keduanya adalah memang diadakan demi untuk menyelenggarakan pendidikan yang bersangkutan.
  1. Materi pendidikan diprogram secara teratur.
  2. Ada clientele tertentu yang diharapkan datang kemedannya.
  3. Memiliki jam belajar tertentu
  4. Meyelenggarakan evaluasi pelaksanaan pogramnya.
  5. Diselenggarakan oleh pihak pemerintah dan swasta.

Sedangkan perbedaan anatara pendidikan formal dengan pendidikan non formal adalah :

H.    Pendidikan Formal

  1. Selalu dibagi atas jenjang yang memilih hirarkis
  2. Waktu penyampaian diprogram lebih panjang/lama
  3. Usia siswa disuatu jenjang relatif homogen, khususnya pada jenjang permulaan.
  4. Para siswa umumnya berorientasi studi buat jangka waktu relatif yang lama, kurang berorientasi pada materi program yang bersifat praktis, dan kurang berorientasi kearah cepat kerja.
  5. Materi mata pelajaaran pada umumnya, lebih bersifat akademis, dan umum.
  6. Merupakan response dari kebutuhan umum dan relatif jangka panjang.

Pendidikan non formal

  1. Pada umumnya tidak dibagi atas jenjang
  2. Waktu penyampaian di program lebih pendek
  3. Usia siswa di suatu kursus tidak perlu lama
  4. Para siswa umumnya berorientasi studi jangka pendek, praktis agar segera dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam praktek kerja (berlaku dalam masyarakat yang sedang berkembang.
  5. Materi mata pelajaran pada umumnya lebih banyak yang bersifat praktis dan khusus
  6. Merupakan response dari pada kebutuhan khusus yang mendesak
  7. Credentials (ijazah, dan sebagainya) umumnya kurang memegang peranan penting terutama bagi penerimaan siswa. (Joesuf, 1999 : 72)

Sanafilah Faisal berpendapat bahwa pendidikan formal memiliki persyaratan-persyaratan organisasi dan pengolahan yang relatif ketat, lebih formalistis, dan lebih terikat kepada legalitas formal administratif. Sedangkan pendidikan non formal relatif lebih lentur dan berjangka pendek penyelenggaraannya dibandingkan dengan pendidikan formal. Contoh konkritnya seperti pendidikan melalui kursus, penataran dan training-training. (1981 : 48)

Sehubungan dengan pendidikan formal dan pendidikan non formal, menjadi pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah maka dalam skripsi ini akan dijelaskan lebih rinci tentang pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah :

 

  1. Pendidikan Sekolah
  1. SD / MI

Pendidikan di SD bertujuan untuk memberikan bekal kemapanan dasar kepada siswa dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama. (Depag RI, 1999 : 228)

Pendidikan MI bertujuan untuk memberikan bekal kemapanan dasar kepada siswa dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan mendidik siswa menjadi manusia yang bertaqwa dan berakhlaq mulia sebagai muslim yang menghayati dan mengamalkan agamanya, serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di Madrasah Tsanawiyah atau Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. (1999 : 228)

  1. SLTP / MTs

SLTP bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh di Sekolah Dasar yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat dan untuk mengikuti pendidikan menengah.

Madrasah Tsanawiyah bertujuan memberiakn bekal kemampuan dasar sebagai perluasan dan peningkatan pengetahuan, agama dan ketrampilan yang diperoleh di Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat, warga negara yang sesuai dengan tingkatan perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan menengah.

MTs adalah satu pendidikan dasar setelah madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar dalam bentuk sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas agama Islam. Lama pendidikan di MTs adalah 3 tahun setelah Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar. (depag RI, 1999, 255)

Pendidikan dasar adalah bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dasar terdiri dari satuan pendidikan SD / MI dan SLTP / MTs MI adalah SD yang berciri agama Islam yang kaderannya diselenggarakan oleh Departemen Agama. (Pasal 4 ayat 3 peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1998 tentang pendidikan dasar) (Depag RI, 1999 :281)

  1. SMU / MA

SMU bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembankan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Disamping itu untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar. SMU merupakan bentuk satuan pendidikan menengah, lama pendidikan 3 tahun setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau setelah Madrasah Tsanawiyah. (Depag RI, 1999 : 330)

MA adalah satuan pendidikan dalam jenjang pendidikan menengah dalam bentuk Sekolah Menengah Umum yang berciri khas agama Islam. Lama pendidikan 3 tahun setelah Madrasah Tsanawiyah atau Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau satuan pendidikan yang setara. (1999 : 370)

  1. PT / Perguruan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan sumber daya manusia tinkat tinggi yang akan menjadi penggerak dan pemimpin masyarakatnya. Untuk meningkatkan mutu suatu pendidikan tinggi maka diperlukan tenaga-tenaga dosen yang bermutu.

Sejalan dengan lembaga pendidikan tinggi harus mampu untuk melaksanakan  riset, baik yang diperlukan oleh masyarakat sekitarnya maupun bagi pengembangan ilmu pengetahuan. (Tilaar, 2000 : 111 – 112)

Satuan pendidikan tinggi memerlukan otonomi, bukan hanya otonomi dalam bentuk kebebasan akademik dan mimbar akdemik, tetapi juga otonomi lembaga di dalam masalah-masalah manajemen, penyusunan program. Dengan demikian pendidikan tinggi tersebut sebagai lembaga pendidikan akan bersifat kreatif dan menjadi pelopor perubahan baik di dalam masyarakat sekitarnya maupun di dalam kemajuan ilmu pengetahuan (2000 : 112)

  1. Pendidikan Luar Sekolah
  1. Pesantren

Pesantren merupakan lemabaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup masyarakat sehari-hari.

Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata “pondok” juga berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama.

Pondok pesantren yang merupakan “bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman, hal ini bisa dilihat dari perjalanan historisnya bahwa sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus membentuk kader-kader ulama’ dan da;I (Hasbullah, 1996 : 39-40)

  1. Diniyah

Menurut Zakiyah Daradjat, Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam. Yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapatkan pendidikan agama Islam. Madrahah Diniyah terdiri dari tiga tingkat :

  1. Awaliyah, ialah Madrasah Diniyah tingkat permulaan dengan masa belajar 4 tahun dari kelas satu sampai dengan empat, dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
  2. Wustha, ialah Madrasah Diniyah tingkat menengah pertama dengan masa belajar 2 tahun dari kelas satu sampai kelas dua dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
  3. Ulya, ialah Madrasah Diniyah tingkat menengah atas dengan masa belajar 2 tahun dari kelas satu sampai kelas 2 dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu. (2000 : 104)

Sedangkan Hasbullah menyatakan kehadiran madrasah dilatar belakangi oleh keinginan memberlakukan secara perimbangan antar ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum dalam kegiatan pendidikan dikalangan umat Islam. (1996 : 66)

Madrasah Diniyah berkembang hampir seluruh kepulauan nusantara, baik merupakan bagian pesantren maupun surau, ataupun berdiri diluarnya. Pada tahun 1918 di Yogyakarta berdiri Madrasah Muhammadiyah (Kweek Scholl Muhammadiyah) yang kemudian menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah, sebagai realisasi dari cita-cita pembaharuan pendidikan Islam yang di pelopori oleh KH. Achmad Dahlan. (1996 : 69)

Sistem pengajaran dan pendidikan yang diajarkan pada Madrasah merupakan paduan antara sistem pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut secara beransur-ansur mulai dan mengikuti sistem klasikal sistem pengajaran kitab diganti dengan bidang-bidang.

Pelajaran tertentu walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama.  Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang tertentu. (1996 : 71)

  1. Majelis Ta’lim

Dari segi etimologis, perkataan majelis ta’lim berasal dari bahasa arab, yang terdiri dari dua kata, yaitu majelis dan ta’lim. Majelis artinya tempat duduk, tempat sidang, dewan. Dan ta’lim yang diartikan dengan pengajaran. Dengan demikian secara bahasan majelis ta’lim adalah tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. (Hasbullah, 1996 : 95)

Secara istilah, pengertian majelis ta’lim sebagaimana dirumuskan pada musyawarah majelis ta’lim se-DKI Jakarta tahun 1980 adalah lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jemaah yang relatif banyak, bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesamanya serta antara manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT. (1996 : 95)

Majelis ta’lim diselenggarakan berbeda dengan pendidikan Islam lainnya seperti pesantren dan madrasah, baik yang menyangkut sistem, materi maupun tujuannya. Pada majelis ta’lim terdapat hal-hal yang cukup membedakan dengan yang lain, diantaranya :

  1. Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam
  2. Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya sekolah atau madrasah.
  3. Pengikut atau pesertanya disebut jamaah (orang banyak)  bukan pelajar atau santri. Hal ini didasarkan pada kehadiran di majelis ta’lim bukan merupakan kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid menghadiri sekolah.
  4. Tujuannya yaitu memasyarakatkan ajaran Islam. (Hasbullah, 1996:95-96)

Bila dilihat dari strategi pembinaan umat, maka dapat dikatakan bahwa majelis ta’lim merupakan wadah atau wahana da’wah Islamiyah yang murni institusional keagamaan. Sebagai institusi keagamaan Islam, sistem majelis adalah melekat pada agama Islam itu sendiri.

Majelis ta’lim mempunyai kedudukan dan ketentuan tersendiri dalam mengatur pelaksanaan pendidikan atau da’wah Islamiyah, disamping lembaga-lembaga lainnya yang mempunyai tujuan yang sama. Memang pendidikan non formal dengan sifatnya yang tidak terlalu mengikat dengan aturan yang ketat dan tetap, merupakan pendidikan yang efektif dan efisien, cepat menghasilkan dan sangat baik mengembangkan tenaga kerja atau potensi umat, karena ia digemari masyarakat luas. Efektifitas dan efisien pendidikan ini sudah banyak dibuktikan melalui media pengajian-pengajian Islam atau majelis ta’lim yang sekarang banyak tumbuh dan berkembang baik di desa maupun di kota.

Hasbullah berpendapat bahwa secara strategis Majelis ta’lim adalah menjadi sarana da’wah dan tabligh yang bercorak Islami, yang berperan serta pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran Islam. (1996 : 99)

Fungsi dan peranan Majelis ta’lim tidak terlepas dari kehendaknya sebagai alat dan media pembinaan kesadaran beragama. Usaha pembinaan masyarakat dalam bidang agama harus memperhatikan yang biasanya menjadi tiga bentuk, menurut Hasbullah yaitu :

  1. Lewat propaganda, yang lebih menitik beratkan kepada pembentukan publik opini, agar mereka mau bersikap dan berbuat sesuai dengan maksud propaganda. Sifat propaganda adalah masal caranya melalui rapat umum, siaran radio, TV film, drama, spanduk dan sebagainya.
  2. Melalui indoktrinasi, yaitu meanamkan ajaran dengan konsepsi yang telah disusun secara tegas dan bulat oleh pihak pengajar untuk disampaikan pada masyarakat, melalui kuliah, ceramah, kursus, training centre dan sebagainya.
  3. Melalui jalur pendidikan, dengan menitik beratkan kepada pembangkitan cipta, karsa dan rasa sehingga cara pendidikan ini lebih mendalam dan mantap dari pada propaganda dan indoktrinasi. (1996 : 100)

Sebagai lembaga pendidikan non formal Majelis ta’lim berfungsi sebagai berikut :

  1. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT
  2. Sebagai teman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat santai
  3. Sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi masal yang dapat menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah.
  4. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama’ dan umara’ dengan umat.
  5. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumnya. (1996 : 101)

Pelaksanaan Majelis ta’lim tersendiri tidak begitu mengikat, dan tidak selalu mengambil tempat-tempat ibadah seperti Musholla, Masjid, tetapi juga di rumah keluarga, balai pertemuan umum, aula suatu instansi dan sebagainya. Penyelenggaraannya terdapat banyak variasi, tergantung pada pimpinan jamaah.

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

  1. A.    Rancangan Penelitian

Sebuah penelitian perlu dirancang secara sistematis agar tujuan penelitian dalam penelitian tersebut dapat dicapai. Adapun tujuan penelitian di sini adalah untuk mengetahui pekerjaan orang tua dan implikasinya dalam kelangsungan pendidikan anak. Maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel pondok pesantren (variabel X) dan sebagai variabel bebas dan variabel pembinaan akhlaq (variabel Y) sebagai variabel terikat.

Selanjutnya untuk memperoleh gambaran tentang adanya hubungan atau tidak antara ke dua variabel tersebut, maka masing-masing variabel yang telah diperiksa itu perlu dikorekasikan. Dari hasil pengkorelasian itu kemudian ditarik kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian. Atas dasar inilah maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Namun sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan diadakan langkah-langkah sebagai berikut.

1)      Persiapan

Dalam suatu kegiatan, persiapan merupakan unsur-unsur yang sangat penting. Begitu juga dalam kegiatan penelitian, persiapan merupakan unsur yang perlu diperhitungkan dengan baik sebab yang baik akan memperlancar jalannya penelitian.

Sehubungan dengan judul dan rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab terdahulu, maka persiapan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a)      Menyusun rencana

Dalam menyusun rencana ini penulis menetapkan beberapa hal seperti berikut ini.

1)      Judul penelitian

2)      Alasan penelitian

3)      Problema penelitian

4)      Tujuan penelitian

5)      Obyek penelitian

6)      Metode yang dipergunakan

b)      Ijin melaksanakan penelitian

Dengan surat pengantar dari Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam (IAIN) Nurul Jadid Jurusan Pendidikan Agama Islam dengan alamat PO. BOX I Paiton Probolinggo, penulis dimohonkan ijin ke kepada Pimpinan Pondok Pesantren Arriyadlah Desa Alastengah Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo. Dengan demikian penulis telah mendapatkan ijin untuk mengadakan untuk melakukan penelitian di tempat tersebut di atas.

c)      Mempersiapkan alat pengumpul data yang berhubungan dengan motivasi orang tua, yakni menyusun instrumen untuk angket dan wawancara dan dokumentasi.

2)      Pelaksanaan

Setelah persiapan dianggap matang, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan penelitian. Dalam pelaksanaan tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan menggunakan beberapa metode, antara lain :

a)      Observasi

b)      Wawancara

c)      Angket

d)     Dokumentasi

3)      Penyelesaian

Setelah kegiatan penelitian selesai, penulis mulai menyusun langkah-langkah berikutnya, yaitu :

  1. Menyusun kerangka laporan hasil penelitian dengan mentabulasikan dan menganalisis data yang telah diperoleh, yang kemudian dikonsultasikan kepada Dosen Pembimbing dengan harapan apabila ada hal-hal yang perlu direvisi, akan segera dilakukan sehingga memperoleh suatu hasil yang optimal.
  2. Laporan yang sudah selesai kemudian akan dipertaruhkan di depan Dewan Penguji, kemudian hasil penelitian ini digandakan dan disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait.

B.     Populasi dan Sampel Penelitian

  1. Populasi

Populasi merupakan obyek informasi atau kelompok yang menjadi sasaran penelitian. Dalam hal ini T. Raka Jono menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan individu yang ada, yang pernah dan mungkin ada yang merupakan sasaran yang sesungguhnya dari pada suatu penyelidikan” (t.th.1).

Mengingat populasi subyeknya 405, maka batasan responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 10% yang merupakan sebagai wakil dari jumlah populasi, maka secara matematis dapat ditentukan jumlah respondennya yaitu 405 : 10% = 40, berarti sampelnya 40 orang.

  1. Sampel

Pengertian mengenai sampel, Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa, “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti” (1997:177). Selanjutnya Suharsimi menyatakan bahwa :

“Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100 lebih 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung setidaknya dari :

  1. Kemampuan peneliti melihat dari segi waktu, tenaga dan dana.
  2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
  3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti, untuk peneliti yang beresiko besar, hasilnya akan lebih besar” (1992:107)

Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah 40 orang berdasarkan 10% dari jumlah populasi.

C.    Instrumen Penelitian

Guna memperoleh data yang diperlukan maka perlu adanya alat-alat pengumpul data atau instrumen, sebab instrumen sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Instrumen yang baik akan menghasilkan data-data yang baik dan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu data harus cocok dan mampu bagi pemecahan masalah. Dalam hal ini Winarno Surachmad menyatakan bahwa :

“Setiap alat pengukur yang baik akan memiliki sifat-sifat tertentu yang sama untuk setiap jenis tujuan dan situasi penyelidikan. Semua sedikitnya memiliki dua sifat, reliabilitas dan validitas pengukuran. Tidak adanya suatu dari sifat ini menjadikan alat itu tidak dapat memenuhi kriteria sebagai alat yang baik”. (t.th.:145)

Sifat-sifat yang lain yang harus dipenuhi adalah obyektifitas dan adanya petunjuk penggunaan. Adapun instrumen yang dibuat penulis guna menjaring data adalah angket untuk siswa. Jenis angket yang dipilih adalah angket tertutup, dengan jumlah pertanyaan 28 butir dengan tiga alternatif jawaban (a, b, dan c). Skor untuk masing-masing alternatif selanjutnya dimasukkan di dalam rumus prosentase.

D.    Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian tidak lepas dari data, karena dengan adanya data atau keadaan tertentu dapat membangkitkan niat untuk mengadakan penelitian. Dengan adanya data tersebut orang akan dapat menyesuaikan penelitiannya. Penelitian terhadap suatu obyek itu tidak dapat dilaksanakan dengan baik apabila dari obyek itu tidak dapat dibuat datanya. Data mempunyai pengertian khusus, seperti yang dinyatakan oleh Masud Kasan Kohar bahwa, “data adalah himpunan kenyataan-kenyataan yang mengandung suatu keterangan atau menyusun kesimpulan” (t.th.:61).

Dari definisi di atas maka jelaslah bahwa dalam suatu penelitian diperlukan banyak sekali data agar keputusan yang diambil dapat dipercaya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan haruslah menggambarkan tentang variabel-variabel yang ada pada judul, memilih metode yang tepat, karena kesalahan dalam memilih metode akan berakibat data yang terkumpul kurang memenuhi syarat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karenanya dalam penelitian ini penulis memilih beberapa metode pengumpulan data yang sekiranya tepat untuk penelitian ini, yaitu metode observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi.

  1. Metode Observasi

Metode observasi adalah suatu teknik untuk memperoleh data dengan menggunkan pengamatan (gejala-gejala) yang diselidiki (Hadi, 1991:36).

Berdasarkan pendapat-pendapat dapat dikemukakan bahwa Observasi adalah merupakan teknik atau metode untuk mengadakan penelitian dengan cara mengamati langsung terhadap kejadian, baik di sekolah maupun di luar sekolah dan hasilnya dicatat secara sempurna.

Dengan metode ini peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian, dalam hal ini yang diamati adalah lokasi atau letak penelitian serta sarana prasarana dan pelaksanaan pembinaan akhlaq di dalam masyarakat sekitar pesantren.

  1. Metode Angket

Angket atau kuesioner menurut Suharsimi Arikunto adalah, “sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui” (1997:140). Sedangkang menurut Bakrun dan Nasrudin menyatakan bahwa, “angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan komunikasi dengan sumber daya. (1990:52).

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka  yang disebut angket adalah seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh responden untuk memperoleh data yang diperlukan. Data yang dimaksud adalah data kuantitatif. Menurut Suharsimi Arikunto, kuesioner dapat dibedakan atas beberapa jenis tergantung kepada sudut pandangan.

  1. Dipandang dari cara menjawab, maka ada,

1)      Kuesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

2)      Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

  1. Dipandang dari jawaban yang diberikan ada,

1)      Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya.

2)      Kuesioner tidak langsung, yaitu jika respoden menjawab tentang orang lain.

  1. Dipandang dari bentuknya, maka ada,

1)      Kuesioner pilihan ganda, sama dengan kuesioner tertutup.

2)      Kuesioner isian, sama dnegan kuesioner terbuka.

3)      Checklist, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhka tanda ( ü ) pada kolom yang sesuai.

4)      Rating scale (skala bertingkat, yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju (1997:141).

Berdasarkan pembedaan tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan angket tertutup dengan alasan sebagai berikut :

  1. Mudah dalam memberikan jawaban bagi responden dan tidak memerlukan waktu
  2. Mudah dalam menganalisa data
  3. Dalam waktu relatif singkat dapat diperoleh data yang diperlukan.

Sebagai metode pengumpul data, angket memiliki keuntungan dan kelemahan. Beberapa keuntungan angket menurut Bakrum dan Nasrudin antara lain :

  1. Angket dapat dipergunakan untuk mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat
  2. Setiap responden menerima sejumlah pertanyaan yang sama
  3. Dengan angket responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawabannya
  4. Responden mempunyai waktu yang cukup untuk menjawab pertanyaan
  5. Dalam angket pengaruh subyektif dapat dihindarkan (1997:53)

Beberapa kelemahan angket :

  1. Angket belum bisa menjamin tentang ketetapan jawaban-jawaban responden
  2. Angket hanya terbatas pada responden yang dapat membaca dan menulis saja
  3. Kadang-kadang ada responden yang tidak bersedia mengisi angket
  4. Pertanyaan yang diajukan dalam angket lebih terbatas, sehingga ada hal-hal yang tidak terungkap (Bakrum dan Nasrudin, 1990:53).

 1.Wawancara atau Intewiew

Menurut Bakrum dan Nasrudin (1990:47) menyatakan bahwa, wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik secara langsugn maupun secara tidak langsung.

Menurut Bakrum dan Nasrudin wawancara bersifat langsung apabila data yang akan dikumpulkan langsung diperoleh dari individu yang bersangkutan, sedangkan tidak langsung apabila wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang lain (1990:47).

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara yang bersifat tidak langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan pengasuh Pondok Pesantren Arriyadlah Alastengah Paiton Probolinggo, untuk memperoleh keterangan dan data mengenai pesantren yang diasuhnya.

Beberapa keuntungan wawancara seperti yang dikatakan Bakrum dan Nasrudin antara lain sebagai berikut :

  1. Wawancara merupakan teknik yang tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi
  2. Dapat dilaksanakan kepada setiap individu tanpa pandang umur
  3. Tidak dibatasi oleh kemampuan membaca dan menulis, artinya orang yang buta hurufpun dapat diajak wawancara
  4. Dapat dijalankan serempak sambil mengadakan observasi dan memberikan penyuluhan
  5. Mempunyai kemungkinan masuknya data lebih banyak dan lebih cepat
  6. Dapat menimbulkan hubungan pribadi yang lebih baik
  7. Kerahasiaan pribadi lebih terjamin (1990:47).

Di samping keuntungan, wawancara juga memiliki kelemahan-kelemahan yaitu ;

  1. Wawancara terlalu banyak memakan waktu, tenaga dan biaya
  2. Sangat tergantung pada individu yang akan diwawancarai
  3. Situasi wawancara mudah terpengaruh oleh situasi alam sekitar
  4. Adanya pengaruh-pengaruh subyektif pewawancara (Bakrum dan Nasrudin, 1990:48)

 1.E.     Metode Analisis Data

Setelah mengadakan serangkaian kegiatan (penelitian) dengan menggunakan beberapa metode di atas, maka data-data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan teknik deskriptif. Teknik ini dipergunakan untuk menganalisa data yang bersifat kualitatif atau data yang tidak dapat direalisasikan dengan angka. Adapun data yang bersifat kuantitatif akan dianalisa dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat (X2), dimana akan digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

X2  = Chi kwadrat

Fo  = Frekwensi hasil observasi

Fh  = Frekwensi yang diharapkan

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.    Deskripsi Data

  1. 1.      Gambaran Umum Daerah Penelitian

Desa Bulujaran Lor yang terletak di Kecamatan Tegal Siwalan adalah sebagai obyek penelitian, desa tersebut terletak di Kabupaten Probolinggo, jarak antara desa Bulujaran Lor dengan kota Kecamatan + 3 Km. sedangkan jarak antara kota Kabupaten Probolinggo + 16 Km. Luas desa Bulujaran Lor 3,45 Ha dengan di huni penduduk sebanyak 2772 jiwa, desa ini terdiri dari 5 dusun, yaitu :

  1. Dusun Saptuan
  2. Dusun Krajan
  3. Dusun Janten
  4. Dusun Dulawang
  5. Dusun Gunung Tempa

Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003

Mengenai iklim pada umumnya adalah beriklim tropis terbagi menjadi 2 musim, yakni musim kemarau terjadi pada bulan April-Oktober, dan musim hujan pada bulan Oktober-April setiap tahunnya. Di antara kedua musim tersebut terjadi musim pancaruba di mana pada musim ini terjadi tiupan angin kering yang kencang sekali dan angin tersebut dinamakan angin gending. Mengenai curah hujan cukup tinggi berkisar antara 26 mm Hg untuk curah hujan terkecil dan 439 mm Hg curah hujan terbesar.

Daerah batas-batasnya adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Barat                : Desa Paras

b. Sebelah Timur               : Desa Bladu Kulon dan Gunung Geni

c. Sebelah Utara                : Desa Bladu Kulon

d. Sebelah Selatan             : Desa Bulujaran Kidul

(Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003)

  1. 2.      Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegal Siwalan Kabupaten Probolinggo, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

TABEL 1

JUMLAH PENDUDUK DESA BULUJARAN LOR

PADA TIAP-TIAP DUSUN TAHUN 2002-2003

No.

Dusun

Jenis Kelamin

Jumlah

Laki-laki

Perempuan

1

2

3

4

5

Saptuan

Krajan

Janten

Dulawang

Gunung Tempa

321

141

352

365

350

329

159

372

269

373

650

300

724

534

723

Jumlah

1429

1502

2931

(Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003)

TABEL II

KEADAAN PENDUDUK DESA BULUJARAN LOR

MENURUT GOLONGAN UMUR TAHUN 2002-2003

No.

Kelompok Umur

Jumlah

1

2

3

4

5

6

00 – 03 tahun

04 – 06 tahun

07 – 12 tahun

13 – 15 tahun

16 – 18 tahun

19 – tahun ke atas

670

450

305

600

206

100

Jumlah

2331

(Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003)

  1. 3.      Keadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam ataupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. pendidikan dapat dinikmati atau dimiliki oleh setiap orang, sesuai dengan kemampuan masing-masing perorangan itu sendiri bahkan itu adalah menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat ataupun pemerintah.


TABEL III

KEADAAN PENDUDUK DESA BULUJARAN LOR

MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN 2002-2003

No.

Kelompok Pendidikan

Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

Belum Sekolah

Tidak Taman SD / Sederajat

Tamat SD / Sederajat

Tamat SLTP / Sederajat

Tamat SMU / Sederajat

Tamat PT / Sederajat

Buta Aksara

700

600

400

700

76

5

50

Jumlah

2331

(Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003)

TABEL IV

KEADAAN SARANA PENDIDIKAN DESA BULUJARAN LOR

TAHUN 2002-2003

No.

Dusun

SD

SLTP

SMU

PT

Jumlah

1

2

3

4

5

Saptuan

Krajan

Janten

Dulawang

Gunung Tempa

2

1

1

2

2

Jumlah

3

1

4

(Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003)

  1. 4.      Keadaan Sarana Ibadah

Keadaan sarana ibadah di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo Tahun 2002-2003 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL V

KEADAAN SARANA IBADAH DI DESA BULUJARAN LOR

TAHUN 2002-2003

No.

Kelompok Umur

Jumlah

1

2

3

4

5

Masjid

Musholla

Wihara

Gereja

Pura

4

26

Jumlah

30 buah

(Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003)

 1. 5.      Keadaan Mata Pencaharian

Keadaan penduduk Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo tahun 2002-2003, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL VI

KEADAAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK

DESA BULUJARAN LOR TAHUN 2002-2003

No.

Kelompok Umur

Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Petani

Buruh Tani

Pegawai Negeri

Pedagang

Pensiunan

Buruh Penggalian

Usaha Industri Kerajinan

Buruh Industri

Jasa Angkutan

Jasa Bangunan

1001

218

17

79

8

6

26

75

88

17

Jumlah

1455

(Sumber data : Kantor Desa Bulujaran Lor Tahun 2002-2003)

Desa Bulujaran Lor terdiri dari dua bagian wilayah yakni sebelah utara merupakan wilayah persawahan yang sebagian besar adalah pertanian padi, jagung, bawang merah, cabai. Sedangkan di sebelah selatan adalah daerah tegalan atau sawah tadah hujan, yang bisanya di tanami palawija hanya musim penghujan saja, yaitu tanaman jagung, ubi kayu, atua sejenis tanaman kacang-kacangan. Biasanya dijual oleh mereka sebagai sayur atau pelengkap masakan sayur seperti karo, komak, otok, kedelai dan kacang ijo.

Usaha perdagangan adalah perdagangan eceran dan sejenisnya hanya merupakan usaha perdagangan untuk memenuhi keperluan masyarakat sekitar seperti toko dan warung.

Industri yang ada di Desa Bulujaran Lor adalah industri kerajinan rumah tangga misalnya, industri kerajinan mebel dan pembuatan batu bata merah. Industri rumah tangga lainnya adalah industri tempe, kue dan tape.

  1. 6.      Struktur Organisasi

Struktur organisasi Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo Tahun 2002-2003 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


STRUKTUR ORGANISASI DESA ….

KECAMATAN ….

TAHUN 2002-2003

(Sumber data : Kantor Desa  Tahun 2002-2003)

B.     Penyajian dan Analisa Data

Sebagaimana dijelaskan bahawa dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, interview, dokumenter dan catatan lapangan sebagai alat ukur untuk meraih data sebanyak mungkin terhadap berbagai hal yang berkaitan dan yang mendukung penelitian ini. segala upaya yang telah dilakukan untuk mengeksplorasi dan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, memberikan porsi intensifikasi pada metode observasi dan interview. Untuk mendapatkan data yang kualitatif dan auntenfikasi yang berimbang maka dilakukan juga dengan menggunakan metode dokumenter.

Setelah mengalami proses peralihan data dengan berbagai metode yang dipakai mulai dari data yang umum hingga sampai pada data yang khusus, pada akhirnya sampai pada pembuktian data, karena data yang diperoleh suah dianggap representatif dan telah sampai pada kejenuhan data.

Secara berurutan akan disajikan data-data yang ada dan mengacu pada perumusan masalah.

  1. 1.      Pekerjaan Orang Tua

Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak dilahirkan ibunya yang selalu ada disampingnya. Hal ini menunjukkan tanggung jawab setiap orang tua atas kehidupan anak-anak mereka untuk masa kini dan mendatang. Bahkan para orang tua umumnya merasa tanggung jawab atas segalanya dari kelangsungan hidup anak-anak mereka. Karenanyalah tidak diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpaku kepada orang tua. Apakah tanggung jawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, hal ini adalah merupakan “fitrah” yang telah dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua. Maka tidak bisa mengelakkan tanggung jawab itu karena telah merupakan amanah Allah SWT yang dibebankan kepada mereka.

Status sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku dan pengalaman anak-anaknya. Yang dimaksud dengan status sosial dalam hal ini adalah kedudukan orang tua dalam memperoleh penghasilan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Secara sederhana di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo, penghasilan orang tua dibagi menjadi dua di antaranya adalah petani dan pegagang. Oleh sebab itu penghasilan orang tua sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pendidikan anak untuk selanjutnya.

Namun demikian status sosial ekonomi tidaklah dapat dikatakan sebagai faktor yang mutlak, sebab hal itu tergantung pula kepada sikap orang tua dan corak interaksi dalam keluarga. Walaupun penghasilan ekonomi orang tua memuaskan tetapi mereka tidak memperhatikan pendidikan anaknya, maka hal itu tidak menguntungkan bagi perkembangan sosial anak-anak. Mungkin juga pengasilan ekonomi orang tua mencukupi dan juga interaksinya baik, namun anak itu berkembang dengan tidak wajar, dengan begitu perkembangan ditentukan oleh saling pengaruh dari faktor-faktor di luar dirinya dan dalam dirinya sebagaimana hasil interview dinyatakan bahwa : “Penghasilan orang tua yang ada di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo, sangat mendukung, akan tetapi minat untuk menyekolahkan anaknya kurang, sebab faktor kesadaran orang tua kurang mendukung”. (Hasil interview dengan Bapak Kepala Desa yaitu Bapak Ahmad Mulyadi, 5 Mei 2003)

Pendapat tersebut dipertegas oleh Bapak Muhammad Ihsan, yang menyatakan bahwa : “Bahwasanya pendidikan orang tua sendiri sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak selanjutnya, sebab untuk sekolah pada jenjang yang lebih tinggi tidak mendapat suatu dukungan dari orang tua”. (Hasil interview, 7 Mei 2003)

Bertolak dari uraian di atas, jelaslah meskipun penghasilan orang tua sangat mendukung akan tetapi faktor dari kesadaran orang tua itu sendiri kurang mendukung, yang akhirnya tidak ada minat untuk menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi. Adapun penghasilan orang tua yang ada di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo adalah :

  1. Petani

Petani adalah mereka yang hidup dari pekerjaan sawah di desa yang suasana kehidupan dalam masyarakat ditandai oleh sifat kekeluargaan.

Pada masa pembangunan di abad XX ini, pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap para petani di pedesaan ternyata demikian besar, memang demikianlah seharunya. Sejak nenek moyang kita, petani adalah tulang punggung ekonomi negara, dan desa adalah pangkal kehidupan perkotaan, tetapi kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah. Mereka buta akan pendidikan, buta akan teknologi yang baik bagi peningkatan usaha taninya, sehingga produksi yang mereka lakukan dari generasi ke generasi hanyalah berdasarkan usaha dan pengalaman-pengalaman sendiri. Dalam waktu yang demikian lama perilaku kehidupan para petani tidak mengalami perubahan, padahal mereka ingin perubahan. Mereka tidak bisa melakukannya karena terbentur pada keadaannya sendiri, antara lain karena pendidikan yang dialaminya terlalu rendah, bahkan kebanyakan di antara mereka ada yang tidak mengalaminya, sehingga penguasaan pengetahuan untuk maju, mengubah perilaku dan perikehidupannya tidak dapat mereka lakukan.

Dalam wawancara pata tanggal 11 Mei 2003 dengan Bapak Suyono, menuturkan kepada peneliti : “Biasanya saya berangkat ke sawah setelah shalat subuh, karena sawah saya agak jauh dan harus ditempuh dengan mengendarai sepeda engkol. Lagi pula penghasilan tiap hari petani seperti saya ini tergantung dari penghasilan sawah yang saya garap menurut musim tanam yang selalu berganti-ganti, yaa alhamdulillah lebih dari cukup kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga”.

Dari sini dapat diketahui bahwa petani adalah seorang yang penghasilannya tergantung pada hasil pertanian yang mereka garap menurut musim tanam yang selalu berganti-ganti. Di musim hujan mereka para petani banyak yang bercocok tanam padi, jagung, rempah-rempah dan buah-buahan yang sangat cocok pada musim itu, sedangkan di musim kemarau mereka banyak menanam bawang merah bahkan sampai berkali-kali dalam menanam karena semata-mata mengejar harga bawang merah pada waktu itu cukup melambung tinggi.

  1. Buruh Tani

Buruh tani adalah seseorang tenaga kasar yang penghasilan sehari-harinya banyak menggantungkan nasibnya kepada hasil kerja sebagai buruh dimana mereka bekerja mulai pukul 06.30 sampai jam 11.00 dengan gaji Rp. 7.000,- untuk kalangan pria dan Rp. 5000,- untuk kalangan wanita.

Pada dasarnya prilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Dalam hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan lingkungan di mana mereka itu tinggal dapat dikatakan masih menyedihkan. Sehingga menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya. Setiap petani ingin meningkatkan kesejahteraan hidupnya, akan tetapi hal di atas merupakan penghalang, sehingga cara berpikir, cara bekerja dan cara hidup mereka lama tidak mengalami perubahan-perubahan. Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak Miswan, dalam wawancara dengan peneliti pada tanggal 11 Mei 2001, menyatakan : “Saya sebagai buruh tani kalau kata orang di sini sebagai tenaga kerja kasar biasanya berangkat kerja jam 6.20 sampai selesai, ya terkadang sawah yang saya kerjakan belum sampai pada waktunya pulang terkadang sudah selesai, karena saya tidak sendirian, kadang kala 10 orang yang yang mengerjakan, terkadang kurang dari 10 orang, yaa tergantung luas ladang yang akan dikerjakan. Dan memang dari hasil kerja sebagai buruh itulah saya menggantungkan nasib untuk mencukupi keluarga saya, dan pengalaman yang paling pahit apabila setelah bekerja belum dibayar, bahkan sampai esok harinya baru dibayar. Kalau menurut aturan agama itu-kan sudah tidak sesuai lagi, karena dalam aturan Islam begitu selesai bekerja maka harus segera membayarnya, kecuali ada perjanjian tetapi saya sebagai buruh tani seperti yang saya katakan tadi tidak sama dengan mereka bekerja di pabrik ada yang tiap minggu sekali dibayar, sedangkan saya kan tidak seperti itu”.

  1. Pedagang

Pedagang adalah orang yang berdagang yang biasanya tidak secara besar. Pedagang adalah mereka yang hidupnya dari keuntungan yang diperoleh dari pekerjaan jual beli, hasilnya pun tidak menentu tergantung pada untung atau rugi dari hasil jual beli perdagangannya.

Pada umumnya bahwa manusia pedagang adalah orang yang memiliki potensi untuk berprestasi, baik dalam kondisi ataupun situasi yang bagaimanapun, manusia wiraswasta mampu menolong dirinya sendiri di dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Manusia wiraswasta tidak suka tergantung kepada orang lain di alam sekitarnya. Dalam setiap usaha menunjukkan kehidupan diri dan keluarga, manusia wiraswasta tidak suka hanya menunggu uluran tangan dari pemerintah ataupun pihak lainnya di dalam masyarakat.

Masyarakat pedesaan merupakan potensi yang amat penting bagi pertumbuhan ekonomi bangsa pada umumnya. Di negeri kita sebagian besar penduduknya tinggal di desa-desa. Faktor-faktor ekonomi yang penting terdapat di pedesaan. Faktor-faktor itu antara lain meliputi tanah, tenaga kerja, flora dan fauna. Dari keempat faktor yang disebutkan itu yang merupakan sumber perekonomian masyarakat yang utama adalah tanah dan tenaga kerja, kedua sumber terpakai untuk usaha pertanian atau peternakan. Inilah sumber kehidupan dari sebagian besar masyarakat Indonesia.

1)      Pedagang Tetap

Pedagang tetap adalah pedagang yang menetap dan mempunyai suatu relasi yang nantinya dijadikan suatu pemasukan guna memperoleh pendapatan. Oleh sebab itu pedagang dapat dikatakan sebagai orang yang berjualan guna memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh konsumen.

Perubahan-perubahan hidup, ekonomi, kependudukan dan pekerjaan manusia, pekerjaan yang tadinya terlaksana di rumah-rumah, kemudian berpindah ke kantor-kantor, perusahaan, toko-toko dan pelayanan niaga.

Dalam hal ini pedagang tetap adalah mereka yang mempunyai relasi tetap, sebagai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh konsumen. Sebagaimana hasil wawancara salah satu penduduk yang pekerjaannya sebagai pedagang yaitu Bapak Naryo, pada tanggal 11 Mei 2003, yang menyatakan sebagai berikut : “Pedagang dalam pandangannya hanya berusaha mencukupi keluarganya, untuk kebutuhan lain-lain masih belum tumbuh”. (Wawancara, 11 Mei 2003)

2)      Pedagang Tidak Tetap

Pedagang tidak tetap adalah mereka dalam traksaksinya dibatasi waktu atau musim panen, yang tentunya kebanyakan mereka adalah pedagang palawija, buah-buahan dan bawang merah. Menurut Bapak Kadir dalam wawancara pada tanggal 11 Mei 2003, menyatakan : “Saya merasa cukup atau lebih dari hasil kerjanya untuk kebutuhan keluarganya, namun saya hanya bisa berdagang pada waktu musim panen saja yang tentunya juga berpengaruh terhadap pendapatannya”. (Wawancara, 11 Mei 2003)

  1. 2.      Pendidikan Anak

Pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern.

Dalam masyarakat yang telah mengalami proses modernisasi, lembaga pendidikan yang bersifat umum saja tidak lagi memadahi, lebih khusus lagi pendidikan pendidikan pesantren haruslah memberikan peluang dan bahkan mengharuskan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan khusu yang diarahkan untuk mengantisipasi diferensiasi sosial, ekonomi, yang terus menerus terjadi dalam pembangunan.

Namun yang sebaiknya, bahkan sistem pendidikan Islam saja belum mempunyai arah yang pasti tentang diferensiasi struktural yang harus dilakukan; apakah tetap dalam diferensiasi keagamaannya yang dilihat dan kerangka modernisasi mungkin tidak memadahi lagi. Tentunya dalam arah pendidikan anak-anaknya, ada warisan orang tua sebagaimana kata Pak Tirto : “Pendidikan anak-anaknya di lembaga umum terletak pada garis negatif untuk masa depan mereka. Karena tidak ada waktu lagi orang tua dalam memperhatikan anaknya, karena waktu yang ada hanya untuk memperoleh penghasilan maksimal”. (Wawancara dengan Pak Tirto, 11 Mei 2003)

Komentar di atas, bertolak belakang dengan pendapat Pak Kholik, beliau lebih suka mengantarkan anaknya di lembaga luar sekolah, opini beliau lebih menjamin terbentuknya moral di masa sekarang untuk masa akan datang. Karena Pak Kholik merasa yakin bahwa lembaga luar sekolah benar-benar tercipta kedinamisan agama (moral, etika)”. (Wawancara, 11 Mei 2003).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisa tentang pekerjaan orang tua dan implikasinya dalam kelangsungan pendidikan anak (Studi kasus di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo Tahun 2003) bisa diambil kesimpulan sebagai berikut :

  1. Kesimpulan Umum

Bahwa pekerjaan orang tua yang ada di Desa Bulujaran Lor Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo cukup baik, akan tetapi kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak kurang.

  1. Kesimpulan Khusus
    1. Telah diketahui implikasi pekerjaan tani orang tua dalam kelangsungan pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dalam hal ii petani pesimis anak-anaknya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dan optimis memasukkan anak-anaknya pada pendidikan luar sekolah.
    2. Telah diketahui implikasi pekerjaan pedagang orang tua dalam kelangsungan pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dalam hal ini bagi pedagang pesimis anak-anaknya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan sebaliknya optimis memasukkan anak-anaknya pada pendidikan luar sekolah.

B.     Saran-saran

  1. Hendaknya para orang tua lebih mementingkan pada pendidikan anak-anaknya, yaitu dengan cara mengarahkan dan memberikan kebebasan dalam menentukan pendidikan anak-anaknya.
    1. Hendaknya bagi anak berusaha menempuh pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi, walau bagaimanapun keadaan penghasilan orang tua.
    2. Bagi masyarakat hendaknya memberikan dukungan dengan cara memberi iformasi mengenai pentingnya pendidikan anak.

 

 

SKRIPIS PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTS [soundcloud url="http://api.soundcloud.com/tracks/69922627" params="" width=" 100%" height="166" iframe="true" /]

PROBLEMATIKAMOTTO

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ. الاية

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S.Ar-Ra’d: 11)

Mataram, 07 Februari 2005

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

HALAMAN PERSEMBAHAN v

HALAMAN MOTTO vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

ABSTRAK xii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 7

D. Kegunaan Penelitian 8

E. Metode Penelitian 9

F. Penegasan Istilah 13

G. Sistematika Penulisan 13

BAB II : KAJIAN TEORITIS

1. Konsep Dasar Tentang Pendidikan Agama Islam 16

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam 17

3. Problematika Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam 23

4. Upaya Mengatasi Problematika Pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam 44

BAB III : HASIL PENELITIAN

1. Latar Belakang Obyek Penelitian

A. Sejarah Berdirinya Obyek Penelitian 50

B. Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah Unggulan

Ibnu Husain 52

C. Tata Laksana Kerja Madrasah Tsanawiyah Unggulan

Ibnu Husain 53

D. Keadaan Pendidik Dan Pegawai 54

E. Keadaaan Peserta Didik 56

F. Keadaaan Sarana dan Prasarana 57

2. Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawaiyah Unggulan Ibnu Husain

E. Problem Peserta Didik Dalam Pendidikan Agama Islam 59

F. Problem Pendidik Dalam Pendidikan Agama Islam 61

G. Problem Kurikulum Dalam Pendidika Agama Islam 62

H. Problem Manajemen Dalam Pendidikan Agama Islam 62

I. Problem Sarana dan Prasarana Pendidikan Agama Islam 63

3. Upaya Mengatasi Problematika Pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam di Mts Unggulan Ibnu Husain

a) Upaya mengatasi Problem Peserta Didik Dalam

Pendidikan Agama Islam 65

b) Upaya Mengatasi Problem Pendidik Dalam Pendidikan

Agama Islam 66

c) Upaya Mengatasi Problem Kurikulum Dalam

Pendidikan Islam 67

d) Upaya Mengatasi Problem Manajemen Dalam

Pendidikan Agama Islam. 67

e) Upaya Mengatasi Problem Sarana dan Prasarana

Dalam Pendidikan Agama Islam 68

BAB IV : HASIL PENELITIAN

A. Kesimpulan 69

B. Saran 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

ABSTRAK

Muhammad Faruk, 2004. Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain Surabaya, Skripsi, Jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah. Universitas Islam Negeri Malang.

Dosen Pembimbing : Drs. A. Fatah Yasin, M. Ag.

Kata Kunci : Problematika, Pelaksanaan, Pendidikan Islam.

Dalam proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, tidak selalu berjalan dengan lancar, terkadang dijumpai berbagai rintangan yang meliputi baik internal maupun external. Pendidikan Islam sebagaimana pendidikan lainnya senantiasa diwarnai dengan berbagai permasalahan yang tiada habisnya. Hal ini selain disebabkan karena adanya perubahan orientasi dan tuntutan kehidupan umat manusia yang harus direspon oleh pendidikan Islam, juga karena adanya perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang menuntut kerja dunia pendidikan yang harus meningkat dari hari ke hari.

Berpijak dari latar belakang itulah penulis melakukan penelitian di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain dengan judul Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawiyah Ibnu Husain Surabaya. Adapun fokus penelitian ini adalah 1). Apa saja problematika yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pendidikan agama Islam di madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain. 2). Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika pelaksaan pendidikan agamaIslam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1). Untuk mendeskripsikan apa saja problematika pelaksanaan pendidikan Islam di Madrash Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain. 2). Mendeskripsikan upaya apa saja dalam mengatasi problematika pelaksanaan pendidikan Agama Islam di Madrash Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Adapun dalam pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode, diantaranya metode observasi, metode interview dan metode dokumentasi. Dan data yang tekumpul penulis analisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif.

Dari hasil analisa data yang di pakai di lapangan, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: Problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ibnu Husain meliputi: a). Pada peserta didik yang meliputi, rendahnya tingkat perekonomian sebagian wali siswa, tingkat kecerdasan serta asal lulusan yang berbeda. b). Pada pendidik yakni rendahnya gaji, pendidik sering mengeluh terhadap akhlaq siswa, ada pendidik yang masih belum sarjana, serta kurangnya kerjasama antara wali siswa dengan pendidik. c). Pada kurikulum meliputi minimnya pendidik memahami kurikulum berbasis kompetensi, adanya pendidik yang tidak membuat satpel. d). Pada manajemen meliputi kurang terjalinnya kerja sama wali siswa dengan pendidik, sedikitnya siswa yang berminat terhadap kegiatan keagamaan. e). Pada sarana dan prasarana meliputi lokasi pendidikan yang berada di daerah padat penduduk, kurangnya lahan madrasah. Sedangkan upaya mengatasi problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ibnu Husain meliputi: a). Pada peserta didik yakni pihak sekolah terus berupaya mencari beasiswa, setiap pendidik akan berupaya memberikan sanksi-sanksi yang bersifat mendidik, pendidik sudah membentuk kerja kelompok siswa. b). Pada pendidik meliputi biaya lembaga setiap pendidik akan diusahakan untuk diikut sertakan dalam acara seminar dan workshop, setiap pendidik sudah berupaya memahami karakter peserta didik dan menyesuaikan dengan kondisi kelas. c). Pada kurikulum yakni pihak sekolah akan terus mengupayakan untuk mensosialisasikan tentang penerapan kurikulum berbasis kompetensi kepada pendidik, pihak sekolah akan mengupayakan kepada pendidik membuat satpel. d). Pada manajemen yakni pihak sekolah akan terus mengupayakan menerapkan manajemen kompetensi berbasis sekolah yang meliputi manajemen berbasis kompetensi, kompetensi profesionalitas pendidik dan keterlibatan wali siswa dan juga masyarakat. e). Pada sarana dan prasarana meliputi pihak sekolah akan mengupayakan untuk mewujudkan sarana dan prasarana yang belum ada seperti perpustakaan.

Dari beberapa hasil penelitianini maka peneliti harapkan ada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan permasalahan ini.

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Memasuki milenium ketiga, dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai masalah yang sangat kompleks. Apabila hal ini tidak segera diatasi secara cepat dan tepat, maka pendidikan akan ketinggalan zaman. Dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi setiap manusia dalam menghadapi setiap permasalahan hidup yang cenderung hedonis atau materialis. Apalagi kini masyarakat di Indonesia perhatianya terhadap materi semakin besar sedangkan perhatian mereka terhadap agama semakin kecil. Hal ini tercermin dalam kehidupan mereka yang cenderung materialistik dan hedonistik. Kini semakin banyak orang yang memilih pendidikan non agama yang menjanjikan pekerjaan lebih mudah daripada pendidikan agama (Arief Furhan, 2002: 129).

Berdasarkan pada Human Development Index (HDI), Indonesia berada pada urutan ke 102 dari 164 negara dan Indonesia masih berada di bawah vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang memiliki kualitas pendidikan yang rendah. Di sisi lain, mutu pendidikan di Indonesia masih belum menggembirakan untuk menghadapi tantangan yang sangat berat di masa depan. Untuk itu, dalam masa reformasi saat ini, pendidikan memerlukan perhatian yang sangat serius. Dibutuhkan perbaikan dan peningkatan dalam segala sektor dalam pendidikan yang meliputi Guru sebagai pendidik, Murid sebagai anak didik juga sarana dan prasarana seperti Kurikulum yang memadai (Muhaimin, 2003: 148 ).

Pendidikan memberikan sumbangan yang besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta merupakan sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan cerdas pula, dan juga sebaliknya dan secara progresif akan membentuk kemandirian pada masyarakat itu sendiri (Mulyasa, 2002: 4)

Menurut Mukhtar Bukhori (dalam Muhaimin 2003: 13), praktik pendidikan Islam di Indonesia pada umumya dibagi menjadi empat bagian

1. Pendidikan pondok pesantren, yaitu pendidikan yang diselenggarakan secara tradisional.

2. Pendidikan madrasah ialah pendidikan yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan model barat yang menggunakan metode-metode pengajaran klasik dan berusaha menanamkan nilai-nilai Islami sebagai landasan hidup dalam diri setiap peserta didik.

3. Pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yaitu pendidikan Islam yang dilakukan melalui pengembangan sarana pendidikan yang bernafaskan Islam di lembaga-lembaga yang menyelenggarakan program yang sifatnya umum.

4. Pendidikan Islam yang diselengarakan di lembaga pendidikan umum sebagai bagian dari mata pelajaran / mata kuliah.

Dari ulasan diatas menunjukkan bahwa pendidikan merupakan tolak ukur dalam membangun masyarakat yang berperadaban tinggi. Suatu bangsa akan maju, dinamis, harmonis dan berkualitas bilamana pendidikan yang ada juga berkualitas.

Menurut Rachman (dalam Muhaimin, 2003: 70) titik lemah pendidikan di Indonesia, adalah keberhasilan pendidikan hanya diukur dari keunggulan ranah kognitif dan mengabaikan terhadap ranah afektif dan pskimotor. Dalam konteks pendidikan di sekolah, kelemahan tersebut rupanya bersifat menyeluruh, bukan hanya dialami oleh satu mata pelajaran tertentu, tetapi dialami seluruh mata pelajaran. Berkaitan dengan kenyataan ini mengilustrasikan bahwa ada sejumlah peserta didik yang suka hidup mewah dan boros di sekolah, bukankah itu menunjukkan kegagalan dari guru matematika dan ekonomi. Dan juga pada peserta didik yang kurang peduli terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, bukankah itu merupakan kegagalan dari guru IPA. Dan juga ada peserta didik yang kurang sopan dalam berbicara dengan orang yang lebih tua, bukankah itu merupakan kegagalan dari guru bahasa. Kegagalan dari semua mata pelajaran secara tidak langsung merupakan kegagalan dari guru mata pelajaran agama Islam juga. Oleh sebab itu, proses pendidikan tidak hanya diorientasikan pada pengembangan kognitif saja (transfer of knowledge) akan tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik, sehingga peserta didik dapat berkembang dengan utuh antara mengetahui, merasakan dan bertindak.

Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu memberikan nuansa baru bagi pengembangan sistem pendidikan yang ada di Indonesia, dan sekaligus dapat memberikan kontribusi dalam menjabarkan makna pengembangan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional UU No.2 tahun 1989 (Muhaimin, 2002: 50).

Dalam UUSPN No.2/1989, pasal 28 ayat 1 ditegaskan untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang Undang dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.

Amin Abdullah (dalam Muhaimin, 2002: 90) menyoroti kegiatan Pendidikan Agama yang selama ini berlangsung di sekolah, antara lain:

1. Pendidikan agama selama ini lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata.

2. Pendidikan agama kurang perhatian terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan yang kognitif menjadi “makna” dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri setiap peserta didik lewat berbagai cara, media dan forum yang ada.

3. Isu kenakalan remaja, perkelahian diantara pelajar, tindak kekerasan, premanisme, white colour crime, konsumsi minuman keras dan sebagainya, walaupun tidak secara langsung ada keterkaitan dengan pola metodologi pendidikan agama yang selama ini berjalan konvensional dan tradisional merupakan bukti kurang tercapainya sasaran pendidikan agama.

4. Metodologi pendidikan agama tidak kunjung berubah antara pra dan post era modernitas.

5. Pendidikan agama lebih banyak menitik beratkan pada aspek korespondensi, tekstual yang lebih menekankan hafalan teks-teks keagamaan yang sudah ada.

6. Sistem evaluasi, bentuk soal-soal ujian agama Islam menunjukkan prioritas utama pada kognitif dan jarang pertanyaan tersebut mempunyai bobot muatan “nilai” dan “makna” spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tantangan pendidikan agama Islam pada umumya, bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, denag perkembangan iptek dan aspek kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial.

Tantangan dalam pendidikan agama Islam merupakan bagian dari tantangan dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya, terutama dalam meningkatkan sumber daya manusia yaitu:

1. Era kompetitif yang disebabkan oleh meningkatnya standar dunia kerja.

2. Kualitas pendidikan menurun, maka kualitas sumber daya manusia menurun dan lemah, pula dalam hal keimanan dan ketakwaan serta penguasaan iptek.

3. Kemajuan tekhnologi informasi menyebabkan banjirnya infomasi yang tidak terakses dengan baik oleh para pendidik, dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil pendidikan.

4. Di dunia pendidikan tertinggal dalam hal metodologi.

Kesenjangan antara kualitas pendidikan dengan kenyataan empiris perkembangan masyarakat (Muhaimin, 2003: 92).

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tantangan pendidikan agama Islam pada umumya, bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, denag perkembangan iptek dan aspek kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial.

Pelaksanaan pendidikan Islam di sekolah-sekolah kita masih mengalami banyak problem atau kendala yang meliputi pendidik dimana sebagian besar dari mereka belum memahami cara mendidik yang benar sehingga sasaran dari pendidikan Islam yakni membentuk kesadaran kepada peserta didik dalam mengamalkan syariat Islam dan berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari kurang optimal atau belum sepenuhnya tercapai. Problem dalam pelaksanaan pendidikan Islam juga terdapat pada peserta didik dimana lingkungan tempat mereka berada sudah banyak mengalami dekadensi moral yang disebabkan oleh lemahnya perekonomian juga, lemahnya kesadaran diri akan nilai-nilai agama. Problem juga ada pada penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dimana hal ini sangat terkait dengan kemampuan finansial sekolah yang kurang memadai.

Permasalahan di atas nampaknya menurut pengamatan penulis, terjadi di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang juga mempuyai tanggung jawab dalam rangka mewujudkan cita-cita pendidikan, sudah tentu menghadapi beberapa problema yang dapat menghambat pelaksanaan pendidikan, khususya pelaksanaan pendidikan agama Islam.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian terhadap masalah pelaksanaan pendidikan agama Islam di madrasah dengan judul: Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain Surabaya.

I. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang penulis ungkapkan meliputi:

1. Apa saja problematika yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain?

J. Tujuan Penelitian

Dengan berpijak pada rumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan apa saja problematika yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.

2. Untuk mendiskripsikan bagaimana upaya yang dilakukan dalam mengatasi problema pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.

K. Kegunaan Penelitian

Segala aktifitas yang dilakukan oleh manusia diharapkan memiliki daya guna baik bagi dirinya maupun orang lain, secara langsung atau tidak langsung. Adapun penilitian ini diharapkan:

1. Dapat dijadikan pertimbangan bagi lembaga pendidikan umumnya khusunya di Lembaga Pendidikan Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, agar lebih berusaha dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam.

2. pendidik, sebagai pemegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain diharapkan mampu memberikan kontribusi penyelesaian terhadap masalah yang menghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam.

3. Bagi penulis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan sejauh mana penulis mampu menerapkan hasil pendidikan yang dicapai selama berada di bangku kuliah.

L. Metode Penelitian

Penelitian merupakan proses yang berjalan secara kontinyu atau berkesinambungan, proses yang tidak pernah berhenti. Dengan kata lain hasil penelitian tidak akan pernah merupakan hasil yang bersifat final (Ach Moly Machdhocro, 1993: 13). Penelitian dapat dipandang sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan cara-cara dan metode yang bersifat ilmiah. Ini berarti dalam usahanya untuk memecahkan suatu masalah seorang penyelidik dituntut untuk memiliki sejumlah ilmu pengetahuan dan alat alat dan fasilitas- fasilitas lainya yang cukup yang memungkinkan ia melaksanakan tugasnya dengan lancar sehingga dapat mencapai hasil- hasil yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah (Ach. Moly Machdhocro, 1993: 54).

Jadi metode penelitian dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode yang meliputi:

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian sangat dipengaruhi oleh desain penelitian yang bersangkutan. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus (case study), yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah/ subyek yang sangat sempit, tetapi dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam ( Arikunto, 1993: 131).

2. Objek Penelitian

Dalam skripsi ini penulis menjadikan Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain sebagai objek penelitian, yang terletak di Jl Pragoto Kelurahan Sidotopo Kecamatan Semampir Di Surabaya. Adapun alasan penulis memilih obyek ini karena penulis memandang bahwa Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain masih dalam proses usaha peningkatan mutu pendidikan agama Islam yang dilihat dari sarana dan prasarana yang masih kurang memadai.

3. Informan Penelitian

Informan adalah orang yang dimanfaatkan oleh peneliti sebagai salah satu sumber informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Lexy J Moleyong, 2002: 90). Dengan demikian informan dapat dikatakan sebagai orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti atau bisa disebut juga orang yang memberikan informasi yang sedang dibutuhkan peneliti.

Dalam hal ini yang peneliti jadikan informan pada penelitian ini adalah:

1) Kepala sekolah,

2) Beberapa pendidik yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

3) Peserta didik

4) Pengurus yayasan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang akurat dan dapat di pertanggung jawabkan bagi peneliti, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan beberapa teknik sebagai berikut:

1) Metode Observasi

Di dalam pengertian psikologik, observasi yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera (Suharsini Arikunto, 1998: 148). Metode ini penulis tempuh untuk mengungkapkan data yang berkaitan dengan kondisi yang umum di lingkungan sekolah, kegiatan proses belajar mengajar serta keadaan sarana dan prasarana di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain

2) Metode Interview (wawancara)

Interview atau wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan Tanya jawab sepihak. (Suharsini Arikunto, 1998: 145). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik interview bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interview bebas dengan interview terpimpin. Dalam melaksanakan interview, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal hal yang akan ditanyakan (Suharsini Arikunto, 1998: 148). Dalam hal ini pewawancara harus menciptakan suasana santai tetapi serius artinya bahwa interview dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, tidak main-main, tetapi tidak kaku. Suasana ini penting dijaga, agar responden mau menjawab apa saja yang dikehendaki oleh pewawancara secara jujur.

Metode ini digunakan untuk menggali data historis Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain dan juga mengumpulkan data dari kepala sekolah tentang problematika pendidikan agama Islam yang dihadapi dan bagaimana pemecahanya.

3) Metode dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis (Suharsini Arikunto, 1998: 149). Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda benda tertulis seperti, dokumen, peraturan-peraturan, catatan harian dan sabagainya. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data mengenai struktur manajemen dan juga ingin mengetahui keadaan peserta didik dan pendidik.

5. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisis dan mengelola data yang diperoleh, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif sebagaimana yang sering dilakukan data penelitian kualitatif, karena dalam penelitian ini tidak menggunakan data berupa angka-angka, maka teknik yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif (Lexi J Moleong, 2002: 6).

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendiskripsikan apa apa yang berlaku. Di dalamya terdapat upaya mendiskripsikan, mencatat, analisa, dan menginterpretasikan kondisi kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. (Mardalis, 1993: 26). Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya data tersebut diolah dan disajikan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif, dengan melalui tahapan tahapan tertentu, yakni identifikasi, klasifikasi, dan selanjutya diinterpretasikan melalui penjelasan yang deskriptif.

M. Penegasan Istilah

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti merasa perlu menegaskan tentang istilah yang dianggap penting yaitu:

a. Problematika: berasal dari kata problem yang artinya beberapa masalah yang perlu dipecahkan (Dahlan, 1994: 626)

b. Pelaksanaan: berasal dari kata laksana yang artinya perbuatan. Kemudian mendapat tambahan pe-an sehingga menjadi pelaksanaan yang artinya proses.

c. Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain: sebuah lembaga pendidikan Islam yamg berbentuk madrasah.

Berdasarkan penegasan istilah maka dapat diketahui bahwa penelitian skripsi ini difokuskan pada problematika yang dihadapi oleh lembaga Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain dan upaya meninternalisasikan pendidikan agama Islam

N. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah membagi menjadi empat bab, yaitu:

BAB I: Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar balakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, sistematika penulisan

BAB II: Membicarakan tentang kajian pustaka Pada bagian pertama mengenai gambaran umum tentang Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Selanjutnya membahas tentang upaya mengatasi problematika pelaksanaan prendidikan agama Islam.

BAB III: Laporan hasil penelitian yang meliputi tinjauan umum obyek penelitian yang membahas tentang sejarah berdirinya Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, keadaan pendidik, keadaan peserta didik, keadaan sarana dan prasarana. Selanjutnya membahas penyajian dan analisa data yang meliputi : problem peserta didik dalam pendidikan Islam, problem pendidik dalam pendidikan Islam, Problem kurikulum dalam pendidikan Islam, problem manajemen dalam pendidikan Islam, problem sarana dan prasarana dalam pendidikan Islam. Selanjutnya membahas tentang Upaya mengatasi problem peserta didik dalam pendidikan Islam, upaya mengatasi problem pendidik dalam pendidika Islam, upaya mengatasi problem kurikulum dalam pendidikan Islam, upaya mengatasi problem manajemen pendidikan Islam, upaya mengatasi problem sarana dan prasarana dalam pendidikan Islam

BAB IV: Merupakan akhir dari pembahasan yang berisikan kesimpulan dan realitas hasil penelitian.

BAB II

KAJIAN TEORITIS

5. Konsep Dasar Tentang Pendidikan agama Islam

Kata “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam. Pengertian pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu: “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak didik. Istilah ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan kata “Education”. Kata pendidikan diistilahkan dalam bahasa arab dengan kalimat tarbiyah, taklim dan takdib (Ahmad Tafsir, 1994: 24).

Al-Abrasyi menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia untuk hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pemikiranya, halus perasaannya, mahir dalam profesinya, serta manis tutur katanya. Marimba juga memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran nilai-nilai Islam (Ramayulis: 2004: 3).

Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional, pasal 1 menjelaskan, bahwa “Pendidikan” adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi perananya di masa yang akan datang (Undang-undang RI 2003: 3).

Dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran, atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan Persatuan Nasional (Muhaimin, 2003: 75).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan pendidikan Islam adalah pandangan serta sikap hidup yang bernafaskan nilai-nilai yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits sehingga peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik.

6. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

a. Dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar dan tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat fundamental dalam melaksanakan pendidikan. Sebab dari dasar pendidikan itu akan menentukan corak dari isi pendidikan. Dan dari tujuan pendidikan itu akan menentukan kearah mana peserta didik itu akan dibawa.

Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan agama Islam mempuyai peranan penting dalam mewarnai kehidupan manusia, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan bangsa dan negara (Abu Ahmadi, 98: 66).

Dasar pendidikan Islam identik dengan ajaran Islam itu sendiri, yakni keduanya berasal dari sumber Alqur’an dan Hadist. Al-Qur’an merupkan sumber kebenaran dalam Islam, yang mana kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Ia tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya, baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan.

Secara harfiah Al-Qur’an adalah bacaan atau yang dibaca. Pengertian ini sejalan dengan maksud diturunkannya Al-Quran yaitu agar dibaca, untuk selanjutnya dipahami serta diamalkan kandunganya. Sedangkan secara terminologi Al-Quran, sebagaimana dikemukakan Abdul Wahab Khalaf dalam Kitabnya Ilmu Ushul al Fiqhi, adalah firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ruhul Amin yakni (malaikat jibril) dengan lafal bahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi petunjuk bagi Rasul, bahwa ia benar benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia,, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana pendekatan diri dan mendapatkan pahala bagi pembacanya ( Abuddin Nata, 2003: 293).

Dasar pendidikan yang berlandaskan pada Al-qur’an sebagaimana yang diterangkan dalam surat An Nahl Ayat 78 dan surat Al Alaq Ayat 3 serta surat Mujadalah ayat 11 serta sebagaimana berikut:

وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون َ(78)

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (Q.S. An-Nahl: 78).

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4)

Artinya: Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (Q.S. Al-Alaq: 3-4).

يَرْفَعِ اللّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِير ٌ(11)

Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujaadilah: 11)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar, niscaya tidak akan dapat mengetahui sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akherat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang diawali dengan baca tulis. Jadi dengan melalui proses membaca dan menulis manusia baru dapat melangkah ke tingkat proses mengetahui hal-hal yang belum ia ketahui. Dengan pengetahuan tersebut manusia dapat meningkatkan keimanan kepada Allah serta dengan ilmu pengetahuan pula derajat manusia dapat terangkat ke tingkatan yang lebih tinggi sebagaimana firman Allah SWT diatas.

Sumber pendidikan agama Islam yang kedua setelah Al-qur’an adalah Al-Hadits. Secara harfiah Hadits berarti baru, berita atau kabar, sedangkan dalam pengertian yang lazim yang digunakan, hadist sama dengan Sunnah yaitu segala sesuatu yang terdapat dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan (Abuddin Nata, 2003: 292).

Adapun dasar pendidikan yang tercakup dalam Hadist sebagaimana yang akan diterangkan sebagaimana berikut:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: Tiap tiap anak dilahirkan dilahirkan diatas fitroh maka ibu bapaknyalah yang mendidiknya menjadi orang yang beragama yahudi, nasrani dan majusi (HR. Bukhori Muslim).

Hadist ini menyatakan bahwa manusia lahir membawa kemampuan yang disebut fitroh. Fitroh tersebut diartikan sebagai faktor pembawaan manusia sejak lahir yang bisa dipengaruhi oleh lingkungan, bahkan ia tak akan dapat berkembang bila tanpa adanya pengaruh lingkungan. Sedangkan lingkungan itu sendiri dapat diubah bila tidak favourable (tidak menyenangkan karena tidak sesuai dengan cita cita manusia.

Dengan kata lain bahwa dalam proses perkembangan, terjadi interaksi (saling mempengaruhi ) antara fitroh dan lingkungan sekitar, sampai akhir hayat manusia.

Hadist tersebut dapat dijadiakan sumber pandangan bahwa usaha mempengaruhi jiwa manusia melalui pendidikan dapat berperan positif untuk mengarahkan perkembangan seseorang kepada jalan kebenaran yaitu Islam. Tanpa melalui usaha pendidikan, manusia akan terjerumus ke jalan yang salah.

a) Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan Islam merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau yang hendak dituju oleh pendidikan. Demikian halnya dengan pendidikan agama Islam, maka tujuan pendidikan agama Islam itu adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan agama Islam dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan agama Islam .

Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi insan yang muslim, beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Muhaimin: 2003: 78). Dalam firman Allah surat Ad-Dzurriyyat ayat 56 dan juga hadist yang akan disebutkan.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إلاَّ لِيَعْبُدُونِ (56)

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Ad-Dzurriyat Ayat 56).

اِنَّمَا بُعِثْتُ ِلاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلاَقِ (رواه البخارى)

Artinya: Bahwasanya saya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti (HR.Bukhori).

ayat ini menjelaskan tentang ciptaan Allah baik berupa manusia atau jin tidak lain untuk menyembahnya dan mentaati segala perintanya dan menjauhi segala laranganya. Dan juga hadis tersebut menjelaskan tentang tujuan dari pendidikan dalam Islam adalah membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatanya (Ramayulis, 2002: 115).

Dalam pasal 3 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa.

Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong atau memotivasi secara spontan untuk melahirkan perbuatan yang bernilai baik.

Sementara Al-Qabisi menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menumbuh kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar. Demikian Ibnu Sina menyatakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Munir Mursi menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi sebagai berikut:

1. Bahagia di dunia dan juga di akherat

2. Menghambakan diri kepada Allah SWT.

3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat Islam.

4. Akhlak mulia ( Tafsir, 94: 46 ).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah berupaya membangun manusia dan masyarakat secara utuh dan menyeluruh (insan kamil) dalam semua aspek kehidupan yang berbudaya dan berpendidikan yang tercermin dalam kehidupan manusia bertaqwa dan beriman, berdemokrasi dan merdeka, berpengetahuan, bertrampilan, beretos kerja yang professional, beramal sholeh, berkepribadian, berakhlakul karimah, berkemampuan inovasi dan mengakses perubahan serta berkemampuan kompetitif dan kooperatif dalam era global dalam rangka memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan duniawi dan rohaniah (Muhaimin, 2003: 78).

7. Problematika Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Dalam pelaksanaan program pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah ditemui beberapa problem sebagaimana yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Problem Anak Didik Dalam Pendidikan Agama Islam

Problem yang berkaitan dengan anak didik perlu diperhatikan, dipikirkan, dan dipecahkan, karena anak didik merupakan pihak yang dibina untuk dijadikan manusia yang seutuhnya, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah maupun dalam masyarakat.

Pengertian anak didik adalah anak yang belum mencapai kedewasaan, baik fisik maupun psikologis yang memerlukan usaha serta bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai hamba Tuhan serta sebagai bagian dari masyarakat dan warga negara.Peserta didik dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan dan pengajaran.Pendidik tidak mempuyai arti apa apa tanpa kehadiran peserta didik sebagai subyek pembinaan.Dalam perspketif pedagogis, peserta didik adalah sejenios makhluk yang menhajatkan pendidikan.

Suwardi, menyatakan bahwa sistem pendidikan Islam selama ini hanya mengandalkan kekuasaan pendidikan, tanpa memperhatikan pluralisme subyek didik, yang sudah saatnya harus dirubah agar tercipta masyarakat madani, yakni peserta didik yang aktif, membiasakan berpendapat dengan penuh tanggung jawab serta membangun norma-norma keberadaban.

Pendidikan Islam di Madrasah atau lembaga-lembaga pendidikan Islam lainya, dalam proses belajar mengajar dapat melaksanakan demokratisasi pendidikan di kelas, sehingga mampu membawa peserta didik untuk dapat menghargai kemampuan dan kemajemukan peserta didik lainnya serta menghargai perbedaan yang ada. Demokratisasi pendidikan dalam proses belajar mengajar dapat ditempuh dengan mengajarkan hal-hal yang dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan zaman dewasa ini.

Proses belajar mengajar yang pragmatis akan menciptakan suasana yang kondusif bagi demokratisasi pendidikan, dimana dalam proses belajar mengajar peran “pendidik” tidak bersifat monopoli, yakni keberhasilan dalam proses belajar mengajar juga ditentukan oleh peran aktif peserta didik.

Selama ini memang dirasakan bahwa proses pendidikan Islam terkesan menganut asas subject matter oriented yang membebani peserta didik dengan informasi-informasi yang kognitif dan motorik yang kurang relevan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan psikologi peserta didik (Hujair, 2003: 244).

Adapun problem-problem yang terdapat pada anak didik antara lain:

1. Problem kemampuan ekonomi keluarga.

2. Problem intelegensia.

3. Problem bakat dan minat.

4. Problem perkembangan dan pertumbuhan.

5. Problem kepribadian.

6. Problem sikap.

7. Problem sifat.

8. Problem kerajinan dan ketekunan.

9. Problem pergaulan.

10. Problem kesehatan (Ramayulis, 2004: 106).

Dalam rangka memenuhi keselarasan antara jasmani dan rohani peserta didik, maka terdapat beberapa faktor penyebab timbulnya problem bagi peserta didik yang perlu diperhatikan. Faktor penyebab kesulitan belajar yang dirasakan oleh peserta didik di karenakan adanya pengaruh dari dalam diri peserta didik itu sendiri,yang meliputi:

1) Intelengensi peserta didik

Setiap peserta didik sejak lahirnya memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, antara satu dengan yang lainya. Kemampuan peserta didik dalam kelas tidak sama, hal ini mengakibatkan adanya hambatan bagi pendidik dalam menyampaikan pelajaran (transfer knowledge). Jika pendidik hanya memperhatikan peserta didik yang memiliki intelengensi yang tinggi, maka keadaan kelas tidak akan harmonis yang pada akhirnya akan menimbulkan kecemburuan dihati peserta didik yang berintelegensi rendah karena merasa tidak diperhatikan, sehingga pada akhirnya tujuan intruksional khusus tidak tercapai (Abu Ahmadi, 97: 108).

2) Minat peserta didik.

Minat pada peserta didik dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi suatu subjek pelajaran. Prinsip dasarnya ialah bahwa minat peserta didik akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki rasa senang yang tinggi dalam melakukan tindakanya. Minat peserta didik erat kaitannya dengan perhatian yang diberikannya dalam mengikuti proses belajar mengajar. Kefektifan suatu proses pembelajaran akan dipengaruhi oleh kualitas perhatian pendidik terhadap rangsangan.

3) Motivasi.

Motivasi dapat diartikan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa hasil belajar pada umumya meningkat jika motivasi belajar bertambah baik motifnya dari intrinsik maupun ekstrinsik (Muhammad Surya, 2003: 93).

Uraian di atas menjelaskan bahwa perhatian merupakan salah satu faktor psikologis yang dapat membantu terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses belajar-mengajar. Perhatian merupakan faktor terpenting dalam usaha belajar mengajar pada peserta didik.

Peserta didik merupakan asset dan harapan umat dimasa depan. Oleh karena itu lembaga pendidikan Islam yang tidak memberikan pendidikan yang terbaik kepada peserta didiknya berarti telah menyia-nyiakan asset umat (Arief Furhan, 2002: 18).

Dalam hal ini yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik dalam membimbing peserta didik adalah kebutuhan mereka. Al-Qusby membagi pula kebutuhan manusia dalam dua kebutuhan pokok yaitu :

1. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum dan tidur.

2. Keutuhan sekunder yaitu kebutuhan rohaniah kemudian ia membagi kebutuhan rohaniah kepada enam macam yaitu :

a) Kebutuhan kasih sayang

b) Kebutuhan akan rasa aman

c) Kebutuhan akan harga diri

d) Kebutuhan akan rasa bebas

e) Kebutuhan akan rasa sukses (Ramayulis, 2002: 104).

Kebutuhan peserta didik perlu diperhatikan oleh setiap pendidik sehingga anak didik tumbuh dan berkembang mencapai kematangan psikis dan fisik. Pendidikan agama juga memperhatikan kebutuhan biologis dan psikologis ataupun kebutuhan primer dan sekunder seperti yang dijelaskan di atas, maka penekanannya adalah diyakini dan diamalkan oleh anak didik akan dapat mewarnai seluruh aspek kehidupannya yang islami.

b. Problem Pendidik Dalam Pendidikan Agama Islam

Dalam proses pendidikan khususnya pendidikan di sekolah, Pendidik memegang peranan yang paling utama. Dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan kata muaddib, muallim dan murabbi. Kata murabbi berasal dari kata rabba yurabbi, kata muallim berupa isim fail dari allama, yuallimu sebagaimana ditemukan dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 151 sebagaimana berikut:

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِنْكُمْ يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ(151)

Artinya: Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. Al-Baqarah Ayat 151).

Ayat ini menerangkan bahwa seorang pendidik adalah pewaris nabi yang mempuyai peranan penting dalam merubah dinamika kehidupan yang primtif menuju dinamika kehidupan yang madani.

Sedangkan kata muaddib, berasal dari addaba, yuaddibu, seperti sabda rasul :

اَدَّبَنِيْ رَبِّيْ فَاَحْسَنَ تَأدِيْبِيْ

Artinya: Allah mendidikku maka ia memberikan kepadaku sebaik baik pendidikan ( Ramayulis, 2002: 84).

Kata muallim, murabbi, muaddib masing masing mempunyai makna yang berbeda. Istilah kata Murabbi orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik bersifat jasmani atau rohani. Sedangkan istilah kata Muallim digunakan dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemindahan ilmu pengetahuan dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun istilah Muaddib menurut Al-Attas lebih tepat dalam menggunakan konsep pendidikan Islam (Ramayulis, 2002: 85).

Gambaran tentang hakikat pendidik dalam Islam adalah orang orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi peserta didik, baik affektif, kognitif dan psikomotorik.

Muhammad Fadhil Al-Djamali menyatakan bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemampuanya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.

Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul tanggung jawab sebagai pendidik yaitu manusia dewasa yang mempuyai hak dan kewajiban dalam mendidik peserta didik. Oleh karena itu, seorang pendidik memikul tanggung jawab yang bersifat personal dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, kemudian bersifat sosial dalam arti bahwa setiap orang yang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain. Hal ini tercermin dalam firman Allah :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ(6)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-Tahriim Ayat 6)

Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua, hal ini disebabkan karena secara alami anak didik pada masa awal kehidupannya berada ditengah tengah ayah dan ibunya.

Sedangkan pendidikan di lembaga pendidikan sekolah disebut dengan pendidik yang meliputi madrasah dari taman kanak kanak sekolah menengah sampai pendidik dosen di perguruan tinggi dan lain sebagainya.

Muhaimin (2003: 61) menyatakan bahwa, pendidik dalam pendidikan agama Islam di madrasah pada dasarnya adalah merupakan pewaris nabi, serta pewaris ulama pendahulunya untuk mempertahankan atau mengembangkan nilai Islam yang terdapat dalam konteks pendidikan formal di madrasah, sehingga menciptakan masyarakat religius yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang menjadi cita-cita pembangunan bangsa dan negara Indonesia, tetap eksis berkembang meluas ke dalam berbagai sektor kehidupan.

Pendidik dalam pendidikan Agama Islam yang mempuyai komitmen terhadap profesionalisme yang tercermin dalam aktivitasnya sebagai murabbi, mua’lim, dan muaddib yang berusaha menumbuh kembangkan, mengatur dan memelihara potensi, minat dan bakat kemampuan peserta didik secara optimal, melalui kegiatan penelitian, eksperimen di laboratium, problem solving dan sebagainya, sehingga menghasilkan nilai-nilai yang positif yang berupa sikap rasional-empirik obyektif-empirik dan obyektif matematis. Sebagai Muallim, ia akan melakukan transfer ilmu/pengetahuan/nilai ke dalam diri sendiri dan peserta didiknya, serta berusaha membangkitkan semangat dan motivasi mereka untuk mengamalkanya. Sebagai Muaddib seorang pendidik sadar bahwa eksistensi GPAI memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas di masa depan melalui kegiatan pendidikan.

Problem sumber daya kependidikan secara umum merupakan masalah pokok yang dihadapi pendidikan Islam adalah rendahnya kualitas tenaga pendidik.

Fazlur Rahman menyatakan Indonesia seperti halnya negeri-negeri muslim besar lainnya juga menghadapi masalah pokok dalam modernisasi pendidikan Islam yaitu masalah kelangkaan tenaga yang memadai untuk mengajar dan melakukan riset, dikarenakan pada gaji yang tidak cukup, kemudian ia mencari pekerjaan tambahan di luar lembaga pendidikan untuk memenuhi kebutuhan kehidupanya tiap bulan. Akibatnya, etos kerjanya sebagai pendidik agama di sekolah sangat menurun.

Pendidik dalam pendidikan agama Islam dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan professional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model model yang sesuai dengan tuntutan zamanya, yang dilandasi oleh kesadaran tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada masa zamanya (Muhaimin, 2002: 4).

Houle (dalam suyanto, 2001) mengemukakan ciri-ciri suatu pekerjaan yamg professional sebagai berikut:

1. Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat.

2. Berdasarkan atas kompetensi individual, bukan atas dasar KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

3. Memiliki sistem seleksi dan sertifikasi.

4. Ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat.

5. Adanya kesadaran profesional yang tinggi.

6. Memiliki prinsip prinsip kode etik.

7. Memiliki sistem sanksi profesi.

8. Adanya militansi individual.

9. Memiliki organisasi profesi

Gary A Davis & Margaret A. Thomas (dalam Suryanto, 2001), mengemukakan tentang ciri pendidik yang efektif meliputi empat kelompok: Pertama, memiliki pengetahuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang terdiri di atas:

a. Memiliki ketrampilan interpersonal, khususya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada peserta didik.

b. Memiliki hubungan baik dengan peserta didik.

c. Mampu menerima, mengakui, dan memperhatikan peserta didik secara tulus.

d. Menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar.

e. Mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerjasama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok peserta didik.

f. Mampu melibatkan peserta didik dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran.

g. Mampu mendengarkan peserta didik dan menghargainya haknya untuk berbicara dalam setiap diskusi.

h. Mampu meminimalkan friksi di kelas.

Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi menajemen pembalajaran, yang terdiri:

a. Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menanggapi peserta didik yang tidak mempuyai perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran.

b. mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda untuk peserta didik.

Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feed back) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri:

a. Mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik.

b. Mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap peserta didik yang lamban belajar.

c. Mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan

d. Mampu memberikan bantuan professional kepada peserta didik jika diperlukan.

Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan dengan peningkatan diri, yang terdiri:

a. Mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif.

b. Mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode metode pembelajaran.

c. Mampu memanfaatkan perencanaan pendidik secara kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pembelajaran yang relevan (Muhaimim, 2002: 66).

Bertolak dari uraian di atas, maka pendidik dalam proses belajar mengajar harus menguasai serta menerapkan prinsip didaktik dan metodik agar usahanya dapat berhasil dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Sebab didaktik dan metodik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pengajaran dalam kelas. Pengertian didaktik adalah ilmu mengajar yang memberikan prinsip prinsip tentang cara cara menyampaikan bahan pelajaran sehingga dikuasai dan dimiliki peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memilih profesi sebagai pendidik, berarti ia harus sanggup memikul tanggung jawab yang besar. Pendidik merupakan harapan masyarakat yang terdidik, membimbing, dan mengajar anak didiknya menjadi manusia berguna bagi agama dan nusa dan bangsa

c. Problem Kurikulum Dalam Pendidikan Agama Islam

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Dalam Bahasa Arab kurikulum diistilahkan manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupan. Sedangkan arti manhaj/kurikulum dalam pendidikam Islam sebagaimana yang terdapat dalam kamus At-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.

Definisi tentang kurikulum juga telah dirumuskan oleh para pakar pendidikan, diantaranya definisi yang dikemukakan oleh M.Arifin yang memandang kurikulum sebagai seluruh mata pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan dalam suatu institusional pendidikan. Nampaknya definisi ini masih terlalu sederhana dan lebih terpaku pada materi pelajaran semata. Sementara, Zakiah Daradjad menganggap kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Definisi kurikulum ini nampaknya lebih luas dari definisi yang pertama, karena kurikulum tidak hanya mencakup pada materi pelajaran semata namun juga mencakup seluruh program di dalam kegiatan pelajaran (Ramayulis, 2002: 129).

Dalam pandangan dunia pendidikan, keberhasilan program pendidikan sangat tergantung pada perencanaan program kurikulum pendidikan tersebut, karena “kurikulum, pada dasarnya berfungsi untuk menyediakan program pendidikan (bluefrint) yang relevan bagi pencapaian sasaran akhir program pendidikan. Dengan kata lain, Fungsi kurikulum adalah menyiapkan dan membentuk peserta didik agar dapat menjadi manusia yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan orientasi kurikulum dan sasaran akhir program pendidikan. Program kurikulum diorientasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang, apabila kurikulum tidak sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa akan datang tentu akan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap calon-calon penganggur pada masa yang akan datang (Hujair, 2003: 163).

Menurut istilah Paulo Freire, model pengajaran sebagai implementasi kurikulum adalah analog dengan banking concept. pendidik selalu melakukan deposito berbagai macam informasi ke bank peserta didik tanpa harus tahu untuk apa informasi itu bagi kehidupan mereka. Akibat dari model pengajaran seperti ini, peserta didik memiliki pengetahuan, tetapi peserta didik kering dan tidak memiliki sikap, minat dan motivasi dan kreatifitas untuk mengembangkan diri atas dasar pengetahuan yang dimiliki, serta peserta didik sendiri tidak memahami dan tidak tahu untuk apa pengetahuan tersebut (Hujair, 2003: 164). Dalam hal ini kurikulum pendidikan agama Islam lebih menitik beratkan pada aspek korespondensi-tekstual, yang lebih menekankan hafalan-hafalan teks keagamaan yang sudah ada.

Hujair (2003: 165) menyatakan bahwa, proses pendidikan agama Islam, seringkali dapat disaksikan praktek pendidikan yang kurang menarik dari sisi materi dan metode penyampaian yang diaplikasikan. Desain kurikulum pendidikan agama Islam sangat didominasi oleh masalah yang sangat normative, apalagi materi pendidikan Islam yang kemudian disampaikan dengan semangat ortodoksi keagamaan atau menekankan ortodoksi dalam pelajaran mata agama yang diidentikkan dengan keimanan, dan bukan ortopraksis yaitu bagaimana mewujudkan iman dalam tindakan nyata operasional.

Amin Abdullah misalnya, salah seorang pakar keislaman non tarbiyah, juga telah menyoroti kurikulum dan kegiatan pendidikan Islam yang selama ini berlangsung di sekolah, antara lain sebagai berikut:

1. Pendidikan Islam lebih banyak terkosentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata-mata.

2. Pendidikan Islam kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi “makna” dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat berbagai cara dan media.

3. Pendidikan agama Islam lebih menitik beratkan pada aspek korespondensi tekstual, yang lebih menitikberatkan pada hafalan teks keagamaan yang sudah ada

4. Sistem evaluasi, bentuk-bentuk soal ujian agama Islam menunjukkan prioritas utama pada aspek kognitif, dan jarang pertanyaan tersebut mempunyai bobot muatan “nilai” dan “makna“ spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupann sehari hari (Muhaimin, 2002: 264)

d. Problem Manajemen Dalam Pendidikan Agama Islam

Manajemen merupakan terjemahan dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata-laksanaan. Management berakar dari kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, atau mengelola.

Manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai suatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang (Mulyasa, 2002: 25)

Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasanya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat direalisasikan secara optimal, efektif dan efesien.

Manajemen pendidikan Islam mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Dari kerangka inilah tumbuh kesadaran untuk melakukan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas menajemen pendidikan, baik yang dilakukan pemerintah maupun lembaga pendidikan.

Manajemen pendidikan agama Islam merupakan tanggung jawab Departemen Agama, sehingga hal ini mempuyai dampak pada pendanaan pendidikan. Artinya anggaran belanja negara bidang pendidikan hanya dialokasikan kepada lembaga lembaga pendidikan umum yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan pendidikan Islam tidak diambil dari anggaran negara bidang pendidikan, tetapi dari anggaran bidang agama, sehingga anggaran pembiayaan pemerintah untuk pendidikan Islam jauh lebih kecil dibandingkan untuk pendidikan umum.

Upaya lain adalah diundangkan UUSPN 1989 sebagai usaha untuk menngabungkan (integrasi) sistem pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah pendidikan satu atap. Akan tetapi upaya ini semua sampai saat ini belum pernah selesai dan terimplementasi dengan baik. Dengan kata lain dalam menajemen pendidikan di Indonesia, pendidikan Islam belum mengalami transformasi posisi yang berarti dan diberlakukan sacara sejajar oleh pemerintah dengan pendidikan umum di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia, “posisi pendidikan Islam masih dalam posisi marginal.

Inilah realitas yang dihadapi, sehingga menjadikan pendidikan Islam secara umum kurang diminati dan kurang mendapat perhatian. Hal ini didukung dengan materi kurikulum dan manajemen pendidikan yang kurang memadai, kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Lulusannya kurang memiliki ketrampilan untuk bersaing dalam dunia kerja. Melihat kenyatatan ini, maka reformasi manajemen pendidikan Islam menjadi suatu keharusan. Sebab dengan langkah-langkah berusaha pembenahan dan peningkatan profesionalisme penyelenggaran pendidikan akan mampu menjawab berbagai tantangan dan dapat memberdayakan pendidikan Islam di masa depan. Dalam hal ini pendidikan agama Islam menerapkan manajemen berbasis sekolah artinya pengelolaan pendidikan pendidikan mengarah kepada pengelolaan kepada pengelolaan manajemen berbasis sekolah.

Penerapan manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, pendidik, serta kebutuhan masyarakat setempat.

Bank dunia telah mengkaji beberapa faktor yaqng perlu diperhatiakan dalam penerapan manajemen berbasis sekolah. Faktor tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah yang menawarkan keluasan pengelolaan masyarakat, kebijakan dan prioritas pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan berhak merumuskan kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan, peranan orang tua dan masyarakat perlu dihimpun dalam satu badan sekolah yang dapat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan sekolah, peranan profesionalisme kepala sekolah, pendidik, administrasi dalam mengoperasikan sekolah (Hujair, 2003: 220)

e. Problem Sarana dan Prasarana Dalam Pendidikan Agama Islam

Sarana pendidikan agama Islam adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam menunjang proses pendidikan khususya proses belajar mengajar seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi serta peralatan dan media pengajaran yang lain. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses pendidikan atau pengajaran seperti kebun, halaman, taman sekolah, jalan menuju sekolah (Muhammad Surya, 2003: 118). Zakiah Deradjat menyamakan sarana pendidikan dengan media pendidikan. Dalam hal ini, Gegne mendefinisikan sarana pendidikan sebagai alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar.

Sarana pendidikan Agama Islam diharapkan dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalanya proses pendidikan. Dengan demikian apabila pendidikan Islam memanfaatkan dan menggunakan sarana pendidikan, maka peserta didik akan memiliki pemahaman yang bagus tentang materi yang diperoleh, dan juga diharapkan akan memiliki moral yang baik.

Sarana dan prasarana pendidikan agama Islam yang baik, diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi dan indah sehingga menciptakan sekolah yang menyenangkan bagi pendidik maupun peserta didik yang berada di sekolah ( Ramayulis, 2002: 181).

Yusuf Hadi Miarso ( dalam Ramayulis, 2002: 190) menyatakan sarana pendidikan mempuyai nilai-nilai praktis yang berupa kemampuan atau kelebihan anatara lain:

1. Membuat konkrit konsep yang abstrak.

2. Membawa obyek yang sukar diperoleh ke dalam lingkungan belajar peserta didik.

3. Menampilkan obyek yang terlalu besar.

4. Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.

5. Mengamati gerakan yang terlalu cepat.

6. Memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar peserta didik.

7. membangkitkan motivasi belajar peserta didik.

8. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.

f. Problem lingkungan Dalam Pendidikan Agama Islam

Lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak yang terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Kondisi lingkungan mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/ alam dan lingkungan sosial.

Lingkungan sosial mempuyai peran penting terhadap berhasilnya tidaknya pendidikan agama karena perkembangan jiwa peserta didik sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkunganya. Lingkungan akan dapat menimbulkan pengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan jiwanya, dalam sikap maupun perasaan keagamaan.

Problem lingkungan ini mencakup

a. Suasana keluarga yang tidak harmonis akan mengkibatkan pengaruh yang kurang baik terhadap perkembangan peserta didik.

b. Lingkungan masyarakat yang tidak/kurang agamis akan menggangu perjalanan proses belajar mengajar disekolah.

c. Kurangnya pemahaman orang tua akan arti nilai-nilai agama Islam akan mempengaruhi terhadap pendidikan anak (Sumardi Suryabrata,2004: 184).

8. Upaya Mengatasi Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.

Untuk mengatasi problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam disekolah dapat diupayakan beberapa solusi yang diharapkan mampu meyelesaikan permasalahan yang dihadapi sebagaimana yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Upaya Mengatasi Problematika Peserta Didik Dalam Agama Islam Pendidikan Agama Islam.

Untuk mengatasi berbagaI problem pendidikan agama Islam, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Solusi terhadap problem yang terdapat pada peserta didik sangat dipengaruhi oleh kesiapan individu sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar baik siap dalam kondisi fisik atau psikis (jasmani atau mental) individu yang memungkinkan dapat melakukan belajar.

2. Adanya motivasi terhadap peserta didik baik timbulnya dari intrinsik yaitu motivasi yang datang dari peserta didik atau motivasi ekstrintik yaitu motivasi yang datang dari lingkungan di luar diri peserta didik. Dalam hubungan ini motivasi dapat dilakukan dengan jalan menimbulkan atau mengembangkan minat peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya. Para pendidik diharapkan mampu menumbuhkan dan mengembangkan minat peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian peserta didik akan memperoleh kepuasan dan unjuk kerja yang baik (Surya, 97: 2003). Untuk dapat menjamin belajar dengan baik peserta didik harus memiliki perhatian terhadap mata pelajaran yang dipelajarinya. Sebaliknya jika bahan pelajaran tidak menarik, maka akan membosankan. Hal itu akan mengakibatkan prestasi belajar peserta didik di sekolah akan jadi turun. Karena itu pendidik harus mengusahakan agar bahan pelajaran yang diberikan dapat menarik perhatian siswanya. Jika perlu diberi selingan dengan humor, agar peserta didik tidak merasa jenuh menerima mata pelajaran

3. Mengingat adanya hambatan terhadap peserta didik tersebut maka sebaiknya pendidik mengadakan test untuk mengetahui kemampuan peserta didik. Apabila mayoritas peserta didik memiliki kemampuan intelegensi tinggi, maka bagi peserta didik yang intelegensi rendah perlu diusahakan memberikan pelajaran tambahan atau peserta didik yang intelegensi rendah perlu diusahakan dengan cara jalan lain yaitu dengan menempatkan peserta didik pada kelas yang memiliki kemampuan rata rata yang sama.

b. Upaya Mengatasi Problem Pendidik Dalam Pendidikan Agama Islam.

Dalam peningkatan etos kerja dan meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di sekolah, maka yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :

1. Penghasilan pendidik dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.karena rendahnya gaji pendidik akan mengakibatkan terhambatnya dalam meningkatkan profesionalitas kualitas pendidik.

2. Seorang pendidik memahami tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.

3. Seorang pendidik harus mampu menggunakan variasi metode mengajar dengan baik, sesuai dengan karakter materi pelajaran dan situasi belajar mengajar (Abu Ahmadi, 1997: 87).

c. Upaya Mengatasi Problem Kurikulum Dalam Pendidikan Agama Islam

Upaya mengatasi terhadap problem kurikulum maka pembuatan kurikulum haruslah memperhatikan kesesuaian kurikulum dengan perkembangan zaman pada masa kini serta masa-masa yang akan datang, sehingga peserta didik memiliki bekal dalam menghadapi kompetisi dalam kehidupan nyata yang cenderung hedonis dan materialis. Pembuatan kurukulum juga harus menyeimbangkan antara teoritis dan praktis dalam keagamaan. Peserta didik harus dilatih bagaimana ia mempraktikan teori yang ada dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik mengerti bagaimana ia nantinya harus mempraktekkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Hasil studi bank dunia, menyimpulkan bahwa salah satu komponen pendidikan yang ikut menentukan baik-buruknya sistem pendidikan adalah kurikulum yang diberlakukan. Badan moneter dunia ini juga mensyaratkan sistem pendidikan sebuah negara dapat baik bilamana memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

Pertama, kurikulum memenuhi sejumlah kompetensi untuk menjawab tuntutan dan tantangan arus globalisasi.

Kedua, kurikulum yang dibuat bersifat lentur dan adaptif dalam menghadapi perubahan yang kompetitif.

Ketiga, kurikulum berkorelasi dengan pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil studi bank tersebut akhir-akhir ini pemerintah sangat antusias menggodok bahkan telah melakukan uji coba kurikulum yang berbasis kompetensi dasar untuk menggantikan kurikulum yang selama ini lebih menitik beratkan pada materi. Totok Ariyanto menyatakan paling tidak ada lima hal yang perlu dijadikan pertimbangan untuk mewujudkan kurikulum yang berkualitas yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perbaikan sistem pendidikan termasuk sistem pendidikan Islam di Indonesia: Pertama, perlu mengeliminasi segala persoalan yang muncul jika kurikulum berbasis kompetensi diberlakukan. Kedua, kurikulum mengantarkan pendidik sebagai pengajar yang mandiri dan tidak bergantung pada kurikulum. Ketiga, upaya merekonstruksi kurikulum harus berangkat dari hasil pembelajaran di kelas. Keempat, dalam kurikulum jangan hanya terjebak pada nafsu bongkar pasang kebijakan, atau sekedar menambah, menyisipi, mengurangi dan menghapus mata pelajaran (Muhaimin, 2003: 179).

d. Upaya Mengatasi Problem Manajemen Dalam Pendidikan Agama Islam

Dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, seharusya ada terjalin hubungan antara sekolah dengan orang tua peserta didik dimaksudkan agar orang tua mengetahui berbagai kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan di sekolah untuk kepentingan peserta didik dan juga orang tua peserta didik mau memberi perhatian yang besar dalam menunjang program program sekolah.

Terjalinya sekolah dengan masyarakat bertujuan memelihara kelangsungan hidup sekolah dan memproleh bantuan dan dukungan dari masyarakat dalam rangka mengembangkan pelaksanan program program sekolah (Sudarwan Danim, 2003: 197).

e. Upaya Mengatasi Problem Sarana dan Prasarana Dalam Pendidikan Agama Islam

Sarana pendidikan sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, hal ini akan menunjang tercapainya tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di madrasah.diantaranya adalah :

a. Gedung sekolah yang memadai sehingga membuat peserta didik senang dan bergairah belajar di dalam sekolah.

b. Sekolah harus memiliki perpustakaan dan dimanfaatkan secara optimal baik oleh pendidik atau peserta didik.

c. Adanya alat alat peraga yang lengkap akan sangat membantu pencapaian tujuan pendidikan.

d. Adanya alat sarana untuk ibadah.

f. Upaya Mengatasi Problem Lingkungan dalam Pendidikan Agama Islam

a. Suasana keluarga yang aman dan bahagia, itulah yang diharapkan akan menjadi wadah yang baik dan subur bagi pertumbuhan jiwa anak didik yang dibesarkan dalam keluarga.

b. Lingkungan masyarakat agamis akan dapat menunjang keberhasilan pendidikan dan sebaliknya lingkungan yang tidak sehat akan dapat menghambat menyebabkan terhambatnya dalam proses belajar mengajar.

c. Orang tua yang belum memahami arti nilai nilai agama Islam akan mempengaruhi terhadap pendidikan anak (Soesilowindradini, 1998: 185).

BAB III

HASIL PENELITIAN

2. Latar Belakang Obyek Penelitian

A. Sejarah Berdirinya Obyek Penelitian

Madrasah Tsanawiyah Putri AL-Ishlahuddiny Kediri, secara formal dibuka Tahun Pelajaran 1980-1981, yang ditandai dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor : 04/04/MTs/NTB/81 tentang Piagam Terdaftar Kepada Madrasah Tsanawiyah Putri Al-Ishlahuddiny Kediri di lingkungan Departemen Agama. Dengan demikian MTs. Putri Al-Ishlahuddiny Kediri, kini telah memasuki usianya yang ke 25 tahun.

Pendidikan yang tinggi dan bermutu tentunya akan memiliki pengaruh yang besar dalam peningkatan pembangunan. Pada saat ini Madrasah Tsanawiyah Putri Al-Ishlahuddiny Kediri yang berdiri sejak tanggal Januari 1958 dan telah melulusakan siswi sejak tahun ajaran 1946 sampai tahun 2006 dan selama itu madrasah Madrasah Tsanawiyah Putri Al-Ishlahuddiny Kediri telah memberikan andil dan membantu pembangunan masyarakat yang berpengetahuan dan agama yang tangguh.

Madrasah Tsanawiyah Putri Al-Ishlahuddiny Kediri .merupakan sekolah agama yang berpungsi ganda yaitu sebagai pusat pendidikan formal dan informal yang memiliki konstruksi dalam bentuk penyediaan sarana pembelajaran dan sarana peribadatan secara mandiri untuk menunjang tercapainya pendidikan bermutu yang beriman dan bertakwa. Adapun unsur dalam usaha peningkatan mutu tersebut adalah perlu adanya peningkatan kemampuan manajerial Kepala Sekolah, kinerja guru dalam melaksanakan tugas dan penamabahan referensi dan bahan ajar.

Melihat kenyataan yang terjadi di Madrasah Tsanawiyah Putri Al-Ishlahuddiny Kediri adalah masih memerlukan dukungan moral maupun material terutama dana oprasional dalam upaya mendukung penelenggaraan dan merealisasikan terwujudnya peningkatan mutu pendidikan, kami mengharap bantuan dari berbagi pihak agar menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang tinggi, yang beriman dan yang bertkwa sesuai dengan yang diharapkan

Meningkatkan penyelenggaran pendidikan dan untuk merealisasikan terwujudnya peningkatan mutu pendidikan agar menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa sekaligus melengkapi sarana pendidikan merupakan tujuan utama kami dalam pengajuan permohonan dana bantuan ini.

Demikian usulan ini kami ajukan semoga dapat diwujudkan sesuai dengan yang diharapkan. atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu para darmawan kami ucapkan terima kasih

PROFIL MADRASAH

1. Nama Madarasah : Tsanawiyah Putri Al-Ishlahuddiny

Desa : Kediri

Kecamatan : Kediri

Kabupaten : Lombok Barat

Propinsi : NTB

No. Telpon : ( 0370 ) 672114

Tahun Berdiri : 1981

No. Statistik Sekolah : 212520104020

Status Akreditasi : B

Tahun : 2005

Komite Madrasah : Sudah Terbentuk

2. Kepala Madrasah

a. Nama Lengkap : Farahn Muchlis, SH

b. Pendidikan Terakhir : S1

c. Jurusan : Hukum

d. Pelatihan Yang Diikuti :

Tahun Nama Pelatihan Lama Pelatihan

2004 Pelatihan Manajemen di Jakarta 3 hari

2005 Pelatihan KBK di Mataram 3 Hari

2005 Pelatihan Kurikulum di Jakarta 1 Hari

3. Kondisi Madrasah

Tahun Pelajaran Jumlah Total

Siswi Rasio Pendaftaran/ diterma Jumlah Total

setiap Kelas

Pendaftar Diterima I II III

2004/2005 209 95 94 95 52 62

2005/2006 202 65 65 67 94 49

2006/2007 210 70 62 60 68 86

4. Kondisi Guru dan Karyawan

a. Tingkatan Pendidikan

Ijazah Terakhir Jumlah Jumlah

Total

GT GTT NIP. 3 NIP.15 PNS Guru

Kontrak Krywn

TU

S. 2

S. 1 7 16 2 21

D. 3 2 7 2 11

D. 1

SMU/SMK/MA 1 1

Jumlah 9 23 2 3 37

b. Masa Kerja

Ijazah Terakhir Jumlah Jumlah

Total

GT GTT NIP. 3 NIP.15 PNS Guru

Kontrak Krywn

TU

< 1 5 5

1 – 5 9 2 3 14

6 – 10 9 9

> 10 9 9

Jumlah 9 23 2 3 37

5. Sarana dan Prasarana

Ruang Jumlah Luas (m2) Buku Jumlah

Teori/kls 6 79 x 62 Judul Buku

Laboratorium 2 79 x 2 m2 Jumlah Buku

Perpustakaan 1 79 m2 Buku Paket dan Bacaan

Keterampilan

Kepala 1 32 m2 Krikulum dan Silabus

TU 1 32 m2

Guru 1 32 m2 Buku Mata Pelajaran

Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain Surabaya yang berlokasi di Jl. Pragoto Kecamatan Semampir Surabaya didirikan sebagai lanjutan dari Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah yang telah didirikan sebelumnya oleh KH. Jailani pada tahun 1990. KH. Jailani adalah seorang yang peduli akan pendidikan bagi masyarkat ekonomi lemah dan menginginkan pendidikan murah bagi mereka. Sebelum KH. Jailani wafat, beliau menyerahkan Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah, yang telah diasuhnya selama 7 tahun kepada Yayasan Ibnu Husain Unggulan yang bernama KH Syamsuddin bin Husain (Wawancara dengan Ustad Nur Kholis,sebagai anggota dari yayasan, Selasa, 21 September 2004 di rumah Nya).

Pada Tahun 1999 Ketua Yayasan Ibnu Husain, KH. Syamsuddin Husain berinisiatif mendirikan Madrasah Tsanawiyah Unggulan sebagai lanjutan dari Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah yang sudah ada. Madrasah ini diberi nama Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain. Pemberian kata unggulan merupakan cerminan dari keinginan untuk memberikan pendidikan yang berkualitas namun terjangkau bagi masyarakat Pragoto dan sekitarnya, dimana kebanyakan dari mereka dalam berprilaku sehari-hari kurang mengabaikan nilai-nilai Agama Islam yang disebabkan rendahnya pendidikan yang mereka miliki. Dalam hal ini kehadiran Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain ingin merubah masyarakat yang kurang nilai nilai Islami menjadi masyarakat yang mengerti tentang arti nilai nilai Islami.

Keinginan Yayasan Ibnu Husain untuk mendirikan Madrasah Tsanawiyah Unggulan mendapat respon dan dukungan yang luas dari masyarakat Pragoto dan sekitarnya, sehingga pada tahun 2000 Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain mulai dibuka dan mempunyai dua kelas yakni kelas I dan II dengan jumlah masing-masing 34 peserta didik (Hasil wawancara dengan Ustad Jailani sebagai Kepala sekolah Ibnu husain, Senin, Tanggal 6 September 2004 jam 9.00 di Madrasah Tanawiyah Unggulan Ibnu Husain).

Pada tahun 2001 Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain terakreditasi dengan hasil status “terdaftar dengan Nomor: D/ wm/ MTs/ 04/ 2001 dan diberikan Nomor 212357815027 (Dokumen Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain).

Adapun visi dari Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain Surabaya adalah Menghasilkan tamatan (output) berprestasi, kreatif dan mandiri berdaya saing tinggi serta berakhlaq karimah yang dilandasi Iman Dan Taqwa kepada Allah SWT. Sedangkan misi dari Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain Surabaya adalah sebagai berikut:

1) Melaksanakan pembelajaran yang efektif sehingga setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal.

2) Melaksanakan kegiatan ekstra yang menggugah kreatifitas peserta didik.

3) Menimbulkan semangat bersaing secara sehat dan dinamis.

4) Menerapkan manajemen partisipatif (Dokument Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain).

B. Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain

Struktur organisasi sekolah merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki oleh setiap lembaga pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk memperlancar program–program kerja lembaga pendidikan tersebut. Sebagaimana halnya lembaga lainya, Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain memiliki pola struktur organisasi sekolah.

Adapun struktur organisasi Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain dapat dilihat dalam lampiran yang ada di b

(Dokumen sekolah Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.)

C. Tata Laksana Kerja Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain

1. Jam kerja dinas

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Depag maka jam kerja ditetapkan 6 hari kerja, akan tetapi hari libur di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain ditetapkan pada hari Jumat dikarenakan untuk menghormati hari Jum’at yang merupakan hari yang paling dimuliakan oleh umat Islam dan juga dikarenakan ruang belajar Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain berada di dalam lingkungan Masjid.

2. Jam Pelajaran

Untuk kegiatan belajar mengajar dalam satu minggu disusun jadwal mata pelajaran sebagai berikut:

Pelajaran Pukul Keterangan

Jam 1

Jam 2

Jam 3

Jam 4

Jam 5

Jam 6

Jam 7

Jam 8

Jam 9 07.00 s/d 07.40

07.40 s/d 08-20

08.20 s/d 09.00

09.00 s/d 09.40

09.40 s/d 10.00

10.00 s/d 10-40

10.40 s/d 11.20

11.20 s/d 12.00

12.00 s/d 12.30 –

Istirahat

Sholat Dhuhur secara berjama’ah

(Dokumen sekolah Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.)

D. Keadaan Pendidik Dan Pegawai

pendidik memegang peranan yang paling utama dalam proses pendidikan karena akan menentukan tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Dan pendidik dapat memberikan pengaruh bagi pembinaan perilaku dan kepribadian anak didik.

Adapun jumlah pendidik di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain berdasarkan data kepegawaian pada tahun ajaran 2003-2004 adalah sebanyak 17 orang, yang terdiri dari 13 pendidik laki laki dan 4 pendidik wanita sebagaimana yang terlihat dalam tabel berikut ini:

No.

N a m a Pendidikan Status Jabatan Mulai

01.

02.

03.

04.

05.

06.

07.

08.

09.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17. Drs. M. Jailani

Ustad. H. Saidi

Hasan Bisri. Sag

Drs. A. Rasyidi

Dra. Misbiyah

Drs. Suwarti

Siti Fatimah Spd

Drs. Nurul Huda

Drs. Mukallam

Djoko Soebagio.SE

Ust.H.Noer Kholis

Moch.Machfud

Rahmayatun.Sag

Heddy Purwo.A, SPd

Slamet Dwiyanto

Ust. Moch. Djuli H.

Ust. Romli Sarjana S1

D1

Sarjana S1

Sarjana S1

Sarjana S1

Sarjana S1

Sarjana S1

Sarjana S1

Sarjana S1

Sarjana S1

D1

D1

Sarjana S1

Sarjana S1

D2

D1

D1 Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta

Swasta Swasta Swasta Kep.Sek.

Guru

Guru

Guru

Wali Kls.II

Guru

Guru

Guru

Wali Kls III

Guru

Guru

Guru

Wali Kls I

Guru

Guru

Guru Th. 2000

Th. 2003

Th. 2000

Th. 2000

Th. 2000

Th. 2000

Th. 2000

Th. 2001

Th. 2000

Th. 2003

Th. 2000

Th. 2000

Th. 2003

Th. 2003

Th. 2000

Th. 2002

Th. 2003

(Dokumen sekolah Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.)

Keadaan staf pegawai administrasi secara sepintas keberadanya tidak terlalu berpengaruh pada proses pendidikan, akan tetapi apabila dilihat lebih jauh lagi sebenarnya mereka juga mempuyai peranan yang tidak sedikit bahkan bisa dikatakan sangat penting, diantaranya menyiapkan peralatan proses belajar mengajar, memelihara peralatan sekolah dan lain lain.

Adapun jumlah tenaga pegawai di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain berjumlah 2 orang terdiri satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Diantara keduanya ada yang merangkap sebagai pendidik sebagaimana terlihat dalam tabel beriku

No.

N a m a Pendidikan Status Jabatan Mulai

01.

02 Slamet Dwiyanto

Wasilah D2

SMA Swasta

Swasta Tata Usaha

Tata Usaha Th. 2000

Th. 2003

(Dokumen sekolah Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.)

E. Keadaaan Peserta Didik

Peserta didik merupakan salah satu faktor yang sangat urgen dalam dunia pendidikan, karena tanpa adanya peserta didik maka proses belajar mengajar tidak akan terlaksana. Dalam hal ini peserta didik sangat berperan dalam pembelajaran baik dari segi minat, bakat dan motivasi yang menjadi ukuran keberhasilan peserta didik.

Di sekolah anak didik akan berusaha aktif mengembangkan potensi minat dan bakat yang dimilikinya dengan didukung peranan aktif para pendidik di kelas dan peserta didik dapat juga mengembangkan potensinya melalui kegiatan ekstra kurikuler yang diselenggarakan di sekolah.

Berikut ini adalah tabel data keadaan peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain

No

Tahun Kelas I Kelas II Kelas III Jumlah

L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml

01.

02.

03. 2001-2002

2002-2003

2003-2004 23

22

18 6

12

21 29

34

39 19

22

20 8

6

12 27

28

32 –

19

22 –

8

6 –

27

28 42

63

60 19

26

39 56

89

99

(Dokumen sekolah Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain).

F. Keadaaan Sarana dan Prasarana

Sarana pendidikan merupakan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam proses pendidikan, Khususya dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan agama Islam di lingkungan Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.

Untuk tercapainya tujuan pendidikan tersebut, maka diperlukan kebutuhan sarana dan prasarana yang memadai dengan baik, kurang terpenuhinya sarana dan prasaran yang memadai akan dapat menghambat kelancaran proses belajar dan mengajar sebuah lembaga pendidikan, hal ini juga berlaku di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain.

Guna terpenuhinya tujuan pendidikan maka pihak sekolah melengkapi sarana dan prasarana di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:

Jumlah ruang di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain

No Sarana dan Prasarana Jumlah Keterangan

01.

02.

03.

04.

05.

06.

07.

08.

09.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19. Ruang Kepala Sekolah

Ruang Guru

Ruang Kelas

Ruang Perpustakaan

Masjid

K.mandi

Dapur

Gudang

Meja Dan Kursi Murid

Meja Dan Kursi Guru

Telepon

Kemputer

Papan data

Papan tulis

Alat peraga ipa

Alat peraga ips

Alat peraga mat

Buku perpustakaan

Printer 01

01

06

0

01

04

01

01

80

05

01

09

01

03

03

03

03

100

01 Baik

Baik

Baik

Tidak Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

(Wawancara dengan Ust. Slamet Dwiyanto tanggal 6 Oktober 2004).

2. Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawaiyah Unggulan Ibnu Husain

Dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar di lingkungan Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, penulis menemukan beberapa problem yang secara langsung atau tidak langsung dapat menghambat proses pelaksanaan pendidikan agama Islam. Problem itu tidak hanya ada pada pendidik maupun peserta didik sebagai pelaku dalam proses pendidikan akan tetapi juga terdapat pada faktor lingkungan internal dan eksternal, juga pada manajemen, sarana dan prasarana. Problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam yang ada di dalam Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Problem Peserta Didik Dalam Pendidikan Agama Islam

Dalam pelaksanakan pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, ditemukan beberapa problem berkaitan dengan peserta didik sebagaimana berikut:

– Rendahnya tingkat perekonomian sebagian besar wali murid. Sebagian besar orang tua peserta didik adalah golongan masyarakat kelas menengah bawah dengan penghasilan yang kurang mencukupi untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari mereka, sehingga mereka kurang memberikan perhatian terhadap perkembangan pendidikan anak-anak mereka. Sehingga ada salah satu dari Mereka tidak dapat melanjutkan sekolah aliyah dikarenakan keterbatasan biaya kebutuhan hidup yang ada (Wawancara dengan Ustad Jailani selaku kepala sekolah, 19 Oktober 2004).

– Tingkat kecerdasan yang berbeda antar siwa didik. Perbedaaan tingkat kecerdasan antara satu peserta didik dengan yang lain yang akan menimbulkan kecemburuan bagi peserta didik yang mampu dengan yang tidak mampu sehingga akan sulit bagi pendidik menerapkan tujuan intruksional khusus (Wawancara dengan Ustad Drs. Rasyidi, Rabu 15 September 2004).

– Asal lulusan yang berbeda. Sebagian peserta didik adalah lulusan MI dan sebagaian adalah lulusan SD. Perbedaan asal sekolah tersebut mempengaruhi modal awal peserta didik dalam menempuh pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, dimana peserta didik yang berasal dari MI lebih mengerti daripada mereka yang berasal dari lulusan SD. Hal ini disebabkan karena lebih besarnya porsi pendidikan agama Islam di MI dibandingkan dengan SD (Wawancara dengan siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Ibnu Husain, 14 Oktober 2004 di Sekolah).

– Perbedaan latar belakang keluarga dan lingkungan akan menimbulkan berbeda pula terhadap karakter anak didik sehingga ada peserta didik yang taat pada aturan sekolah karena berlatar belakang pada lingkungan keluarga yang agamis dan ada peserta didik yang berlatar belakang pada keluarga yang tidak taat dikarenakan pada lingkungan yang tidak agamis (Wawancara dengan Ustad Jailani, 19 oktober 2004).

b) Problem Pendidik Dalam Pendidikan Agama Islam

Dalam pelaksanakan pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, ditemukan beberapa problem berkaitan dengan para pendidik sebagaimana berikut:

– Rendahnya gaji membawa dampak kurangnya tanggung jawab dan motivasi pendidik untuk mempresentasikan materi pelajaran (Wawancara dengan Ustad Saidi, 14 oktober 2004).

– pendidik sering mengeluh terhadap akhlaq peserta didik yang dianggap kurang etis sehingga kadang –kadang preventif /solusinya memberikan sanksi yang kurang mendidik (Wawancara dengan Ustad Saidi, 14 oktober 2004).

– Masih ada pendidik yang belum menempuh sarjana akan tetapi dengan adanya pengalaman mengajar mereka yang sudah cukup lama, maka mereka semakin banyak pengalamanya dalam menemukan dan menyelesaikan setiap masalah yang di hadapi. (Wawancara dengan Ustad Saidi, 14 oktober 2004).

– Kesulitan dalam menghadapi perbedaan peserta didik baik dari IQ yang tinggi maupn yang rendah dan juga perbedaan karakter, maupun back ground kehidupan mereka (Wawancara dengan Ustad Saidi, 14 oktober 2004).

– Kurang terjalin kerja sama orang tua (wali murid) dengan pendidik untuk sama dapat membimbing mereka. Hal ini dikarenakan keadaan kehidupan mereka. Perhatian orangtua murid hanya tertuju pada soal ekonomi, sehingga mereka tidak memeperhatikan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik (Wawancara dengan Ustad Jailani,19 Oktober 2004).

c) Problem Kurikulum Dalam Pendidika Agama Islam

Dalam pelaksanakan pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, ditemukan beberapa problem berkaitan dengan penerapan kurikulum sebagaimana berikut:

– Minimya pendidik di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain memahami tentang kurikulum berbasis kompetensi serta penerapannya. Kurangnya pemahaman mereka disebabkan karena kurikulum berbasis kompetensi merupakan kurikulum yang pelaksanaannya baru diterapkan pada tahun ajaran saat ini, serta kurangnya pemerintah dalam mensosialisasikan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah-sekolah khususnya di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain (Wawancara dengan Ustad Jailani selaku kepala sekolah, 20 Desember 2004).

– Para pendidik juga ada yang tidak membuat satuan pelajaran (Satpel) yang menyebabkan tujuan intruksional pendidikan tidak tercapai secara optimal, sehingga pendidik tidak memiliki pedoman dalam mengajar yang pada akhirnya para peserta didik tidak mampu menangkap nilai-nilai serta makna yang diajarkan oleh pendidik (Hasil wawancara dengan Ustad Saidi, 18 Desember 2004).

d) Problem Manajemen Dalam Pendidikan Agama Islam

Dalam pelaksanakan pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, ditemukan beberapa problem berkaitan dengan

manajemen dalam pendidikan Agama Islam sebagaimana berikut:

– Kurang terjalinnya kerjasama orang tua dengan pendidik sehingga segala aktifitas peserta didik yang seharusnya dikerjakan di rumah itu dikerjakan di sekolah.

– Dan sedikitnya peserta didik yang berminat terhadap kegiatan keagamaan sehingga menyebabkan sulitnya wakil kurikulum menentukan bentuk kegiatan yang diminati peserta didik seperti pondok pesantren kilat (Wawancara dengan Ustad Saidi, 18 Desember 2004).

e) Problem Sarana dan Prasarana Pendidikan Agama Islam

Kelengkapan sarana maupun prasarana sangat menunjang bagi proses belajar mengajar. Jika dalam belajar, peserta didik menggunakan peralatan yang memadai maka kemungkinan besar belajarnya akan berhasil dengan baik. Dan sebaliknya jika peserta didik belajar dengan peralatan yang serba kurang maka kemungkinan besar akan menghasilkan berhasilnya sangat minim.

Dalam pelaksanakan pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Ibnu Husain, ditemukan beberapa problem berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan Agama Islam sebagaimana berikut:

– Masih minimya sarana maupun prasarana di lingkungan sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana langsung contohnya masih terbatasnya perpustakaan,ohp. Sarana tidak langsung contohnya adanya halaman, tanam tanaman (Wawancara dengan Ustadz Saidi, 22 Oktober 2004).

– Lokasi pendidikan yang berada di daerah pemukiman padat penduduk menyebabkan kurang kondusif dalam proses belajar mengajar sehingga ada sebagian dari pendidik yang mengajar terganggu oleh kebisingan keramaian oleh penduduk sekitarnya (Wawancara dengan Ustadz Saidi, 22 Oktober 2004).

– Kurang luasnya lahan sekolah akan menyebabkan peserta didik tidak dapat bermain secara leluasa dalam kegiatan olah raga dikarenakan tidak ada halaman (Wawancara dengan Ustadz Saidi, 22 Oktober 2004).

– Tidak memiliki ruang perpustakaan menyebabkan minimya pengetahuan peserta didik tentang wawasan baik bersifat agama maupun bersifat umum.

– Kurangnya perangkat/ alat-alat laboratorium pengajar sehingga menyebabkan sulitnya pengajar untuk menerapkan implementasi materi dalam mendukung kurikulum berbasis kompetensi (Wawancara dengan Ustadz Saidi, 22 Oktober 2004).

3. Upaya Mengatasi Problematika Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Mts. Unggulan Ibnu Husain

Untuk mengatasi berbagai problem pendidikan agama Islam sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

f) Upaya mengatasi Problem Peserta Didik Dalam Pendidikan Agama Islam

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problem peserta didik dalam pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

– Pihak sekolah terus berupaya mencari beasiswa dengan cara menjalin kerjasama dengan instansi yang terkait seperti JPS (Jaring Pengaman Sosial), YDSF (yayasan Dana Sosial Al-Falah), beasiswa silang ( bagi peserta didik yang kaya membayar dengan biaya mahal), donatur lainya sehingga peserta didik yang tidak mampu dapat termotivasi untuk belajar dengan lebih sungguh-sungguh (Wawancara dengan Ustad Jailani, 20 Desember 2004).

– Hasil wawancara dengan Ustad Saidi mengatakan bahwa para pendidik telah memberikan sanksi–sanksi yang bersifat mendidik bagi tiap peserta didik yang menyalahi aturan sekolah.

– Para pendidik sudah membentuk kerja kelompok peserta didik yang diharapkan peserta didik yang mampu dapat membantu peserta didik yang tidak mampu, sehingga peserta didik yang tidak mampu dapat memahami dan mengikuti kegiatan proses belajar secara terus menerus (Wawancara dengan Ustad Jailani, 20 Desember 2004).

– Para Pendidik akan membentuk diskusi antar peserta didik di dalam kelas, sehingga peserta didik dapat mudah mengerti dan termotivasi untuk belajar dengan lebih baik lagi.

– Hasil wawancara dengan Ustad Jailani selaku kepala sekolah, bahwa pihak sekolah sudah mengadakan jam tambahan bagi peserta didik yang dinilai kurang mampu dalam menerima pelajaran di kelas, sehingga mereka dapat mengejar ketertinggalan mereka di kelas.

g) Upaya Mengatasi Problem Pendidik Dalam Pendidikan Agama Islam

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problem pendidik dalam pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

– Dengan biaya lembaga, pihak Sekolah akan mengusahakan pada setiap pendidik untuk diikut sertakan dalam acara seminar, workshop ataupun MGMP yang dapat meningkatkan wawasan dan kemampuan mereka dalam mendidik khusunya dalam pendidikan agama Islam (Hasil wawancara dengan Ustad Jailani, 20 Desember 2004).

– Setiap pendidik akan berusaha menggunakan berbagai metode agar mampu menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan, sehingga peserta didik dapat merasa senang dalam mengikuti materi pelajaran serta mudah dalam menerima dan memahami materi pelajaran yang diberikan oleh pendidik (Hasil wawancara dengan Ust.Rosidi,18 Desember 2004).

– Setiap pendidik akan terus memahami karakter dan minat peserta didik dan sudah menyesuaikan dengan kondisi kelas yang ada. Hal ini untuk menghindari rasa jenuh dalam diri tiap peserta didik didik, sehingga proses transfer ilmu dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan.

h) Upaya Mengatasi Problem Kurikulum Dalam Pendidikan Islam

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problem kurikulum dalam pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

– Pihak sekolah akan terus mengupayakan untuk mensosialisasikan tentang penerapan kurikulum berbasis kompetensi kepada para pendidik dengan bekerja sama dengan pemerintah, sehingga mereka dapat lebih memahami tentang kurikulum berbasis kompetensi serta mampu menerapkannya di kelas secara lebih optimal (Hasil wawancara dengan Ustad Jailani, 20 Desember 2004).

– Para pendidik akan berupaya untuk membuat satuan pelajaran (Satpel) agar tujuan intruksional khusus dapat tercapai. Hal ini juga membantu para pendidik untuk menyiapkan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada para peserta didik (Hasil wawancara dengan Ustad Saidi, 19 Desember 2004).

i) Upaya Mengatasi Problem Manajemen Dalam Pendidikan Agama Islam.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problem manajemen dalam pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

– Pihak sekolah terus berupaya menerapkan manajemen kompetesi berbasis sekolah di sekolah yang meliputi kompetensi kurikulum, kompetensi profesionalitas pendidik dan juga keterlibatan antara wali siswa dan juga masyarakat (wawancara dengan Ustad. Jailani, 20 Desember 2004).

– Pihak sekolah akan berupaya mengadakan pertemuan dengan wali murid paling tidak satu kali dalam satu bulan. Dalam pertemuan itu diadakan evaluasi program pendidikan sekolah yang telah dilaksanakan dan program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian diharapkan wali murid dapat terlibat dalam proses pendidikan di sekolah ( Hasil wawancara dengan Ustad jailani, 20 Desember 2004).

j) Upaya Mengatasi Problem Sarana dan Prasarana Dalam Pendidikan Agama Islam

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problem sarana dan prasarana dalam pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

– Pihak sekolah akan mengupayakan untuk mewujudkan sarana dan prasarana yang belum ada seperti Perpustakaan. Hal ini dapat diupayakan dengan menarik pada murid yang sudah lulus atau dengan mengajukan proposal permohonan bantuan kepada pihak pemerintah yang terkait dengan pendidikan. (Wawancara dengan Ustad Jailani, 20 Desember 2004)

– Sarana dan prasarana yang ada sudah dimanfaatkan dengan optimal untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. (Wawancara dengan Ustad Saidi, 18 Desember 2004)

BAB 1V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di Mts.Unggulan Ibnu Husain terdapat beberapa problem yaitu: a). pada peserta didik yakni rendahnya tingkat perekonomian wali murid, pebedaaan tingkat kecerdasan dan latar belakang keluarga dan lingkungan. b). pada pendidik yakni rendahnya gaji, seringnya pendidik mengeluh terhadap akhlah peserta didik, kurangnya kerjasama dengan wali murid serta kesulitan dalam menghadapi peserta didik dari IQ yang tinggi dan juga yang rendah. c). pada kurikulum yakni minimnya pendidik memahami tentang kurikulum berbasis kompetensi dan adanya sebagian pendidik yang tidak membuat satpel. d). pada manajemen yakni kurang terjalimya kerjasama orang tua dengan pendidik dan sedikitya peserta didik yang berminat terhadap kegiatan keagamaan e). Sarana dan prasarana meliputi lokasi pendidikan yang berada di daerah pemukiman padat, kurang luasnya halaman sekolah, tidak adanya perpustakaan, serta kurang tersedianya perangkat/alat laboratium.

Upaya mengatasi problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Unggualn Ibnu Husain dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagaimana tersebut berikut: a). pada peserta didik meliputi pihak sekolah terus berupaya mencari beasiswa dengan cara menjalin kerja sama dengan instansi yang terkait seperti JPS (Jaring Pengaman Sosial), YDSF (Yayasan Dana Sosial Al-Falah), beasiswa silang atau donatur lainya, setiap pendidik telah memberikan sanksi sanksi yang bersifat mendidik bagi tiap peserta didik, setiap pendidik sudah membentuk kerja kelompok peserta didik, para pendidik sudah membentuk diskusi antar peserta didik di dalam kelas, pihak sekolah sudah mengupayakan mengadakan jam tambahan bagi peserta didik yang dinilai kurang mampu. b). pada pendidik meliputi biaya lembaga setiap pendidik akan diusahakan untuk diikut sertakan dalam acara seminar, workshop, setiap pendidik sudah mengupayakan berbagai metode, setiap pendidik sudah berupaya memahami karakter peserta didik dan menyesuaikan dengan kondisi kelas yang ada. c). pada kurikulum meliputi pihak sekolah akan terus mengupayakan untuk mensosialisasikan tentang penerapan kurikulum berbasis kompetensi kepada para pendidik, pihak sekolah akan mengupayakan kepada para pendidik membuat satuan pelajaran (satpel) d). pada Manajemen meliputi pihak sekolah akan terus mengupayakan menerapkan manajemen kompetensi berbasis sekolah yang meliputi menerapkan berbasis kompetensi kurikulum, kompetensi profesionalitas pendidik dan juga keterlibatan antara wali siswa dan juga masyarakat, pihak sekolah akan mengupayakan mengadakan pertemuan dengan murid. e). pada sarana Dan prasarana:. Pihak sekolah akan mengupayakan untuk mewujudkan sarana dan prasarana yang belum ada seperti perpustakaan

B. Saran-Saran

Berpijak dari hasil penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka dari itu penulis ingin memberikan saran-saran tentang gambaran problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam Madrasah Tsanawiyah Unggulan bnu Husain yakni:

1. Kepada para pendidik agar lebih memahami segi kelemahan dan kelebihan dari kecerdasan peserta didik dan seorang pendidik seharusnya juga memahami tentang karakter, bakat dan minat peserta didik.

2. Kepada kepala sekolah: Pihak sekolah seharusnya mensosialisasikan penerapan tentang kurikulum berbasis kompetensi kepada para pendidik yang masih belum mengerti dan juga menekankan para pendidik membuat satpel agar tercapai tujuan intruksional khusus tersebut tercapai secara optimal.

3. Hasil penelitian mengenai problematika pelaksanaan pendidikan agama Islam bukan merupakan final dari hasil penelitian, akan tetapi perlu diadakan penelitian lebih luas dan spesifik guna mendapatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta; Gramedia.

Abu Ahmadi. 2003. Abu Ilmu Pendidikan. Jakarta; Rineka Cipta.

Abu Ahmadi. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung; Pustaka Setia.

Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung; Remaja Rosdakarya

Arief Furchan. 2004. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia (Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI). Yogyakarta; Gama Media.

Dimyati Mahmud. 1990. Psikologi Pendidikan (Suatu Pendekatan Terapan). Yogyakarta; BPFE.

Djumbransah Indar. 1979. Perencanaan Pendidikan (Strategi & Implementasinya). Jakarta; Karya Abditama.

E. Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung; Remaja Rosdakarya.

Hujair. 2003. Paradigma Pendidikan Islam (Membangun Masyarakat Madani Indonesia). Yogyakarta; Safiria Insania Press.

Juliet Corbin. 2003. Dasar Dasar Penelitian Kualitatif (Tata Langkah dan Teknik Teknik Teoritisasi Data). Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

Mochtar Buchori. 1994. Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. Yogya; Tiara Wacana.

Mochtar Buchori. 1994. Ilmu Pendidikan & Praktek Pendidikan (Dalam Renungan). Yogya; Tiara Wacana.

Muhaimin. 2002. Reorientasi Pengembangan Guru. Malang.

Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah). Bandung; Remaja Rosdakarya.

Muhaimin. 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam (Pemberdayaan, Pengembangan, Kurikulum hingga Redefinisi Islamiah Pengetahuan). Bandung; Nuansa Cendekia.

Mohyi Machdorro. 1993. Metodologi Penelitian (Untuk Ilmu Ilmu Ekonomi dan Sosial). Yogyakarta; Aditya Media.

Prof.H.M.Arifin, M.Ed. 2003. Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner). Jakarta; Bumi Aksara.

Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta; Kalam Mulia

Sudarwan Danim. 2003. Komunitas Pembelajar (kepemimpnan Tansformasi dalam Komunitas Organissasi pembelajaran). Jakarta; Bumi Aksara.

Sudarwan Danim. 2003. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

Suharsini Arikunto. 2002. Prosedur penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta; Rieneka Cipta.

Sumadi Suryabrata. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Sumadi Suryabrata. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Surya. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Jakarta; Mahaputra Adidaya.

Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. 1996. Dasar Dasar Kependidikan Islam. Surabaya; Karya Abditama.

Undang Undang RI (Sistem Pendidikan Nasional). 2003. Citra Umbara.

Undang Undang RI (Sistem Pendidikan Nasional). 2003. Fokus Media.